Ditjen Pajak Mulai Terapkan Pajak UKM

(Business Lounge – Tax) – Direktorat Jenderal Pajak melalui Peraturan Pemerintah Nomor 46 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dan Usaha Yang Diterima dan Diperoleh Wajib Pajak Yang Memiliki Peredaran Bruto (omzet) Tertentu (dikenal dengan pajak bagi UKM), memberlakukan pajak bagi UKM beromzet dibawah Rp4,8 miliar mulai 1 Juli 2013.

Yang termasuk objek pajak dalam peraturan tersebut yakni para pelaku usaha dengan penghasilan yang diterima/diperoleh wajib pajak dengan peredaran omzet tidak melebihi Rp4,8 miliar dalam satu tahun, peredaran omzet merupakan peredaran omzet dari usaha termasuk dari usaha cabang, serta tidak termasuk penghasilan dari usaha adalah penghasilan dan pekerjaan bebas.

Sedangkan yang menjadi subjek pajak adalah orang pribadi dan badan (tidak termasuk bentuk usaha tetap). Subjek pajak tersebut yakni yang menerima penghasilan dari usaha, tidak termasuk penghasilan dari jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas, dengan peredaran omzet tidak melebihi Rp4,8 miliar dalam satu tahun pajak.

Tarif pajak yang dikenakan melalui PP Nomor 46 Tahun 2013 yakni sebesar satu persen dari jumlah peredaran omzet setiap bulan dari setiap tempat usaha.

Fuad mengatakan UKM yang memiliki gerai di pusat perbelanjaan memiliki omzet paling besar dan menjadi sasaran dari kebijakan terbaru Ditjen Pajak, karena banyak yang belum memenuhi kewajiban membayar pajak.

“Penerimaan dari UKM masih di bawah tiga persen dari penerimaan pajak, dan masih banyak sektor ekonomi yang belum tersentuh pajak. UKM ini seharusnya kena pajak 25 persen, bahkan dari laba, tapi kita kenakan hanya satu persen,” ujarnya.

Fuad memastikan Ditjen Pajak tidak akan menerapkan kebijakan pajak UKM terhadap pedagang keliling yang melakukan kegiatan usaha perdagangan dengan tidak menetap, pedagang asongan dan warung tenda di trotoar.

Ia menyebutkan banyak UKM di pusat perdagangan Mangga Dua, Tanah Abang dan tempat-tempat perbelanjaan di Surabaya serta Bandung, yang memiliki omzet diatas Rp2 miliar-Rp3miliar dan belum membayar pajak.

Direktur Jenderal Pajak Fuad Rahmany mengatakan pemberlakuan pungutan terhadap usaha kecil menengah beromzet di bawah Rp4,8 miliar merupakan wujud kemudahan yang diberikan pemerintah kepada pelaku usaha.

Dia menekankan apabila para pelaku usaha menolak pemberlakuan pajak UKM sebesar satu persen dari omzet bulanan tersebut justru para pelaku usaha akan dikenakan tarif pajak umum yang nilainya lebih mahal dan memberatkan.

“Memangnya mereka lupa bahwa kalau mereka mengikuti peraturan yang normal, ‘toh’ mereka harus membayar pajak juga dan akan menjadi lebih berat,” kata dia.

Fuad menilai saat ini banyak di antara pelaku usaha beromzet di bawah R p4,8 miliar, yang sebenarnya sangat mampu bahkan kaya, namun bersembunyi di balik logo UKM.

Dia menegaskan bahwa pemberlakuan pajak UKM untuk mengedepankan masalah keadilan.

“Buruh-buruh pabrik yang jauh lebih rendah pendapatannya saja sudah membayar pajak. Lalu apakah adil bila buruh sudah bayar pajak tetapi mereka tidak mau bayar pajak padahal omzet mereka ada yang miliaran dalam setahun,” kata dia.

Dasar pengenaan pajak yang digunakan untuk menghitung PPh final ini adalah omzet setiap bulan, sehingga setiap bulan wajib pajak akan membayar PPh final sebesar satu persen dari omzet.

(ic/IC/BL-ANT)

0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x