(Business Lounge – Human Resources) Dua tahun lalu, prompt engineering diprediksi akan menjadi salah satu profesi paling bergengsi di dunia teknologi. Dengan janji gaji fantastis hingga 200.000 dolar AS per tahun, profesi ini menarik perhatian banyak kalangan, dari perusahaan rintisan teknologi hingga korporasi besar. Mereka menginginkan ahli yang mampu berbisik kepada mesin—merancang kalimat sempurna agar kecerdasan buatan (AI) merespons dengan hasil terbaik.
Namun, hanya dalam waktu singkat, profesi ini sudah dianggap usang. Di tengah perkembangan pesat AI generatif dan meningkatnya kecanggihan LLM, kebutuhan akan prompt engineer mulai menghilang. Perusahaan-perusahaan kini lebih memilih melatih seluruh karyawannya dalam keterampilan dasar interaksi dengan AI, daripada mengandalkan satu atau dua spesialis.
Fenomena ini bukan sekadar tren sesaat. Ia mencerminkan perubahan mendalam dalam cara manusia berhubungan dengan teknologi, sekaligus menandai bagaimana profesi berbasis AI akan terus mengalami transformasi cepat dalam beberapa tahun ke depan.
Euforia Prompt Engineering
Ledakan minat terhadap prompt engineering bermula pada akhir 2022, saat OpenAI meluncurkan ChatGPT dan memperkenalkan dunia pada kekuatan LLM. Dalam hitungan bulan, organisasi dari berbagai sektor menyadari bahwa performa model AI sangat bergantung pada seberapa baik pengguna memberi instruksi.
Dalam laporan yang diterbitkan oleh Bloomberg pada pertengahan 2023, sejumlah perusahaan konsultan bahkan mulai menawarkan kursus pelatihan prompt engineering dengan harga tinggi, sementara iklan pekerjaan yang menuntut keahlian ini mulai bermunculan di platform seperti LinkedIn dan Indeed.
Banyak orang yang melihatnya sebagai kesempatan emas. Dengan keahlian yang tepat, seseorang bisa mengubah kalimat sederhana menjadi senjata produktivitas, riset, bahkan inovasi bisnis. Wajar bila pada masa itu, prompt engineer disebut sebagai “pawang AI” yang mampu menjinakkan model untuk menghasilkan jawaban sesuai kebutuhan manusia.
Lebih cepat dari prediksi
Namun seiring waktu, model AI berkembang dengan sangat cepat. Menurut Jared Spataro, Chief Marketing Officer untuk AI at Work di Microsoft, model terbaru kini jauh lebih intuitif, iteratif, dan kontekstual. Mereka tidak hanya menunggu instruksi sempurna, tetapi juga mampu mengajukan pertanyaan klarifikasi jika maksud pengguna tidak jelas.
Dalam wawancara yang dikutip The Wall Street Journal, Spataro menegaskan bahwa “Anda tidak lagi perlu membuat prompt sempurna. Model AI kini bisa memahami dan membantu memperbaiki ketidakjelasan itu sendiri.”
Contohnya, agen riset berbasis AI Microsoft kini bisa bertanya kembali, memberikan opsi klarifikasi, bahkan mengonfirmasi hasil sebelum menyimpulkan. Perkembangan ini membuat kebutuhan akan spesialis yang hanya berfokus merancang prompt makin berkurang.
Hasil survei Microsoft terhadap 31.000 pekerja di 31 negara semakin mempertegas tren ini. Dalam daftar posisi baru yang sedang dipertimbangkan perusahaan untuk 12 hingga 18 bulan ke depan, prompt engineering berada hampir di posisi paling bawah. Sementara itu, posisi seperti AI trainer, AI data specialist, dan AI security specialist menempati urutan teratas.
Mengubah strategi
Bukan hanya evolusi teknologinya yang membuat prompt engineering kehilangan daya tarik. Dunia korporasi pun mulai menyadari bahwa keterampilan membuat prompt efektif adalah sesuatu yang bisa diajarkan kepada semua karyawan, bukan monopoli satu profesi.
