Dua Strategi Penting Dilakukan Pemimpin untuk Mempertahankan Karyawannya

(Business Lounge Journal – Human Resources)

Kita sudah membahas beberapa strategi yang dapat kita terapkan untuk mempertahankan karyawan. (Baca: Strategi Mempertahankan Karyawan Anda)

Hal ini tentu saja akan berkaitan erat dengan terbangunnya loyalitas karyawan pada perusahaan. Sebab karyawan yang mendapatkan kepuasan tentu saja akan semakin engage dengan perusahaan tempat ia bekerja. Hal ini tentu saja akan dipengaruhi oleh keputusan demi keputusan dari pemimpin.

Beberapa lembaga SDM membuat riset dan menemukan bahwa:

  • Sejumlah 60% pemimpin SDM mengatakan bahwa “efektivitas pemimpin dan manajer” akan menjadi prioritas pertama bagi mereka di tahun 2023 ini. (Gartner)
  • Jika karyawan engaged oleh karena pemimpin yang mereka percayai, maka itu akan berdampak pada kenaikan upah mereka bahkan hingga lebih dari 20% (Gallup)
  • Bos yang hebat akan dapat meningkatkan kualitas kehidupan karyawan di luar pekerjaan mereka. (Catalyst)
  • Sebuah organisasi dengan pemimpin tertinggi yang mendapatkan kepercayaan karyawan akan mendorong lebih banyak engagement. Lalu perusahaan dengan karyawan yang paling engage akan unggul dalam banyak hal, seperti dalam revenue, produktivitas, atau kepuasan pelanggan. Demikian juga sebaliknya.

Lalu, mengapa pemimpin begitu penting untuk kesuksesan sebuah bisnis? Karena para pemimpin di seluruh organisasi, dari C-suite hingga manajer lini depan, baik langsung maupun tidak langsung memengaruhi engagement karyawan pada perusahaan.

Fungsi Pemimpin

Pada tahun 2022, Flexjob membuat sebuah survei dan menghasilkan bahwa 40% karyawan mempertimbangkan untuk berhenti dari pekerjaan. Sejumlah 62% di antaranya memberikan alasan “toxic company culture”. Ini merupakan alasan utama mengapa karyawan berhenti. Alasan lainnya adalah gaji yang rendah, manajemen yang buruk, dan kekurangan keseimbangan kehidupan kerja yang sehat. Alasan-alasan ini memiliki kesamaan: yaitu semuanya dipicu adanya dampak yang ditimbulkan dari pemimpin yang berada di atas.

Namun Boston Consulting Group (BCG) menyimpulkan bagaimana pasar tenaga kerja pada akhirnya akan stabil, dan resesi dapat meredakan pasar kerja untuk jangka pendek. Namun permasalahan yang akan timbul adalah kurangnya talent. BCG memprediksi bahwa pada tahun 2030, akan ada lebih banyak pekerjaan daripada pekerja. Maka yang dianggap menjadi penyebabnya adalah adanya ketidaksesuaian antara tingkat kesuburan yang rendah pada beberapa dekade ini, angka baby boomer terbanyak yang memasuki masa pensiun, dan angka imigrasi rendah secara historis.

Itulah sebabnya fungsi pemimpin pun menjadi lebih penting dari sebelumnya. Organisasi dengan pemimpin yang bijak menjadi unsur paling efektif untuk menciptakan level employee engagement yang lebih tinggi dan menekan angka turnover, angka retensi yang lebih tinggi, dan budaya perusahaan yang lebih sehat.

Coaching sebagai Strategi

Salah satu cara yang dapat dipraktekkan sebagai bagian dari gaya kepemimpinannya adalah dengan melakukan coaching. Coaching itu bukanlah suatu ajang untuk mencari kelemahan atau kekurangan lalu berhenti hanya sampai di sana. Melainkan pendekatan coaching akan menolong para pemimpin untuk dapat membantu karyawannya untuk menyatukan antara aspirasi pribadi mereka sendiri dan kebutuhan organisasi. Coaching yang efektif pun akan membantu pekerja menemukan dan menyempurnakan kelebihan mereka dan mengatasi ketidaktahuan dan apa yang menjadi kelemahan mereka.

Lalu mengapa coaching menjadi sesuatu yang penting? Coaching akan menimbulkan engagement dan accountability. Ketika karyawan belajar dan semakin berkembang, maka tanggung jawab pekerjaan sehari-hari mereka terasa seperti sebuah jalan menuju masa depan yang cerah dan bukan jalan buntu.

Sebagai hasil riset yang dilakukan TLNT maka sejumlah 60% karyawan dalam organisasi dengan tingkat budaya coaching yang kuat menilai diri mereka sendiri sebagai “highly engaged” vs. 48% “highly engaged” pada organisasi yang tidak mendukung coaching. Riset lainnya yang dilakukan LinkedIn Workplace Learning Report, maka sejumlah 94% mengatakan mereka akan bekerja lebih lama pada perusahaan yang menyediakan career development.

