Kuantitas Wanita Pria 50-50 di Bisnis, Namun Alami Diskriminasi

(The Manager’s Lounge – Business) – Wanita karir kini sudah dipandang sebagai suatu hal yang lumrah, beda dengan zaman dulu. Saat ini, jumlah wanita dan pria yang bekerja di AS sudah setara. Bahkan, semakin banyak wanita yang menduduki posisi-posisi puncak di organisasi.

Wanita-Pria 50-50 di AS
Sebuah laporan bertajuk `A Woman’s Nation Changes Everything` yang dirilis oleh Maria Shriver dan the Center for American Progress menemukan fakta yang mengejutkan, yakni separuh dari karyawan di AS adalah wanita. Dulu, proporsi tenaga kerja wanita yang besar disebabkan karena para pria pergi perang. Beda dengan sekarang, yang perubahannya bersifat lebih permanen.

Wanita yang mencakup separuh dari seluruh karyawan AS menunjukkan bahwa wanita menjadi tulang punggung keluarga di AS. Ini merupakan perubahan sosial yang signifikan bagi wanita. Wanita tidak hanya terpaku pada pekerjaan rumah tangga, melainkan punya pilihan bebas untuk meniti karirnya.

Kaum pria sepertinya sudah dapat menerima kenyataan ini. 70% mengakui bahwa mereka nyaman terhadap kenyataan wanita kerja di luar rumah. Bahkan ¾ beranggapan bahwa meningkatnya jumlah wanita di lingkungan kerja merupakan perkembangan yang positif.

Terutama di AS, semakin banyak wanita-wanita karir yang menduduki posisi puncak di organisasinya. Tengok saja misalnya Indra Nooyi, Chairman dan CEO PepsiCo, yang nomor 1 dalam daftar The Most Powerful Women versi majalah Forbes. Lalu Chairman dan CEO Kraft Foods Irene Rosenfeld, Chairman FDIC Sheila Bair, hingga CEO Yahoo yang terbaru yakni Carol Bartz.

Hal ini terkait dengan disebabkan pula oleh pendidikan yang semakin tinggi bagi wanita. Temuan studi menunjukkan bahwa semakin banyak wanita, dari berbagai latar belakang dan kelas, yang memasuki jenjang kuliah. 60% pemegang gelar Master sekarang adalah wanita, dan 50% wanita juga punya gelar profesional.

Keunggulan Wanita
Menilik suksesnya wanita dalam karir, membuat kita bertanya-tanya, apa yang menjadi keunggulan wanita? Apa yang menjadikan pemimpin wanita begitu sukses?

Pertama, wanita dikatakan lebih sering berpikir secara emosional. Emosi ini, seandainya positif, ketika dibawa ke lingkungan kerja tentu dampaknya akan bagus. Pemimpin wanita yang sukses punya Emotional Intelligence yang tinggi, sehingga emosi tersebut dimanfaatkan untuk hal-hal yang positif, sambil mengendalikan emosinya yang negatif.

Wanita cenderung lebih pandai dalam membangun hubungan dibandingkan dengan pria.Kemampuan komunikasi wanita lebih bagus. Hal ini juga disebabkan karena wanita lebih sensitif, dan mereka pandai membaca pikiran. Jadi, mereka cenderung lebih memahami emosi orang lain di sekitarnya, atau disebut juga empati. Kemampuan ini sangat penting untuk dimiliki oleh seorang pemimpin. Sehingga, kepeduliannya terhadap orang lain menjadikan karyawan merasa dihargai, dipahami dan didukung. Bagi seorang wanita, karyawan bukan hanya alat, melainkan sebagai rekan kerja yang sama-sama manusia.

Sifat wanita yang punya kepedulian tinggi terhadap orang lain ini juga, yang menjadikan wanita cenderung memikirkan dampak-dampak keputusannya terhadap setiap orang dalam organisasinya. dan berusaha mencapai konsensus.

Seorang wanita yang mencapai posisi tinggi, tidak diragukan lagi merupakan pekerja keras. Kompetensi wanita biasanya dipertanyakan, apalagi untuk peran tertentu yang biasanya dipegang pria. Wanita harus bekerja jauh lebih keras dibandingkan dengan pria, jika ingin disebut kompeten.

Kesenjangan Pria dan Wanita
Meskipun peran wanita semakin signifikan dalam bisnis, namun sangat disayangkan bahwa diskriminasi dan kesenjangan masih terus ada. Misalnya, seorang pengacara wanita hanya memperoleh 77 sen dari tiap dollar yang diperoleh pengacara pria. Sementara dokter wanita hanya dapat 59 sen dari tiap dollar yang diperoleh physician pria.

Tahun ini, kompensasi CEO wanita tertinggi rata-rata mencapai $3.9 juta, hanya sepertiga dari CEO pria, yang rata-rata mencapai angka $11.9 juta. Riset menunjukkan kesenjangan yang tinggi antara pria dan wanita ini disebabkan karena wanita melahirkan dan mempunyai anak. Terdapat suatu waktu dimana wanita tidak dapat berfungsi secara efektif dalam organisasi karena meluangkan waktu untuk keluarga.

Contoh-contoh diskriminasi lainnya banyak terjadi. Misalnya Noreen Hulteen, seorang karyawan AT&T yang pada tahun 1968 mengambil cuti hamil untuk fokus pada kelahiran anaknya. Kebijakan yang diberikan untuk cuti hamil adalah 30 hari. Hanya saja, setelah bayinya lahir sehat, Hulteen justru jatuh sakit hingga mengharuskannya masuk RS dan dioperasi. Total harinya tidak masuk, mulai dari cuti hamil hingga operasi mencapai 240 hari. Kebijakan perusahaan tetap menggaji karyawan jika mereka mengalami kondisi sakit yang berat (disabled). Hanya saja, berpuluh tahun kemudian, ketika Hulteen pensiun, AT&T tidak menghitung 240 hari tersebut sebagai hari kerja, sehingga mengurangi manfaat pensiun yang diperoleh Hulteen. Hulteen tidak memperoleh apa yang seharusnya menjadi haknya.

Kasus lain juga terjadi pada Lilly Ledbetter, yang pernah menuntut Goodyear karena gajinya lebih kecil $6,000 dibandingkan dengan pria yang gajinya terendah dan melakukan pekerjaan yang sama.

Intinya, meskipun peran wanita sudah semakin besar, dan setara dalam jumlah kuantitas, belum tentu mereka punya gaji yang sama, posisi yang sama meskipun skill sama, memperoleh promosi yang setara, serta mendapat benefit yang sama. Sepertinya masih banyak hal yang harus dibenahi dalam lingkungan kerja, supaya wanita diperlakukan setara dengan pria.

Rinella Putri/RP/tml

0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x