WestJet

Delta dan Korean Air Ambil Alih Saham WestJet Senilai $550 Juta

(Business Lounge – Global News) Langkah mengejutkan datang dari dua maskapai besar dunia—Delta Air Lines dari Amerika Serikat dan Korean Air dari Korea Selatan—yang secara bersamaan membeli 25% saham WestJet Airlines, maskapai terbesar kedua di Kanada. Transaksi senilai $550 juta ini diumumkan pada awal Mei 2025 dan menjadi sinyal kuat bahwa kompetisi dalam industri penerbangan internasional semakin mengarah ke strategi kemitraan lintas benua.

Menurut laporan Reuters, dari total investasi tersebut, Delta menggelontorkan dana sebesar $330 juta untuk mengambil alih 15% kepemilikan, sementara Korean Air berinvestasi sebesar $220 juta demi mendapatkan porsi 10%. Meskipun akuisisi ini tergolong minoritas, langkah tersebut memiliki implikasi strategis besar terhadap pergeseran lanskap kemitraan global di industri penerbangan pasca-pandemi dan di tengah tantangan geopolitik yang berkembang.

Delta dan Korean Air sebelumnya telah menjalin aliansi trans-Pasifik yang kuat, termasuk dalam SkyTeam dan perjanjian codeshare. Investasi bersama dalam WestJet menandai perluasan pengaruh mereka ke wilayah Amerika Utara lebih dalam. WestJet selama ini dikenal sebagai maskapai Kanada yang mengalami transformasi signifikan dari maskapai bertarif rendah menjadi operator layanan penuh dengan ambisi internasional.

Menurut analisis dari Business Insider, investasi ini dapat dilihat sebagai upaya membentuk jaringan penghubung antara Asia, Amerika Serikat, dan Kanada yang lebih kompetitif dibandingkan aliansi maskapai lainnya seperti Star Alliance yang didominasi oleh United Airlines dan Air Canada. Lebih dari sekadar transaksi saham, langkah ini adalah bagian dari strategi geoposisi baru, di mana rute dan frekuensi penerbangan menjadi aset strategis dalam kompetisi global.

Delta sendiri memiliki pengalaman panjang dalam mengkonsolidasikan jaringan melalui akuisisi minoritas, seperti investasinya di LATAM Airlines di Amerika Selatan dan stake di Air France-KLM. Sedangkan Korean Air dikenal dengan ekspansi hati-hati namun strategis, seperti saat mengambil alih Asiana Airlines, rival domestiknya, yang saat ini masih dalam tahap integrasi penuh.

Menariknya, ini bukan kali pertama Delta mencoba menjalin kemitraan dengan WestJet. Pada 2018, Delta dan WestJet telah merencanakan joint venture transborder yang akan memadukan jaringan dan tarif kedua maskapai untuk penerbangan antara AS dan Kanada. Namun, pada 2020, rencana tersebut gagal karena otoritas regulasi Kanada dan AS tidak menyetujui pembagian slot bandara yang dianggap merugikan kompetisi.

Kini, setelah lebih dari lima tahun, Delta kembali ke meja negosiasi dengan pendekatan berbeda: bukan hanya kemitraan operasi, tetapi juga investasi finansial langsung. WestJet, yang kini dimiliki oleh firma investasi swasta Onex Corp sejak 2019 senilai C$5 miliar, tetap mempertahankan kendali mayoritas atas operasional maskapai. Artinya, meski Delta dan Korean Air masuk sebagai pemegang saham, arah strategis tetap berada di tangan Onex.

Menurut Bloomberg, CEO WestJet, Alexis von Hoensbroech, menyatakan bahwa kesepakatan ini akan memungkinkan WestJet untuk memperluas jaringannya secara global tanpa harus mengorbankan identitasnya sebagai maskapai nasional Kanada yang independen. Ia juga menegaskan bahwa kerja sama ini akan memudahkan penumpang Kanada menjangkau Asia dan Amerika Serikat dengan konektivitas yang lebih baik dan efisiensi biaya yang meningkat.

Di balik manuver ini, tersimpan juga kisah kegagalan American Airlines yang sempat dikabarkan ingin memimpin konsorsium maskapai yang juga mengincar saham WestJet. Namun, menurut informasi yang dikutip dari Business Insider, konsorsium tersebut kalah cepat dari Delta dan Korean Air, yang telah memiliki rekam jejak lebih lama dalam membangun hubungan dengan WestJet.