Ketika para pemimpin menerapkan coaching dalam kepemimpinannya, maka karyawan diyakini akan memiliki kesempatan besar untuk mengalami perbaikan terus-menerus sehingga kinerja pun akan semakin optimal sehingga tujuan organisasi pun terpenuhi. Hal ini jelas akan menjadi sebuah strategi untuk melakukan retensi terutama kepada para talent terbaik. Para pemimpin akan dapat mengenali secara tepat potensi para talent dan dengan tepat pula dapat memberikan penghargaan yang sesuai.

Kita akan membahas bagaimana dapat melakukan coaching yang efektif pada artikel selanjutnya.

Kepastian Career Path

Saya pernah bertemu dengan seorang pemimpin yang enggan melepas anak buahnya untuk mendapatkan promosi ke level yang lebih tinggi pada departmen yang lain. Alasannya? Si pemimpin enggan untuk mengajari “orang baru” yang akan menjadi pengganti karyawan tersebut. Sebuah alasan yang sangat tidak  bijak. Sehingga wajar saja jika di kemudian hari, si pemimpin akan kehilangan anak buahnya. Karena mereka tentu saja ingin berkembang.

Karena itu, sebuah investasi yang harus Anda keluarkan dengan membuat career paths, tentu saja tidak terelakkan. Ini akan berdampak menciptakan para karyawan yang engage kepada perusahaan.

Dapat dikatakan, ketika pandemi berakhir dan semua kembali berkarir, maka career paths menjadi terasa lebih penting dari sebelumnya.

Begitu banyak karyawan mengharapkan perkembangan di dalam karirnya. Apalagi saat ini semakin terbuka bidang pekerjaan yang lebih flexible. Menurut data NCCI, pada surveinya di tahun 2018, hanya 6% karyawan yang menjadi responden yang teridentifikasi bekerja dari rumah; sedangkan pada Mei 2020, lebih dari sepertiga telah memilih untuk bekerja secara remote.

Jika kita pikirkan, siapa sih di tahun 2018 yang bisa membayangkan bagaimana seorang pekerja grosir atau usaha makanan cepat saji menjadi begitu sangat penting bagi perekonomian kita sekarang ini? Sehingga untuk saat ini, bekerja di belakang meja bukanlah satu-satunya pilihan. Apa yang disebut dengan “bekerja” tidak lagi merupakan Senin hingga Jumat, jam 8 hingga jam 5, atau duduk di belakang meja.

Apa yang menjadi konotasi dan harapan dari kata “bekerja” telah berubah. Semua mengharapkan sesuatu yang lebih baik, lebih sesuai, lebih sejalan. Banyak yang tidak lagi mempertahankan pekerjaan yang statis.

Tambahkan Keterampilan

Push beyond pay. Kompensasi itu memang suatu hal yang penting dalam melakukan retensi. Namun perlu diperhatikan bahwa itu bukanlah satu-satunya. Terbukti dari pembahasan di atas dari LinkedIn Workplace Learning Report bahwa 94% karyawan dalam risetnya mengatakan bahwa mereka akan bertahan bukan karena kompensasi tetapi bila mereka memperoleh kesempatan untu mengembangkan karir mereka.

Karena itu doronglah karyawan Anda untuk memiliki sesuatu yang lebih dari sekedar pekerjaan sehari-hari yang mendapatkan gaji.

Sebagaimana pandemi telah menunjukkan kepada para pekerja betapa cepatnya perubahan dapat terjadi maka banyak orang saat ini memperlengkapi dirinya dengan berbagai keterampilan. Mereka akan merasa lebih aman dan lebih siap untuk sebuah masa depan yang tidak pasti.

Beware assumptions. Jika seorang pemimpin tidak pernah berbicara tentang pengembangan karir dari setiap karyawan yang ada pada kelompoknya, maka ini jelas akan memancing timbulnya asumsi sendiri. Belum lagi pergunjingan dan gosip yang cepat sekali merebak. Apalagi ketika asumsi mereka tidak menjadi kenyataan, misalnya “Wah, saya sudah di sini 6 bulan, kok saya tidak melihat adanya career path yang jelas di depan saya. Bagaimana ini?” Maka bersiaplah bahwa Anda dapat segera menghadapi kemungkinan terburuk, yaitu Anda akan kehilangan anggota tim Anda. Hal ini akan menjadi sebuah hal yang buruk dan bahkan merusak budaya perusahaan.

Karena itu, adalah lebih baik jika Anda sebagai seorang pemimpin, dengan terang menjelaskan apa yang ada di hadapan dari setiap karyawan Anda. Hal ini akan memberikan kepastian bagi mereka.