Mafia Berkeley Membangun Ekonomi Indonesia

BannerBL-MafiaBerkeley

(Business Lounge – Weekly Special Report) Apa yang ada di pikiran Anda bila mendengar kata Mafia? Sudah dapat diduga, kata itu akan membawa ingatan Anda melayang kepada film The Godfather yang mengisahkan kehidupan sekelompok gangster. Orang selalu memiliki konotasi negatif ketika mendengar kata mafia.

Tetapi TIDAK dengan Mafia Berkeley.

Para Gen-Y belum tentu mengenalnya, tetapi kita harus mengetahui bahwa Mafia Berkeley adalah peletak pondasi ekonomi Bangsa Indonesia.

Bayangkan saja sebuah negara ada dalam tingkat inflasi 650%, anggaran belanja dan neraca pembayaran mengalami defisit yang besar. Belum lagi hutang yang menumpuk dan tidak dapat dibayar serta kemiskinan yang merata di seluruh Negara. Tergambar kesulitan yang melanda Indonesia kala itu.

Kemunculan Mafia Berkeley yang berjuang untuk mengatasi perekonomian Indonesia patut diacungi dua buah ibu jari.

Bermula dari Presiden Soekarno selaku ketua Presidium Kabinet RI dan beberapa menteri koordinator seperti Adam Malik, Sultan Hamengkubuwono, Idham Chalid serta Soeharto yang mencari tim ahli ekonomi untuk mengatasi kesulitan yang melanda ekonomi Indonesia kala itu. Mereka menunjuk kelompok yang terdiri dari Widjojo Nitisastro, Ali Wardhana, J.B. Soemarlin dan Emil Salim sebagai tim ahli ekonomi.

Kelompok yang melakukan terobosan kebijakan ekonomi ini kemudian digelari julukan “Mafia Berkeley” oleh David Ranson, seorang penulis berkebangsaan Amerika Serikat karena pemikiran tim ini yang dianggap sebagai bagian dari rencana CIA untuk membuat Indonesia sebagai boneka Amerika.

Mafia Berkeley melakukan deregulasi, menentukan kebijakan ekonomi serta berusaha menurunkan inflasi dan menyeimbangkan anggaran. Selain itu dilakukan rehabilitasi infrastruktur dan juga pengembangan di bidang pertanian.

Efek dari program kerja kelompok ini berlangsung cepat dengan turunnya tingkat inflasi dari 650% pada tahun 1966 menjadi hanya 13% pada tahun 1969.

Ketika Soeharto menjadi presiden pada tahun 1968, Mafia Berkeley pun mendapatkan jabatan sebagai menteri pada kabinet Soeharto. Dengan posisi ini, mereka memiliki pengaruh kuat dalam kebijakan ekonomi dan membawa perekonomian Indonesia ke tingkat pertumbuhan yang sangat tinggi.

Pertumbuhan ekonomi terus meningkat dengan rata-rata pertumbuhan 6,5 persen per tahun antara tahun 1965 hingga 1997, ketika Asia Tenggara dilanda krisis moneter.

Mafia Berkeley kembali berkiprah saat pertumbuhan ekonomi Indonesia mulai terhambat karena turunnya harga minyak di pertengahan tahun 1980-an. Kelompok ini sekali lagi melakukan liberalisasi dan deregulasi, sebagai hasilnya, pertumbuhan ekonomi Indonesia kembali meningkat.

Siapa Mafia Berkeley?

Widjojo Nitisastro, Ali Wardhana, J.B. Soemarlin dan Emil Salim adalah lulusan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Terjadinya konflik antara Indonesia dan Belanda yang memperebutkan Irian Barat pada 50-an mengakibatkan para pengajar dari Belanda mulai meninggalkan Indonesia. Hal ini menyebabkan Sumitro Djojohadikusumo yang saat itu menjabat satu-satunya dosen bergelar Doktor di FEUI meminta bantuan Ford Foundation.

