UNFI

Cyberattack Guncang United Natural Foods

(Business Lounge – Global News) Serangan siber besar menimpa United Natural Foods Inc. (UNFI), salah satu distributor makanan terbesar di Amerika Utara yang menjadi tulang punggung logistik bagi Whole Foods dan ribuan toko grosir lainnya. Serangan ini menyebabkan gangguan operasional serius yang merembet hingga ke rak-rak supermarket, terutama pada pasokan makanan segar dan organik. Dalam pernyataannya, pihak UNFI mengonfirmasi bahwa aktivitas mencurigakan ditemukan dalam sistem internal mereka pada awal Juni 2025. Sebagai langkah pencegahan, mereka menonaktifkan sebagian sistem TI untuk membatasi dampak lebih luas, sembari melibatkan tim forensik dan otoritas federal untuk penyelidikan.

Whole Foods, yang selama ini sangat bergantung pada UNFI, mengakui bahwa pasokan ke banyak tokonya terganggu. Beberapa toko melaporkan kekurangan stok yang signifikan, dengan produk-produk seperti buah-buahan segar, sayuran organik, dan makanan olahan alami yang cepat habis. Di wilayah seperti North Dakota dan Minnesota, gangguan logistik ini terasa lebih parah karena banyak toko independen di sana hanya mendapatkan pasokan dari UNFI. Meski distribusi sedang dipulihkan secara bertahap, konsumen sudah mulai merasakan dampaknya secara langsung. Hal ini menyoroti betapa sensitifnya rantai pasokan pangan terhadap gangguan digital, bahkan untuk perusahaan besar dengan infrastruktur logistik kompleks seperti UNFI.

Krisis ini berdampak langsung pada kinerja keuangan perusahaan. Saham UNFI turun lebih dari 18 persen dalam beberapa hari setelah insiden diumumkan, menghapus nilai pasar hingga $300 juta. UNFI juga harus merevisi proyeksi keuangannya untuk tahun ini, memperkirakan kerugian yang lebih besar akibat terganggunya sistem dan pemutusan kontrak besar dari Key Food, sebuah jaringan grosir utama di New York. CEO UNFI Sandy Douglas menyebut bahwa perusahaan saat ini mengoperasikan sistem dalam mode terbatas dan menggunakan metode manual untuk menjaga alur distribusi tetap berjalan, meski efisiensinya menurun drastis. Pemulihan penuh diperkirakan membutuhkan waktu berminggu-minggu, tergantung pada keberhasilan upaya pemulihan data dan sistem.

Pakar keamanan siber menduga bahwa pola serangan ini menunjukkan keterlibatan kelompok ransomware canggih, seperti Scattered Spider, yang sebelumnya menyerang sektor transportasi dan kesehatan. Mereka mengeksploitasi ketergantungan perusahaan terhadap sistem digital yang kompleks dan waktu reaksi yang lambat terhadap serangan jaringan. Menurut Axios dan eSecurityPlanet, sektor makanan menjadi target baru karena tekanan publik dan media dapat mempercepat negosiasi tebusan. Lebih dari sekadar ancaman operasional, serangan ini menimbulkan risiko reputasi besar bagi UNFI, serta membuka peluang hukum bagi konsumen dan mitra bisnis yang dirugikan. Pemerintah AS kini mempertimbangkan peningkatan regulasi keamanan siber bagi perusahaan infrastruktur vital seperti distributor pangan.

Serangan terhadap UNFI bukan hanya peringatan bagi industri makanan, tetapi juga bagi negara-negara lain yang memiliki sistem distribusi terpusat, termasuk Indonesia. Di Tanah Air, konsentrasi logistik pada beberapa pemain besar seperti Bulog, ID Food, atau jaringan distributor ritel swasta menghadirkan risiko serupa jika belum disertai perlindungan siber yang memadai. Serangan semacam ini bisa membuat pasokan pangan terganggu secara luas, terutama di wilayah luar Jawa. Oleh karena itu, pelajaran dari UNFI perlu segera diadopsi: meningkatkan redundansi sistem, menyebarkan titik distribusi, serta menyusun protokol krisis digital di sektor pangan. Jika tidak, Indonesia berisiko mengalami kepanikan pasokan dalam skenario serangan digital yang melumpuhkan distribusi logistik nasional.