(Business Lounge Journal – Culture) Indonesia memang sungguh penuh pesona. Setiap tempat, memiliki kisah sendiri yang dapat diceritakan, demikian juga Desa Mancasan, yang berada di pinggiran kota Sukoharjo, Jawa Tengah. Desa tersebut, dijuluki “Desa Gitar” karena ratusan kepala keluarga bekerja sebagai pembuat gitar. Di sanalah, kisah tentang alat musik yang bersenar itu diceritakan dalam bentuk fotografi oleh Klaas Stoppels, fotografer asal Belanda.
Gemuruhnya suara mesin gergaji berpadu dengan suara amplas yang digosokkan para pengrajin ternyata telah menghasilkan keindahan petikan dawai sebuah gitar.
Uniknya, proses perakitan gitar tidak dibuat di satu tempat, melainkan tapan demi tahapan dilakukan di beberapa tempat sesuai dengan keahlian pengrajinnya. Sehingga jika Anda berkunjung ke sini, maka Anda akan menyaksikan bagaimana keramaian lalu lalang bagian-bagian gitar yang dibawa ke sana dan ke sini.
Namun, tidak serta merta desa ini menjadi sentra gitar, sebab pada awalnya pada tahun 1975, ketika beberapa orang penduduk mulai merintis usaha pembuatan gitar, setiap pengrajin akan membuat gitar mulai dari mencari bahan baku kayu, membuat gitar, hingga memasarkannya. Namun berjalannya waktu, para pengrajin pun memutuskan untuk me-manage bisnis ini secara bersama-sama dengan mengelompokkan pengrajin sesuai dengan keahliannya. Hal ini pun ternyata membuat pekerjaan mereka menjadi lebih efektif dan efisien.
Ada 3 tahapan yang harus dilalui dalam pembuatan gitar di Desa Mancasan. Tahap pertama adalah pembentukan badan gitar dari bahan baku yang sudah dipasok oleh produsen gitar, baik itu kayu mahoni, sengon, jati londo, atau waru. Badan gitar dapat dibuat dengan cara dipahat atau dipotong sesuai bentuk yang diinginkan. Tahap kedua adalah penghalusan gitar dengan cara diampelas. Ada jenis gitar yang langsung tersambung dengan gagang gitarnya, ada juga yang harus disambung terlebih dahulu. Tahap ketiga adalah finishing. Namun tidak semua gitar mengalami proses ketiga ini. Sebab beberapa gitar setengah jadi dapat dikirimkan kembali pada produsen gitar untuk menjalani proses pewarnaan dan pengaturan senar gitar. Ini dikerjakan oleh tenaga ahli yang dimiliki produsen sehingga kualitasnya terjamin.
Memang sungguh menarik “Desa Gitar” ini, sebab semua gitar diproduksi dengan tangan manusia. Ya, tidak dengan mesin pencetak, tetapi semuanya dilakukan dengan tangan, mulai dari pemotongan kayu, pengamplasan, dan proses lainnya sampai finishing.
Karena kelebihannya ini, Desa Mancasan pun menjadi desa wisata. Penataan lingkungan berbasis komunitas pun dilakukan di sini, sehingga tidak hanya mengrajin gitar tetapi juga beberapa komunitas diatur dengan sangat baik di sini. Tetapi tidak hanya gitar, para pengrajin ini pun dapat menghasilkan bas betot, biola, ukulele, bahkan gitar elektrik.
Desa Mancasan, desa yang penuh cerita. Ya, desa dengan kisah sebuah gitar dibentuk, dan proses pembentukannya dilakukan dengan tangan manusia. Tangan pemberian Yang Maha Kuasa, yang menciptakan sebuah alat musik, yang pada akhirnya akan menjadi pelengkap para musisi dalam mencari inspirasi.