That’s Why I Love Human Resources So Much…
– The Paradigm of HR
(Business Lounge – HR) – Pada suatu ketika seorang staf HR bercerita tentang pengalamannya yang kurang menyenangkan kepada saya. Di mana suatu siang ia terlibat dalam suatu perdebatan kecil dengan seorang karyawan wanita dan diakhiri dengan wanita tersebut meninggalkan staf HR ini sambil berkata dengan sinis, “That’s why I hate HR so much…”
Saya agak tertegun sejenak dengan kalimat akhir dari karyawan wanita tersebut. Seolah-olah ia menumpahkan isi hatinya bahwa ia sangat tidak menyukai HR tempat di mana ia bekerja. Ingin mengetahui lebih jauh, saya meminta staff HRD tersebut menceritakan kepada saya apa yang sesungguhnya terjadi. Setelah mendengar penjelasannya mengertilah saya bahwa sesungguhnya hal ini sangat berkaitan dengan bagaimana pihak HR dapat memposisikan dirinya dengan tepat. Ketika pihak HR memposisikan dirinya pada sisi yang berlawanan dari karyawan maka akan tidak dapat dielakkan adanya pertentangan yang berujung kepada perasaan “tidak suka” kepada HR tersebut. Ketika HR hanya bersikap sebagai “pengawas” atau mungkin dapat digambarkan sebagai “penegak hukum” tanpa mengambil peranan-peranan lainnya maka hal ini dapat mengakibatkan para karyawan seakan-akan hanya menjadi objek yang dipekerjakan tanpa mendapatkan dukungan yang sepantasnya.
HR sebagai mitra kerja
Kalimat di atas tentulah sudah sangat sering kita dengar, karena memang demikianlah seharusnya. Dimulai ketika si calon karyawan melamar pekerjaan, mengikuti test dan interview maka ia akan berhadapan dengan HR yang kemudian sedikit banyak akan menentukan diterima atau tidaknya si calon karyawan. Tidak jarang kita memiliki pengalaman berhadapan dengan HR yang “arogan” ketika kita sedang melamar pekerjaan. Disinilah HR harus menyadari bahwa bukan saja semata-mata calon karyawan ini butuh pekerjaan tetapi perusahaan juga membutuhkan calon karyawan yang tentu saja dengan sederet kriteria yang harus dipenuhi. Sejak awal, HR harus dapat menempatkan diri sejajar dengan calon karyawan.
Ketika calon karyawan berhasil lulus seleksi dan memulai hari pertamanya di kantor, maka yang pertama ia jumpai adalah juga pihak HR yang akan memberikan pengarahan mengenai segala peraturan yang berlaku dan harus dipatuhi oleh si karyawan baru. Dalam hal ini, kembali pihak HR harus bertindak untuk menjadi partner dari karyawan ini, yang kelak juga akan membantu karyawan untuk dapat memenuhi dan mentaati semua peraturan yang berlaku. Jauhi sikap menggurui, dan seolah-olah menjadi penilai yang kemudian akan berperan sebagai “penegak kebenaran.” Seiring berjalannya waktu maka pihak HR pun dapat bersikap bijak dengan kemudian selalu me- “refresh” hal-hal yang harus dipatuhi dan diikuti oleh seluruh karyawan guna menghindari terjadinya pelanggaran-pelanggaran kerja.
Ketika pihak HR menyadari benar bahwa karyawan adalah asset yang penting bagi perusahaan sehingga pihak HR menempatkan karyawan sebagai fokus pengembangannya, maka di sinilah HR akan berperan menjadi mitra kerja bagi karyawan. HR dapat saja membuat segala peraturan dan metode-metode namun itu semua akan berguna bagi pengembangan karyawan yang secara tidak langsung juga akan berdampak kepada pengembangan perusahaan.
Namun apabila pihak HR hanya bersikap sebagai pembuat peraturan dan sekaligus bertindak sebagai pengawas, niscaya hal ini hanya akan membuat karyawan merasa ‘gerah” seolah-olah pihak HR bukanlah menjadi partner namun menjadi lawan bagi mereka.
HR dapat saja membuat berbagai peraturan untuk karyawan demi kepentingan perusahaan, namun pihak HR tidak dapat melupakan bahwa perusahaan akan berkembang dengan dukungan karyawan. Sebagai contoh, HR memberikan peraturan “potong gaji” bagi karyawan yang tidak masuk kerja tanpa perduli alasan yang dikemukakan karyawan. Pada satu sisi perusahaan diuntungkan karena tidak perlu membayar karyawan tersebut di sisi lain si karyawan merasakan tidak adanya “empati” dari pihak management yang kelak akan mengikis loyalitas karyawan pada perusahaan. Ini akan berdampak panjang, tidak hanya pada hari itu tetapi akan berdampak seumur karyawan bekerja pada perusahaan. Tidak jarang kita kemudian akan menemui orang-orang yang tidak mau bekerja lebih keras pada saat perusahaan membutuhkannya. Sebagaimana HR bersikap kepada para pekerja, maka demikianlah para pekerja juga akan bersikap kepada HR.
Oleh sebab itu hendaknya pihak HR mengambil peranan sebagai mitra bagi karyawan, sebagai mediator antara karyawan dan management, sebagai “problem solver” bagi mereka yanng bermasalah sehingga orang akan berkata,”that’s why I love HR so much…”
(Ruth Berliana/IC/BL)
Ruth Berliana : Managing Partner Divisi Human Capital Development Vibiz Consulting dan kontributor folder HR di web Businesslounge