(Business Lounge Journal – Interview Session)
Mulyono Xu, pendiri sekaligus CEO Desty telah mulai bermimpi untuk mendirikan sebuah merchant platform yang dapat membantu para pemilik toko online sejak 8 tahun yang lalu.
Ia tahu bahwa tidak mudah bila seorang pedagang online memiliki toko di beberapa platform. Sebab ia harus mengkordinasikan berapa jumlah item yang tersisa baik di Tokopedia, Shopee, atau di platform lainnya. Belum lagi jika harus membalas pesan yang masuk melalui whatsapp, line, atau telegram. Karena itu, bermimpi mendirikan satu destinasi bagi seluruh penjual online untuk me-manage semua toko online-nya, Mulyono pun mendirikan Desty, yang berasal dari kata destination.
Sehingga para pemilik toko online hanya perlu mengakses Desty untuk mendapatkan tools, service, dan aplikasi pada satu tempat.
Mulyono memang memiliki pengalaman bekerja di Alibaba dan pernah menjabat sebagai Country Manager Ali Express untuk Indonesia. Sedangkan Bill, co founder-nya juga pernah menjabat sebagai Country Manager Ali Express untuk Brasil. Itulah sebabnya mereka berdua sangat familiar dengan dunia ecommerce.
Mulai saat pandemi
Desty didirikan pada akhir tahun 2020. Walaupun Mulyono dan Bill telah merancangkannya selama bertahun-tahun, tetapi pandemi justru menghantarkan mereka kepada moment yang tepat.
“Sebelum pandemi, di Indonesia orang berjualan online hanya menjadi salah satu opsi. Namun setelah pandemi, berjualan online menjadi sebuah keharusan. Semua harus digital,” jelas Mulyono.
Jadi ada 2 hal yang dipaparkan oleh Mulyono terkait apa yang terjadi pada saat pandemi. Pertama, adanya awareness dari para pemilik toko online, bahwa mereka memang ingin berjualan. Kedua, bagaimana ekosistem berjualan online ini sudah terbentuk secara memadai. Termasuk sistem pembayaran yang semakin memadai. Kedua hal inilah yang mendukung pesatnya pertumbuhan ecommerce di Indonesia ketika pandemi merebak.
Tenaga coding di Tiongkok
Hingga hari ini Mulyono masih menggunakan tenaga coding di Tiongkok. Mengapa?
Dari awal, Mulyono telah menetapkan bahwa Desty adalah global local company. Tidak ada Batasan, walaupun dimulai dari Indonesia. Lagi pula ia tahu bahwa produk yang dikembangkannya tidak terbatas hanya untuk digunakan di Indonesia.
“Tech developer tidak harus dari Indonesia. Bill memulai duluan di Tiongkok sehingga mengunakan developer di sana. Sekarang setelah hampir 2 tahun, developer masih di sana tetapi sudah banyak engineer, QC, designer, product manager di Indonesia,” papar Mulyono. “Tidak ada batasan talent dari mana,” lanjutnya.
Dua tahun lagi, Mulyono berharap dapat berkembang ke Filipina, Malaysia, Singapura, dan akan mendapatkan juga talent–talent dari sana.
Perbandingan tech developer dua negara
Ada 3 perbedaan yang disebutkan Mulyono untuk membandingkan tech developer di kedua negara.
- Capability
“Bisa dapat yang bagus bisa dapat gak bagus. Problem-nya challenge di sini yang bagus jumlahnya gak banyak. Di sana setahun undergraduate paling tidak ada 500ribu orang,” Mulyono berupaya menggambarkan situasai yang ada.
- Ramai saling hijack
“Karena jumlah yang bagus gak banyak – startup industri sedang berkembang – jadi sangat susah retain talent. Talent yang bagus diganggu terus. Orang datang dan hijack 2 kali – 3 kali gaji,” terang Mulyono.
