The Interview – Mrs. Irene Tjahyadi, owner of Sumoboo

Sumoboo - Cover

(Business Lounge – Dominate the Market) SUMOBOO, sebuah restoran yang saat ini banyak dijadikan tempat nongkrong atau sekedar berbincang sambil menyantap makanan ringan. SUMOBOO menyajikan berbagai makanan penutup seperti es krim dan minuman dingin. Pengunjung berkesempatan untuk bereksperimen dengan mencampurkan es krim dengan toping pilihan seperti taro, bubble, kacang merah, mochi, puding, dan masih banyak lagi, yang dikombinasikan menjadi satu di dalam sebuah mangkok. (Baca: Sumoboo!). SUMOBOO juga menyediakan makanan ringan seperti ramen atau unagi donburi.

Restoran yang kini banyak digandrungi oleh anak-anak muda untuk saat ini hanya berada di Jakarta dan memiliki 5 outlet, yaitu Ruko Green Lake Sunter, Kota Kasablanka Mall, Taman Anggrek mall, Pantai Indah Kapuk, dan Central Park Mall.

Business Lounge, Vibiz Media Network berkesempatan untuk berbincang dengan Irene Tjahyadi, pemilik dari SUMOBOO ini.

??????????????????????

BL: Business LoungeIR: Irene 

BL: Bagaimana awal mula membuka SUMOBOO?
IR: Kami ke Jepang untuk melakukan research makanan yang sedang tren, kebetulan di Jepang sedang tren makanan Kakigori. Kami berpikir untuk membukanya di Pantai Indah Kapuk (PIK). Karena di Indonesia cuaca termasuk panas, masa sih people tidak suka makanan es yang dingin, kami pikir itu cocok jadi kita coba dan berhasil di sini.

BL: Jadi konsep pertama dari observation?
IR: Ya, kami melakukannya di Jepang sehubungan dengan passion kami untuk membuka dessert house. SUMOBOO adalah toko dessert yang ke-13 di PIK. Pertama itu ketika masa booming Bubble Tea, semua orang membuka bisnis bubble tea dan kemudian Hong Tang (Taiwanese dessert). Kami ingin sesuatu yang agak berbeda sehingga kami observasi ke Jepang dan menemukan banyak banget Kakigori dan kami rasa itu cocok untuk kita.

BL: Apakah penting mengerti tren?
IR: Saya rasa bukan masalah tren saja karena tren itu bisa lewat oleh waktu. Saya pikir itu experience, karena kami bergelut di bidang ini cukup lama dan merasakan juga jatuh bangun jadi kami belajar banyak dari pengalaman. Kami belajar dari pengalaman pertama membuka restaurant Indonesia, Warung Tekko dan saya menjadi manajer di warung Tekko. Tetapi selain saya menjadi manajer saya juga belajar dari restaurant ke restaurant sampai akhirnya ke Sumoboo. I think experience makes it all.

BL: Apa yang didapat dari semua pembelajaran yang sudah ada?
IR: Banyak orang langsung membuka restaurant, tetapi secara pribadi saya berpendapat hal yang penting untuk memiliki pengalaman kerja dengan orang. Dengan demikian kita belajar untuk humble (karena bisnis restoran itu: it’s about service, service to other people) sehingga penting untuk belajar untuk bekerja dulu. Kedua, secara pribadi saya juga berpendapat bahwa restoran itu bukan bisnis yang dapat dilakukan sendiri, perlu memiliki partner yang tepat dan di dukung tim yang tepat juga. Bagi saya restoran harus memiliki sekelompok orang yang bekerja sama dengan baik, barulah terbentuk sebuah restoran. Tetapi tidak menutup kemungkinan ada juga yang punya restoran sendiri tapi sukses. Tetapi kalau buat saya, harus ada tim yang tepat. Saya punya partner yang lumayan dan kami telah membagi timnya, ada finance, renovation, kami punya satu tim yang kuat.

BL: Bagaimana dengan struktur organisasinya?
IR: Hierarchy organisasinya harus jelas. Belajar dari pengalaman pada masa lalu mau langsung buka tidak ada hierarchy organisasi, maka kita meraba-raba sehingga terpikir kok kayaknya something wrong. Anything yang kami kerjakan, ya kami kerjakan semuanya, tapi akhirnya jadi “seceplok … seceplok”, sehingga sekarang hierarchy organisasi jelas si A mengerjakan A, si B mengerjakan B, jadi perkerjaanya jadi lebih mudah. Tapi tentu saja semuanya itu kembali lagi karena experience kita.

BL: Apakah itu penyakit entrepreneur? Bingung, mengerjakan semuanya sendiri, sehingga hanya menghasilkan sedikir-sedikit?
IR: Ya, saya rasa demikian. Padahal background-nya semua S1, S2, educated people. Tetapi ketika menjadi entrepreneur,  merasa sebagai yang menanamkan modal maka rasanya ingin mengerjakan semua padahal semua ada batasan-batasannya. Mungkin ada yang good at management, ada yang good di hukum, good di finance, tapi kita tidak breakdown.

BL: Apa yang SUMOBOO lakukan sehingga banyak orang langsung mengenal SUMOBOO?
IR: Jujur saya tidak punya kuncinya. Kami benar-benar baru menyediakan media promosi itu belakangan ini karena banyak competitor yang sangat kencang promosinya, sosial medianya, mereka undang artis, undang bloger, mereka masuk instagram yang follower-nya banyak, kami tidak pernah melakukan itu sama sekali. Jadi kalau dikatakan mengapa bisa ramai, bisa booming, ya saya cuma bisa katakan Word of Mouth. Kami tidak campur tangan di sosial media itu sendiri.

BL: Lalu apa strategi penjualan SUMOBOO?
IR: Kakigori itu sebenarnya es serut di Jepang. Jadi kami tidak patok harga mahal karena siapa yang membayar es serut, es cream dan pudding dengan mahal? Menurut saya harga kami lumayan reasonable. Tentunya kami membentuk shape kakigori ini takes time.

BL: Lalu apakah kesuksesan SUMOBOO karena harga dan bentuknya yang lucu?
IR: Mungkin ini yang pertama kali yang membentuk shape yang lucu-lucu. Jadi mungkin orang suka itu, suka memfotonya, taruh di sosial media dan menyebabkan tren. Kuncinya membuat apa yang belum ada di pasaran saat itu. Kalau misalkan dibilang di luar negeri ada, pasti ada. Tetapi apa yang belum ada di pasaran Indonesia waktu itu, pasti orang menjadi tertarik seperti pertama kali bubble meledak lagi di Indonesia. Kuncinya something new.

BL: Apakah ini berarti innovation?
IR: Ya innovation yang tanpa kita sadari.

BL: Apakah terkait dengan research yang diadakan di Jepang.
IR: Sebenarnya ini bukan pure research but accidental research. Kebetulan kami mengadakan traveling untuk membeli mesin for our brand IKKUDOKarena barang kita banyak import dari Jepang sebab beberapa barang susah di dapat di Indonesia. Saya hanya punya passion membuka dessert dan bertemu dengan kakigori. Jadi sebenernya accidental research, tidak khusus untuk brand SUMOBOO. Waktu itu sedang summer di Jepang, panas banget, di mana-mana orang jual kayak cone atasnya ada es doang, es batu diserut doang sama sirup, saya pikir kalau di Indonesia panas-panas kayak gini kita juga ingin sementara waktu itu lagi booming bubble tea.

Back to Viral Marketing’s – Impact on Cafe Business

Sumoboo - Cover

uthe/VMN/BL/Journalist
Editor: Ruth Berliana

0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x