Microsoft dan EU Data Boundary: Geopolitik Data dan Masa Depan Kedaulatan Eropa

(Business Lounge Journal – Global News)

Microsoft telah menyelesaikan proyek “Batas Data Uni Eropa” (EU Data Boundary), sebuah inisiatif yang dirancang untuk mengatasi kekhawatiran tentang privasi data dan kedaulatan digital di kalangan pelanggan Eropa. Proyek ini memungkinkan data pelanggan untuk disimpan dan diproses di dalam wilayah Uni Eropa (EU) dan Asosiasi Perdagangan Bebas Eropa (EFTA).

Microsoft mengklaim telah menginvestasikan lebih dari 20 miliar dolar AS dalam infrastruktur cloud dan kecerdasan buatan (AI) di seluruh Eropa, serta menerapkan kontrol yang lebih ketat atas lokasi penyimpanan data pelanggan Microsoft 365. Selain itu, mereka juga meluncurkan “Microsoft Cloud for Sovereignty”, yang dirancang untuk memenuhi kebutuhan pelanggan sektor publik yang memiliki persyaratan kedaulatan data yang lebih ketat.

Meskipun langkah-langkah ini menunjukkan komitmen Microsoft terhadap pasar Eropa, beberapa analis dan perusahaan cloud Eropa tetap menyuarakan kekhawatiran tentang ketergantungan pada perusahaan Amerika Serikat. Kekhawatiran ini berakar pada beberapa faktor:

  • Cloud Act AS: Undang-undang ini memungkinkan pemerintah AS untuk mengakses data yang disimpan oleh perusahaan AS, bahkan jika data tersebut berada di luar wilayah AS. Hal ini menimbulkan kekhawatiran tentang potensi akses data oleh pemerintah AS tanpa sepengetahuan atau persetujuan pelanggan Eropa.
  • Potensi Pemutusan Layanan: Ada kekhawatiran tentang kemungkinan pemerintah AS memerintahkan perusahaan AS untuk memutus layanan di Eropa, misalnya dalam konteks konflik geopolitik.
  • Kepemilikan Infrastruktur: Meskipun data disimpan di Eropa, infrastruktur cloud tetap dimiliki dan dioperasikan oleh Microsoft, yang berarti mereka masih tunduk pada hukum AS.
  • Definisi Kedaulatan Data – Ada perbedaan pendapat tentang apa yang dimaksud dengan kedaulatan data. Beberapa pihak berpendapat bahwa kedaulatan data yang sebenarnya hanya dapat dicapai jika data hanya tunduk pada hukum negara tempat data tersebut diproses.

Sejak tahun lalu hal ini memang telah menjadi pembahasan. Salah satunya mengenai konsep “data embassies” yang muncul sebagai solusi alternatif. “Data embassies” adalah pusat data yang memiliki status diplomatik, memberikan kedaulatan digital kepada negara-negara yang menyimpannya. Estonia dan Monako telah mengadopsi konsep ini, dan negara-negara lain seperti India dan negara-negara Kepulauan Pasifik sedang mempertimbangkannya. Baik “Batas Data Uni Eropa” maupun “data embassies” bertujuan untuk memberikan kontrol lebih besar kepada negara dan pelanggan atas data mereka.

Baik konsep EU Data Boundary dan Data embassies, keduanya berusaha mengurangi risiko ketergantungan pada penyedia layanan asing, tetapi dengan pendekatan yang berbeda. Data embassies menciptakan “kantong kedaulatan” digital, sementara EU Data Boundary membatasi lokasi pemrosesan data. Potensi “vendor lock-in” menjadi perhatian dalam kedua kasus.

Perusahaan cloud Eropa seperti OVHcloud menekankan pentingnya kedaulatan data dan kebebasan bagi pelanggan untuk memilih tingkat perlindungan data yang sesuai dengan kebutuhan mereka. Para ahli juga menyerukan investasi lebih lanjut dalam infrastruktur cloud Eropa yang independen dan pengembangan alternatif sumber terbuka (open source) yang berdaulat.

Kekhawatiran juga muncul tentang potensi perang dagang digital antara AS dan Eropa, yang dapat berdampak negatif pada inovasi dan harga bagi pelanggan.

Meskipun “Batas Data Uni Eropa” Microsoft merupakan langkah positif, masih ada tantangan yang perlu diatasi untuk mencapai kedaulatan data yang sebenarnya di Eropa. Hal ini membutuhkan investasi berkelanjutan dalam infrastruktur cloud Eropa, pengembangan alternatif yang lebih independen, dan dialog yang konstruktif antara pemangku kepentingan di kedua sisi Atlantik.