Ia mengatakan bahwa ia gembira jika talent yang dimilikinya dapat memiliki kesempatan yang lebih baik, namun hal itu tentu akan membuat ketidakstabilan pada internal mereka.
“Engineering talent yang ada di tempat yang lebih stabil dalam hal kualitas itu akan sangat menentukan. Di sana mendapatkan 20 java engineers bisa dilakukan hanya dalam seminggu,” ujar Mulyono. Ia tahu bahwa pengalamannya di Alibaba sedikit banyak memberikan pengaruh. Namun bila itu dilakukan di Indonesia, tentu tidak mudah.
“Belum lagi apa yang saat ini sedang dikerjakan Desty telah ada di sana, sehingga rata-rata engineer sudah tahu apa yang sedang mereka lakukan. Di sini tidak mudah, karena belum ada,” banding Mulyono.
Ketika ditanyakan apa yang menjadi kendala terbesar sampai hari ini, maka Mulyono menjawab, “Cukup menyakitkan. Memang happy, tapi menyakitkan. Good performer, gak bisa lanjut lagi, jadi harus cari yang baru yang belum tentu perfomer-nya sama.”
- Startup culture
Startup ecommerce bukanlah hal yang baru di Tiongkok sehingga mendirikan sebuah startup seperti Desty akan terasa lebih mudah bila dimulai di sana. “Budaya startup di sana sudah cukup mature. Mereka punya rasa kepemilikan yang kuat pada perusahaanya. Level mereka deep berbeda dengan teman-teman di sini yang menganggap ini adalah another job,” terang Mulyono.
Ketiga hal inilah yang membuat Desty memiliki lumayan banyak engineers di sana.
One Team, One Goal, One Dream
Hal yang sama ingin Mulyono terapkan di desty, itulah sebabnya saat pertama kali pegawai on boarding di Desty, hal pertama yang selalu dikatakan Mulyono bahwa mereka harus mengerti apa yang sedang Mulyono dan tim bangun. Mulyono sadar benar bahwa jika seorang anggota tim tidak merasa excited dengan apa yang sedang dibangun Desty, maka lebih baik berpikir kembali. Sebab mereka akan merasa capai ketika harus kerja extra. Sehingga akan timbul pertanyaan: kenapa gak besok aja sih? kenapa harus begitu sih?
Semua harus memiliki soul yang sama sesuai dengan internal soul yang dimiliki oleh Desty: One Team, One Goal, One Dream. Semua harus melihat satu picture yang sama. Sebab setiap orang memiliki picture yang berbeda-beda, sehingga caranya pun akan menjadi berbeda-beda.
Pendanaan
Hingga hari ini, Desty sudah mendapatkan 4 kali pendaanan dan berharap mendapatkan kembali pada tahun depan. apakah yang menjadi strategi bila startup ingin mendapatkan pendanaan? Mulyono yang juga memiliki pengalaman bekerja di Venture Capital memberikan sarannya:
- Kamu tahu apa yang kamu akan lakukan. Jangan hanya ingin menjadi startup founder. Harus ngerti apa yang dibangun, harus punya passion, dan komit. Bukan yang paling pinter yang akan berhasil atau yang punya resource, tetapi yang punya komitmen level paling tinggi.
- Skill. Mendapatkan pendanaan harus mengerti bisnis, dapat menceritakan bisnis yang sedang dibangun, kenapa bisnis itu penting dan juga excoting. Namun jangan lupa juga untuk memiliki core team untuk membangun bersama-sama. Para Venture Capital tidak akan membayar hanya karena sebuah mimpi.
3. Commit. Harus memiliki komitmen apa yang mau dilakukan setelah mengerti benar apa yang sedang dilakukan. Jangan hanya meniru apa yang sedang terjadi di tempat lain. Karena itu pasti membutuhkan waktu yang cukup untuk dapat mendiskusikannya. Sebagaimana Mulyono bersama dengan partnernya telah mendiskusikannya sejak paling tidak 7 tahun lalu.