(Business Lounge – News & Insight) Data yang dirilis oleh Departemen Dalam Negeri Jepang pada Jumat (29/8) ini menunjukkan angka inflasi Jepang yang datar, dengan core consumer price index (tidak termasuk harga makanan segar) 3,3%, sama dengan bulan sebelumnya. Nampaknya dampak dari Tax Hike yang terjadi pada April lalu masih terus terasa.
Tanda-tanda lainnya yang mengidentifikasi bahwa kondisi ekonomi Jepang tetap lemah pada bulan Juli adalah upah yang menurun dan pengeluaran rumah tangga yang turun. Ini menandakan melemahnya kekuatan ekonomi terbesar ketiga di dunia ini.
Pendapatan riil turun 6,2% di bulan Juli dari tahun sebelumnya, karena tingkat pengangguran naik lebih tinggi, menjadi 3,8% dari 3,7% pada bulan Juni. Melemahnya pasar tenaga kerja akan menangkal setiap langkah menuju upah yang lebih tinggi yang dapat membantu memacu permintaan konsumen lebih.
Sebelum diberlakukannya Tax Hike, terjadi lonjakan penjualan. Tetapi kemudian anjlok kembali. Pemerintah merencanakan belanja stimulus tambahan untuk melawan efek tersisa pajak kenaikan ini.
Selain data inflasi, hari ini juga pemerintahan Jepang merilis beberapa data ekonomi seperti produksi industri dan penjualan ritel menunjukkan bahwa perekonomian terus stagnan pada awal kuartal ketiga, demikian yang dilansir oleh Japantoday. Meskipun survei menunjukkan perusahaan mengharapkan output meningkat di bulan Agustus dan mendapatkan momentum lebih lanjut pada bulan September, namun perkiraan ini cenderung berlebih.
Upaya Memacu Inflasi
Perdana Menteri Shinzo Abe dari pihak pemerintah dan Bank Sentral Jepang memang telah berupaya untuk memacu inflasi. Pemerintah berharap bisnis dan konsumen dapat lebih memilih untuk membelanjakan uangnya daripada menyimpan uang untuk mengantisipasi harga yang lebih rendah di masa depan.
Strategi itu, dijuluki “Abenomics,” yang sebenarnya telah membuat beberapa kemajuan dalam mengakhiri masa panjang deflasi yang memperlambat pertumbuhan pada dua dekade terakhir.
Mengenal Abenomics
Abenomics mengacu pada kebijakan ekonomi yang dianjurkan oleh Shinzo Abe sejak Desember 2012 ketika Abe terpilih sebagai Perdana Menteri Jepang untuk masa jabatan kedua. Dalam program Abenomics ini ada 3 target yang dicapai atau sering disebut “three arrows” yaitu stimulus fiskal, pelonggaran moneter dan reformasi struktural.
Istilah “Abenomics” adalah gabungan dari kata Abe dan ekonomi, dan hal ini mengikuti neologisme politik sebelumnya untuk kebijakan ekonomi terkait dengan pemimpin tertentu, seperti Reaganomics, Clintonomics dan Rogernomics.
Abenomics terdiri dari kebijakan moneter, kebijakan fiskal, dan strategi pertumbuhan ekonomi untuk mendorong investasi swasta. Kebijakan khusus meliputi penargetan inflasi pada tingkat tahunan 2%, koreksi apresiasi yen yang berlebihan, menetapkan suku bunga negatif, pelonggaran kuantitatif radikal, perluasan investasi publik, membeli obligasi operasi konstruksi dengan Bank of Japan (BOJ), dan revisi Bank of Japan Act.
Abenomics memiliki efek langsung pada berbagai pasar keuangan di Jepang. Pada Februari 2013, kebijakan Abenomics menyebabkan melemahnya dramatis yen Jepang. Yen menjadi sekitar 25% lebih rendah terhadap dolar AS pada kuartal kedua tahun 2013 dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun 2012, dengan kebijakan moneter yang sangat longgar yang diikuti.
Pada bulan Mei 2013, pasar saham telah naik sebesar 55 persen, belanja konsumen telah mendorong pertumbuhan ekonomi kuartal pertama naik 3,5 persen per tahun, dan rating dukungan untuk Shinzo Abe mencapai 70 persen. Sebuah survei Nihon Keizai Shimbun menemukan. bahwa 74% dari responden memuji kebijakan dalam mengurangi Jepang dari resesi berkepanjangan.
Di bawah lemahnya Yen, Abenomics meningkatkan biaya impor, termasuk makanan, minyak dan sumber daya alam lainnya yang merupakan sector-sektor utama bagi Jepang. Namun, pemerintah Abe melihat ini sebagai kemunduran sementara, karena yen yang lebih lemah pada akhirnya akan meningkatkan volume ekspor. Jepang juga berhasil mempertahankan surplus transaksi berjalan secara keseluruhan karena pendapatan investasi dari luar negeri.
uthe/Journalist/VMN/BL
Editor: Jul Allens

