(Business Lounge Journal – Entrepreneurship)
Quibi, kependekan dari “Quick Bites,” adalah layanan streaming video yang diluncurkan pada April 2020 oleh Jeffrey Katzenberg, mantan eksekutif Disney, dan Meg Whitman, mantan CEO eBay dan HP. Platform ini dirancang untuk menyajikan konten video pendek yang berdurasi antara 5 hingga 10 menit, khusus untuk konsumsi di perangkat seluler. Quibi menerima pendanaan besar, lebih dari $1,7 miliar dari investor seperti Disney, NBCUniversal, dan WarnerMedia, dengan ambisi untuk mendominasi pasar konten digital.
Konsep Quibi adalah menawarkan hiburan berkualitas tinggi, dengan produksi sekelas Hollywood, yang dapat dinikmati dalam waktu singkat. Aplikasi ini memperkenalkan fitur-fitur inovatif seperti “Turnstile,” yang memungkinkan pengguna mengubah orientasi layar tanpa memengaruhi kualitas video. Dengan barisan selebriti terkenal seperti Chrissy Teigen, Idris Elba, dan Sophie Turner, serta sutradara kawakan seperti Steven Spielberg, Quibi memiliki elemen-elemen yang menjanjikan untuk sukses.
Namun, kurang dari enam bulan setelah peluncurannya, Quibi menghadapi realitas pahit. Pada Oktober 2020, layanan ini resmi tutup. Apa yang salah?
Penyebab Kegagalan Quibi
- Peluncuran di waktu yang salah Quibi diluncurkan pada April 2020, tepat saat pandemi COVID-19 memuncak. Konsep utamanya, konsumsi konten dalam waktu singkat di perangkat seluler, dirancang untuk pengguna yang sering bepergian atau menghabiskan waktu dalam perjalanan. Namun, pandemi memaksa orang bekerja dan belajar dari rumah, sehingga kebutuhan untuk menonton “di sela-sela waktu” hampir tidak relevan. Orang lebih memilih untuk menikmati konten panjang di televisi mereka melalui platform seperti Netflix, Disney+, dan YouTube.
- Model bisnis yang tidak menarik Quibi menerapkan model berlangganan dengan biaya $4,99 per bulan untuk akses dengan iklan dan $7,99 per bulan untuk akses tanpa iklan. Namun, di tengah banyaknya platform gratis seperti TikTok, YouTube, dan Instagram, sulit bagi Quibi untuk membujuk pengguna agar membayar, terutama ketika kontennya eksklusif dan tidak bisa dibagikan ke media sosial.
- Kurangnya konten yang menonjol walaupun melibatkan bintang besar, konten Quibi sebagian besar tidak memiliki daya tarik yang cukup untuk menciptakan pembicaraan luas di kalangan audiens. Tidak ada serial yang menjadi viral atau cukup mengguncang pasar untuk menarik massa ke platform tersebut.
- Kegagalan memahami audiens Quibi dirancang untuk generasi muda yang sering mengonsumsi konten video singkat. Namun, platform ini memilih pendekatan produksi ala Hollywood yang mahal, bukan konten organik atau relatable yang biasanya populer di kalangan pengguna media sosial seperti TikTok. Ada kesenjangan besar antara apa yang ditawarkan Quibi dan apa yang sebenarnya diinginkan target audiensnya.
- Masalah pemasaran strategi pemasaran Quibi terkesan tidak efektif. Walaupun mereka menghabiskan ratusan juta dolar untuk iklan, promosi ini gagal menyampaikan nilai unik Quibi dengan jelas. Banyak konsumen merasa kebingungan mengenai apa sebenarnya keunggulan Quibi dibandingkan kompetitornya.
- Kompetisi yang ketat Quibi masuk ke pasar yang sudah penuh sesak dengan platform streaming seperti Netflix, Hulu, Disney+, TikTok, dan YouTube. Platform-platform ini sudah memiliki basis pengguna yang kuat dan terus menawarkan inovasi untuk menarik perhatian pengguna.
Pelajaran dari Kegagalan Quibi
Produk yang hebat tidak akan berhasil tanpa pemahaman mendalam tentang kebutuhan dan perilaku audiens. Quibi gagal membaca dinamika pasar, terutama dalam memahami bagaimana kebiasaan menonton berubah selama pandemi. Selain itu, peluncuran di tengah pandemi membutuhkan adaptasi cepat terhadap kondisi baru. Quibi tetap bertahan dengan strategi awal mereka tanpa beradaptasi dengan situasi yang memaksa perubahan cara konsumsi media.
Sebuah produk baru harus memiliki nilai jual yang jelas dan mudah dimengerti oleh konsumen. Quibi gagal membedakan dirinya secara efektif dari pesaingnya, sehingga konsumen tidak merasa ada alasan kuat untuk mencobanya. Meskipun memiliki investasi yang besar, eksekusi adalah segalanya. Quibi menunjukkan bahwa dana besar bukan jaminan kesuksesan jika tidak didukung dengan strategi yang solid.
Quibi juga membatasi pengguna hanya untuk menonton konten di perangkat seluler. Ini menjadi kekurangan besar, terutama ketika konsumen mulai lebih sering menggunakan layar besar selama pandemi. Memberikan fleksibilitas pengalaman menonton adalah hal yang penting. Dengan semua pelajaran ini, Quibi menjadi pengingat bahwa bahkan ide terbaik membutuhkan eksekusi yang tepat untuk mencapai kesuksesan.
Kegagalan Quibi adalah pelajaran berharga bagi perusahaan teknologi, media, dan startup lainnya. Produk yang inovatif tidak cukup hanya didukung dana besar dan nama besar. Penting untuk memahami audiens, menyesuaikan diri dengan perubahan kondisi pasar, dan menciptakan nilai yang nyata bagi konsumen. Meski gagal, kisah Quibi dapat menjadi pengingat bahwa bahkan ide terbaik membutuhkan eksekusi yang tepat untuk mencapai kesuksesan.