Bagi American Airlines, ini merupakan pukulan tersendiri. Maskapai tersebut sedang dalam posisi sulit secara keuangan dan operasional. Harga sahamnya tercatat hanya $11,11 per lembar, jauh tertinggal dari Delta yang berada di kisaran $48,34. Kegagalan meraih saham WestJet bisa berarti hilangnya peluang memperluas jaringan ke Kanada yang selama ini masih menjadi kelemahan American Airlines dalam peta internasionalnya.

American Airlines memang memiliki kerja sama dengan beberapa maskapai di kawasan Pasifik seperti Japan Airlines, namun minimnya keterhubungan langsung dengan maskapai Kanada membatasi fleksibilitas dan daya saing tarif di rute-rute penting lintas Amerika Utara.

Akuisisi ini juga terjadi dalam konteks yang lebih luas. Menurut laporan Business Insider, hubungan Kanada-AS saat ini sedang mengalami ketegangan karena berbagai kebijakan perdagangan dan imigrasi AS yang dianggap kurang bersahabat terhadap negara-negara sekutu. Sebuah survei pada awal tahun ini menunjukkan bahwa sekitar 40% warga Kanada menyatakan keengganannya untuk bepergian ke AS karena kebijakan politik yang tidak populer, termasuk pembatasan visa dan peraturan bea masuk baru.

Sebaliknya, maskapai seperti WestJet perlu menjaga persepsi publik domestik agar tidak dianggap “menjual diri” ke perusahaan asing. Oleh karena itu, konfigurasi akuisisi ini—di mana Onex tetap sebagai pengendali mayoritas—merupakan kompromi yang cerdas secara politik dan bisnis.

Dari sisi Korean Air, partisipasi mereka mencerminkan langkah berani memperluas pengaruh ke pasar Amerika Utara, di saat hubungan antara Korea Selatan dan Kanada terus membaik dalam hal perdagangan bebas dan kerja sama teknologi.

Pasar menyambut positif berita akuisisi ini. Saham Delta mengalami sedikit kenaikan setelah pengumuman, menandakan kepercayaan investor terhadap strategi jangka panjang perusahaan. Korean Air, yang sahamnya diperdagangkan di bursa Seoul, juga mencatat kenaikan volume perdagangan signifikan pada hari pengumuman.

Para analis menilai bahwa integrasi jaringan WestJet dengan Delta dan Korean Air dapat menghasilkan efisiensi signifikan dalam pengelolaan rute, pembelian bahan bakar, dan perawatan pesawat. Di sisi lain, tantangan utama adalah mengatasi kompleksitas regulasi lintas negara dan perbedaan sistem operasional masing-masing maskapai.

Dalam jangka panjang, langkah ini berpotensi memicu gelombang konsolidasi baru dalam industri penerbangan. Maskapai-maskapai besar yang belum memiliki mitra strategis di kawasan tertentu bisa terdorong untuk segera menjalin aliansi serupa agar tidak tertinggal.

Aksi korporasi Delta dan Korean Air dalam membeli saham WestJet bukan sekadar langkah bisnis biasa. Ini adalah contoh bagaimana maskapai global menciptakan momentum di tengah ketidakpastian ekonomi dan ketegangan politik. Aliansi strategis lintas benua ini menunjukkan bahwa dalam industri penerbangan, kekuatan bukan hanya soal jumlah pesawat atau rute yang dimiliki, tetapi tentang sejauh mana konektivitas bisa dibentuk melalui kemitraan cerdas dan investasi berani.

Bagi Delta dan Korean Air, ini adalah peluang untuk memperluas pengaruh dan mengamankan akses ke pasar yang selama ini dikendalikan oleh rival seperti Air Canada dan United Airlines. Sementara itu, bagi WestJet, ini adalah kesempatan untuk naik kelas sebagai pemain global tanpa kehilangan akar nasionalnya.

Melalaui transaksi ini yang akan menjadi perhatian adalah bagaimana integrasi jaringan ini akan dijalankan secara praktis—mulai dari penyelarasan jadwal penerbangan, program frequent flyer, hingga pembagian pendapatan. Jika berhasil, kemitraan Delta–Korean Air–WestJet bisa menjadi cetak biru baru bagi model kolaborasi maskapai global abad ke-21.