(Business Lounge – Dominate The Market)
Saya ingat, dulu tanda tagar (#) hanya dipakai pada buku partitur, untuk menandakan bahwa nada harus naik setengah. Setelah itu, entah untuk apa lagi. Tapi kali ini, Anda melihat tanda tagar, atau yang familiar disebut hashtag ada dimana-mana, berkat sosial media. Marketing, dengan sekejap berubah dengan dinamis. Dimulai dari foto-foto selfie oleh artis, tradisi memotret makanan, dan seterusnya, impact dari sosial media dianggap sanggup membantu meningkatkan sales. Sekarang, hanya dengan modal smartphone, semua entrepreneur langsung memiliki mini-billboard mereka sendiri. Hanya dengan modal kecil, Anda sudah dapat memasarkan produk Anda ke seantero jagad internet dan saya percaya, 8 dari 10 pembaca artikel saya ini pasti memiliki account instagram (I have mine, by the way), namun dari riset ini, Anda akan belajar bahwa:
Social Media tidak “all-powerful”
Mengapa saya bilang tidak “all-powerful”? Karena saya ingin memberikan gebrakan pandangan yang berbeda tentang apa yang melekat di generasi Y selama ini, yang seringkali beranggapan bahwa sosial media adalah metode sakti mandraguna untuk berhasil.
Apakah saya benci social media? Tentu tidak! Saya pengguna setia Instagram dan LinkedIn. Website-website yang pernah saya tangani juga menggunakan sosial media. Tapi, saya hanya ingin memberi tahu bahwa metode ter-“kuno” untuk marketing, masih terbukti paling efektif. Perhatikan pie chart berikut.
Angka telah membuktikan, bahwa bukan sosial media sebagai faktor sumbangsih utama, namun word of mouth yang akan selanjutnya saya sebut WoM. Ya, Anda bisa saja tidak melakukan campaign dengan artis untuk memasarkan barang Anda, tapi jika anda tahu rahasia dari WoM, produk Anda pun akan merasakan impact-nya.
Bagimana cara mengukur impact dari WoM ?
Kenyataannya, agak sulit. Faktor utama adalah karena tidak ada rumus khusus untuk mengukurnya, selain dari hasil riset yang tentu saja dapat dipastikan benar secara akademis. Namun, Anda dapat berpegang pada lima hal yang menurut analisa saya harus diperhatikan dalam menciptakan WoM:
– Produk
Dimulai dari bagaimana Anda menampilkan produk Anda. Anda harus tahu apa yang menjadi drive utama WoM dari produk Anda. Saya beri contoh, smartphone favorit saya, memiliki baterai yang cepat habis. Tapi saya bisa bilang, design-nya sangat elegan dan design dari smartphone itulah yang jadi daya tarik WoM. So, yes. Terkadang, WoM sangat berbicara tentang customer’s experience.
– Profil : Yang mempengaruhi (influencer)
Penting untuk mengetahui orang macam apa yang akan mempengaruhi produk Anda. Jika Anda berjualan fashion, Anda jangan menaruh harapan kepada penggemar komputer untuk menjadi force of influencer Anda.
– Profil : Yang dipengaruhi (influenced)
Profil berikutnya adalah yang dipengaruhi. Anda harus memperhatikan seberapa jauh impact dari WoM bagi customer Anda. Tiga hal akan muncul sebagai outcome dari WoM : Positive, Negative, & Doubtful. Positif dan Negatif cukup straightforward. Either they like your product or not. Anda akan mengetahui mana yang lebih kuat dengan melakukan riset dan observasi. Jika negatif, Anda dapat menyesuaikan strategi Anda untuk mengubahnya menjadi positif sesuai dengan strategi marketing Anda. Hal yang unik adalah doubtful atau keraguan. Ini adalah suatu blind spot ketika customer Anda tidak tahu apakah ini hal baik atau tidak. Produk baru yang di-release ke customer sering kali akan menimbulkan keraguan, apakah customer akan bersuara positif? Atau negatif?
Lihat berapa banyaknya merek smartphone baru yang ditawarkan sekarang? Satu mall dapat mengadakan empat exhibition yang berbeda dalam sebulan untuk memamerkan merek handphone baru yang…entah dari mana lagi. Keadaan seperti inilah yang akan menimbulkan doubtful? Customer akan berpikir… “Ini lagi ?”, “Apa bedanya dengan yang kemarin ?”, “Kok ada begini lagi ?”. Oh ya, bad timing will also contribute to doubtfulness. Jadi perhatikan timing anda.
– Lingkungan Pendukung (Environment)
Finally, Anda harus memperhatikan environment yang akan mendukung WoM Anda. Anda punya 500 teman di Facebook ? Jangan berasumsi bahwa semuanya akan jadi WoM source. Komunitas dan kelompok kecil, bisa menjadi source yang lebih efektif dibandingkan dengan komunitas yang terlalu melebar yang tidak bisa Anda kontrol. Network yang terbentuk harus Anda observasi dan awasi. Perhatikan situasi yang tepat tepat dan analisa. Untuk bisnis kecil, mungkin Anda tidak perlu sampai melakukan PESTEL analysis. Tapi tidak ada salahnya.
– Observasi Network Anda
Seperti yang saya katakan pada poin sebelumnya, selalu observasi network Anda. Awasi dan peka. Anda harus tahu apa yang sedang dipikirkan oleh orang-orang di WoM network Anda. Ya, anda harus memiliki mindset bahwa WoM Anda harus seperti network, satu individu berbicara dengan individu lain, Anda harus mengerti gambaran besarnya apa yang sedang dibicarakan di tengah-tengah network tersebut. Ini bisa dilakukan dengan observasi ataupun riset. Atau, jika Anda seorang entrepreneur pada bisnis kecil-menengah, Anda bisa berinteraksi langsung dengan mereka.
Belajar dari case study kita kali ini, kita belajar bahwa, WoM adalah tools yang efektif. Anda mungkin tidak perlu menyewa fotografer handal ataupun artis untuk melakukan social media campaign Anda, jika Anda yakin, bahwa faktor-faktor pendukung lain dapat memulai interaksi, dan membangun WoM network yang efektif. Karena itu, pelajari apa yang akan mempengaruhi WoM Anda.
Back to Viral Marketing’s – Impact on Cafe Business
Michael Judah Sumbayak adalah pengajar di Vibiz LearningCenter (VbLC) untuk entrepreneurship dan branding. Seorang penggemar jas dan kopi hitam. Follow instagram nya di @michaeljudahsumbek