Kemudian pada tahun 1957, Ford Foundation memutuskan untuk mengadakan program beasiswa dengan memilih beberapa mahasiswa FEUI untuk belajar di University of California, Berkeley. Maka terpilihlah Ali Wardhana, J.B. Soemarlin dan Emil Salim untuk ikut serta di dalamnya dan meraih gelar doktor atau master dari University of California at Berkeley. Dorodjatun Koentjoro-Jakti yang lulus belakangan dari Berkeley kadang  dimasukkan sebagai anggota kelompok ini.

Pada tahun 1960-an, seluruh mahasiswa yang dikirim telah kembali pulang ke Indonesia dan kemudian ditugaskan mengajar di Sekolah Staf dan Komando Angkatan Darat (SESKOAD) serta menjadi pengajar di Universitas Indonesia. Mereka inilah yang oleh David Ranson disebut sebagai Mafia Berkeley.

Modernisasi dan Reformasi

Pandangan-pandangan Mafia Berkeley cukup jauh ketika pada waktu itu Indonesia mengalami oil boom, maka kelompok ini melakukan modernisasi dan reformasi pajak dengan alasan kita tidak pernah mengetahui harga minyak dan berapa jumlah persediaan minyak di bawah bumi Indonesia ini. Maka hasil dari minyak ini harus dipakai untuk kepentingan bangsa.

Bersumber dari dana hasil minyak ini, Mafia Berekeley kemudian melakukan pembangunan sumber daya manusia dan pertanian seperti SD inpres, program KB, pengairan dan swasembada pangan.

Di sisi lain, dengan pandangan bahwa bangsa ini tidak bisa bergantung kepada minyak maka perlu dilakukan modernisasi dan reformasi pajak yang ditujukan untuk membangun kekuatan pemerintah melalui penerimaan rutin untuk membiayai anggaran rutin.

Membangun atau Merusak?

Ketika Vibiz Media berbincang-bincang dengan para ekonom senior ini membahas bentuk ekonomi seperti apakah yang ideal bagi Indonesia? Mereka menceritakan bahwa ketika kami mengemban tugas pada waktu itu maka apa yang menjadi fokus adalah melakukan stabilisasi ekonomi untuk menghadapi permasalahan yang sangat berat ketika itu. Baik permasalahan anggaran yang defisit, inflasi yang sangat tinggi hingga 650%, hutang yang sangat banyak, Indonesia yang keluar dari PBB, negara tidak memiliki uang dan makanan tidak cukup. Maka kami tidak berbicara mengenai ekonomi yang ideal karena fokus kami adalah menangani permasalahan bangsa yang sangat carut-marut.

Permasalahan ini sangat urgent dan harus dilakukan pemulihan hingga kondisi ekonomi menjadi normal. Kelompok ekonom ini melakukan berbagai tindakan drastis untuk menangani masalah itu dengan melakukan terobosan di bidang anggaran belanja, debt rescheduling, pengendalian devisa dan pengendalian inflasi. Serta melakukan normalisasi pada kebutuhan-kebutuhan masyarakat yang sangat essential khususnya kebutuhan 7 bahan pokok.

Kita tahu bahwa dengan kebijakan yang dibuat oleh para peletak pondasi ekonomi ini maka negara kita sekarang menjadi Negara terbuka yang sangat dinamis bergejolak bersama dengan pasang surutnya ekonomi global. Masuknya modal-modal asing sering kali dituduh sebagai imperial kapitalisme. Memang tidak ada satu obat yang mampu menyembuhkan segala penyakit namun para ekonom senior ini telah memberikan obat yang tepat pada saatnya dan menjadikan Indonesia bertumbuh hingga saat ini.

Bila kebijakan-kebijakan itu sekarang dirasa tidak sempurna, memang kondisi sudah berubah baik bangsa ini maupun situasi global. Penyakit pada saat ini membutuhkan obat pada saat ini. Namun peran para ekonom senior ini telah memberikan kontribusi pembangunan ekonomi Indonesia menjadi Negara yang cukup dipertimbangkan secara global kekuatan ekonominya dan kontribusinya bagi dunia.

Back to Prof. Dr. Ali Wardhana – Arsitek Ekonomi Indonesia

Ali_EDIT

ruth_revisi

  Ruth Berliana

   Editor Vibiz Media Network – Business Lounge

0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x