(Business Lounge Journal – Human Resources)
Proses rekrutmen adalah sebuah proses yang tidak akan pernah ada habisnya dengan proses yang selalu berkembang dari waktu ke waktu seiring perkembangan zaman. Jika perusahaan Anda masih menganut cara-cara tradisional dan hingga kini enggan untuk mengalami perubahan, maka dapat dipastikan Anda tidak akan mendapatkan premium talent. Sebab kandidat yang memiliki kualitas cemerlang sudah tentu akan memiliki bargaining power yang lebih besar dan mereka cenderung dapat memilih perusahaan mana yang akan menjadi tempat mereka bekerja. Cara tradisional yang saya maksud di sini meliputi bagaimana proses rekrutmen ‘kuno’ yang masih dilakukan maupun anggapan bagaimana perusahaan menempatkan posisinya lebih memiliki ‘power’ atas kandidatnya.
Greenhouse, sebuah perusahaan teknologi dalam bidang rekrutmen baru saja merilis The Greenhouse Hiring Manager Report yang menyimpulkan bahwa sekitar 84% Recruitment Manager mengalami kelelahan karena keadaan pasar kerja yang sangat bersaing saat ini. Perusahaan yang berbasis di New York ini juga mengungkapkan bagaimana hampir tiga perempat (74%) perusahaan yang menjadi responden berencana untuk menaikkan standart gaji pada proses rekrutmen mereka oleh karena adanya tuntutan dari kandidat.
Survei ini dilakukan terhadap 1500 responden secara global yang terdiri dari 570 orang Recruitment Manager dan 930 Recruitment Executives pada c-level. Selain itu laporan ini juga menggambarkan bagaimana peningkatkan beban para recruitment manager meliputi:
- mencari talent yang tepat (41%)
- kandidat drop-off karena paket kompensasi yang bersaing (26%)
- proses perekrutan yang tidak terstruktur dan tidak efektif (16%)
Sedangkan tantangan terbesar yang dihadapi perusahaan mereka saat melakukan rekrutmen adalah:
- bagaimana dapat menampilkan brand perusahaan untuk lebih unggul dari pesaing (55%)
- merekrut talent untuk posisi dan pasar khusus (42%)
- membuat paket penawaran yang kompetitif atas gaji, tunjangan, dan bonus (35%)
Terbayangkan betapa rumitnya pekerjaan para tim rekrutmen ini? Benar-benar tidak dapat dianggap sepele.
Lalu bagaimana dari sisi pelamar atau pencari kerja? Greenhouse juga melakukan survei kepada 1,500 karyawan global dan pencari kerja pada bulan Februari dan berkesimpulan bahwa sejumlah 60% dari pencari kerja tidak terkesan dengan proses rekrutmen yang memakan waktu dan mereka lebih tertarik pada perusahaan yang memiliki sistem rekrutmen yang lebih modern. Poin utama yang mereka garis bawahi adalah berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk mereka mengisi aplikasi awal. Lamanya aplikasi awal merupakan faktor bagi 66% kandidat dalam menentukan apakah mereka akan melengkapinya untuk kemudian mengirimkannya. Sementara lebih dari 70% pencari kerja mengatakan mereka tidak akan mengajukan lamaran kerja jika membutuhkan waktu lebih dari 15 menit untuk menyelesaikan aplikasi awal. Terbayangkan bagaimana pada masa teknologi canggih seperti sekarang ini dan perusahaan tetap mempertahankan cara rekrutmen yang sangat manual dan “jadul” maka mereka pasti akan tersingkir dari kompetisi. Perusahaan haruslah dapat mengakomodir dan memberikan kenyamanan juga kepada para kandidat.
Selain itu, survei ini juga menyimpulkan bagaimana kandidat juga menuntut respons yang lebih cepat dari perekrut. Hampir 58% kandidat mengharapkan untuk mendengar kabar dari perusahaan dalam satu minggu atau kurang mengenai aplikasi awal mereka. Terlepas dari harapan ini, pada kenyataannya banyak perusahaan gagal untuk memenuhinya. Sedangkan lebih dari 75% pencari kerja menjadi di-ghosting setelah wawancara karena mereka tidak pernah mendengar kabar dari perusahaan lagi.
Kandidat saat ini tidak hanya menginginkan tanggapan cepat, mereka juga mencari interaksi yang berarti dan umpan balik yang dapat ditindaklanjuti dari perekrut. Lebih dari 70% pencari kerja mengatakan mereka menginginkan umpan balik dalam wawancara dan lebih dari 60% mengatakan bahwa bila mereka menerima umpan balik selama proses wawancara, bahkan jika umpan balik yang mereka terima berisi berita penolakan, maka dikemudian hari mereka akan tetap mau mengajukan aplikasi kembali pada perusahaan tersebut.
Hal lainnya yang terlihat sepele adalah bagaimana perusahaan dapat menciptakan pengalaman wawancara yang positif dan inklusif. Hampir 43% responden yang adalah pencari kerja mengatakan bahwa mereka mengalami pengucapan nama yang salah dalam wawancara kerja mereka. Melafalkan nama setiap kandidat dengan benar bukanlah hanya tata kesopanan secara umum, itu adalah perilaku penting untuk menunjukkan sebuah budaya kerja yang positif pada perusahaan pencari kerja.
Sehubungan dengan survei ini, CEO dan Co-founder Greenhouse, Daniel Chait mengungkapkan telah terjadi perubahan sikap para kandidat bagaimana mereka menjadi lebih selektif dan lebih vokal tentang apa yang mereka inginkan dari pemberi kerja. Chait juga mengatakan, “Sebelumnya pemberi kerja mengesampingkan kandidat untuk masalah sepele seperti kesalahan ejaan di resume mereka, sekarang kandidat dapat menolak ‘majikan’. Perusahaan yang terlalu lambat dalam merespons, ceroboh dengan cara mereka memperlakukan kandidat, atau yang tidak menunjukkan komitmen mereka pada DE&I (Diversity, equity and inclusion) akan kehilangan talent.”
Karena itu sangat penting untuk diperhatikan para pemberi kerja jika ingin menarik perhatian para talent saat ini, yaitu untuk membenahi proses perekrutan untuk lebih efisien dan terstruktur serta menciptakan suasana yang membuat setiap kandidat merasa dihargai dan dihormati.
Pict:<a href=’https://pngtree.com/so/recruitment’>recruitment png from pngtree.com/</a>