Beberapa perusahaan besar seperti Nationwide, Carhartt, dan New York Life mengonfirmasi bahwa mereka tidak pernah secara resmi merekrut prompt engineer. Sebaliknya, mereka meluncurkan program pelatihan AI internal. Di Nationwide, misalnya, keterampilan prompt engineering menjadi bagian dari kurikulum pelatihan yang ditawarkan kepada semua karyawan, termasuk staf di divisi keuangan, hukum, dan sumber daya manusia.
“Ini adalah kemampuan dalam sebuah jabatan, bukan jabatan itu sendiri,” kata Jim Fowler, Chief Technology Officer Nationwide.
Di tengah ketidakpastian ekonomi dan tekanan anggaran, pendekatan ini terasa lebih masuk akal. Ketimbang membuka posisi baru yang spesifik dan membebani anggaran, perusahaan memilih memperkuat kapasitas karyawan yang sudah ada.
Pekerjaan baru dalam Ekosistem AI
Meskipun profesi prompt engineering meredup, ekosistem karier di bidang AI tetap berkembang. Peran-peran baru yang kini naik daun antara lain:
-
AI Trainer: Melatih model untuk memahami konteks, memperhalus respons, dan meningkatkan kualitas interaksi manusia-AI.
-
AI Data Specialist: Menyiapkan, membersihkan, dan mengelola data yang digunakan untuk melatih model, memastikan akurasi dan bias minimal.
-
AI Security Specialist: Melindungi sistem AI dari serangan manipulasi, penyalahgunaan data, hingga kebocoran model.
Seperti dilaporkan Financial Times, perusahaan kini lebih fokus membangun sistem pendukung AI yang aman, akurat, dan bertanggung jawab, daripada sekadar mengoptimalkan kualitas output lewat teknik prompting.
Hal ini juga didukung oleh data pencarian kerja. Menurut Indeed, pencarian untuk prompt engineer melonjak drastis setelah peluncuran ChatGPT pada akhir 2022, tetapi kemudian anjlok dan stabil di level rendah mulai pertengahan 2023. Tren ini menunjukkan bahwa minat masyarakat terhadap profesi tersebut tidak diimbangi dengan kebutuhan nyata dari dunia industri.
Pelajaran untuk masa depan dunia kerja
Kisah jatuh-bangunnya prompt engineering menawarkan pelajaran penting tentang dunia kerja masa depan, keahlian berbasis teknologi akan mengalami siklus hidup yang makin pendek.
Apa yang tampak sebagai “pekerjaan masa depan” hari ini bisa dengan cepat menjadi usang karena dua faktor utama: percepatan inovasi dan perubahan kebutuhan industri.
Dalam kasus prompt engineering, teknologi berkembang melebihi kebutuhan akan spesialisnya. Keahlian tersebut bergeser dari sesuatu yang eksklusif menjadi kemampuan umum yang wajib dimiliki banyak orang, serupa dengan keterampilan dasar komputer atau penggunaan email di masa lalu.
Dalam artikel opini yang diterbitkan Harvard Business Review, para pakar menyarankan bahwa pekerja masa depan perlu berfokus pada meta-skills — kemampuan seperti berpikir kritis, adaptasi, kolaborasi lintas disiplin, dan literasi teknologi — yang akan tetap relevan meskipun teknologi spesifik berubah.
Menatap masa depan AI dan dunia kerja
Dalam beberapa tahun ke depan, dunia diprediksi akan terus melihat lahirnya profesi-profesi baru berbasis AI. Tetapi pengalaman dengan prompt engineering mengingatkan bahwa tidak semua pekerjaan baru akan bertahan lama.
Seiring AI menjadi semakin otonom, kolaboratif, dan adaptif, tantangan utamanya bukan lagi mengajarkan manusia bagaimana berbicara kepada mesin, tetapi bagaimana bekerja berdampingan dengan mereka — membangun kepercayaan, mengelola risiko, dan mengoptimalkan potensi kolektif.
Bagi para profesional muda, ini berarti bahwa berinvestasi dalam pemahaman dasar tentang AI, etika data, keamanan siber, serta kemampuan berpikir sistemik akan jauh lebih berharga daripada mengejar tren jangka pendek.
Pada akhirnya, di tengah dunia yang terus berubah, satu keterampilan akan tetap relevan: kemampuan untuk belajar, beradaptasi, dan membayangkan masa depan — bahkan ketika masa depan itu datang lebih cepat dari yang kita kira.