(Vibizmanagement-Inspiration) Gambaru atau yang berarti berjuang hingga titik darah penghabisan merupakan salah satu falsafah hidup orang Jepang. Falsafah ini telah menjadi api yang begitu menyulut dan membakar hati serta jiwa rakyat Jepang yang sekarang sedang tertimpa bencana maha dahsyat.
Kita sendiri dapat menyimak melalui siaran TV ataupun gambar-gambar yang terekam di internet betapa kuatnya bangsa Jepang menghadapi kesusahan yang diluar batas manusia. Bantuan memang datang dari seluruh penjuru dunia, relawan dari segala bangsa pun datang mengerahkan segala kekuatan untuk membantu.. Namun, kekuatan sesungguhnya adalah sikap hati dan cara berpikir warga Jepang yang tegar menghadapi segala kehancuran. Bukan hanya tegar tapi juga berjuang terus sekalipun semuanya hampir-hampir habis lenyap. Mereka bersedih namun tak membiarkan kesedihan mengalahkan semangat mereka. Mereka terdesak dan terhimpit karena persediaan makanan, air, bensin dan kebutuhan hidup lainnya menipis tapi semua itu tak membuat mereka terobos antrian saat menerima bantuan makanan dan minuman atau saat harus antre berkilo-kilo untuk membeli bensin. Mereka tak mengeluh atau mengeluarkan kata-kata cacian. Mereka tetap bersikap tenang, tertib dan sabar.. Sungguh pelajaran yang sangat berharga. Membuat hati ini bergelora, tidakkah demikian?
Seorang nenek yang selamat bahkan menyediakan dirinya untuk menjadi seorang sukarelawan untuk membantu mencari saudarinya dan kerabat lainnya yang terhilang. Ditengah-tengah reruntuhan, nenek ini berteriak-teriak kalau-kalau ada dari mereka yang masih selamat dan dapat mendengar suaranya. Nenek ini telah mengabaikan dirinya demi keselamatan orang lain…
Yah, Jepang memang telah mengajarkan warganya sejak dari kanak-kanak untuk memiliki semangat gambaru. Berjuanglah…berjuang sampai akhir begitulah guru-guru, dosen dan para orang tua menyerukan pada murid-murid dan anak-anak mereka. Di sekolah anak-anak telah dididik begitu rupa untuk belajar dengan keras sekalipun mereka sedang sedikit demam atau flu. Anak-anak telah dibekali untuk tidak melankolis menghadapi kondisi tubuh mereka yang lemah.
Pekan ini terkait bencana yang terjadi , dikutip dari AFP, Senin (21/3/2011), diberitakan bahwa di saat warga Jepang dievakuasi ke zona aman, para pekerja PLTN dan para sukarelawan dari Tokyo Electric Power Co (Tepco), pengelola PLTN Fukushima harus berjibaku ‘menjinakkan’ reaktor nuklir. Ada sekitar 50 pekerja yang harus tinggal untuk menanggulangi masalah-masalah yang timbul di PLTN ini. Mereka mendapat sebutan, ‘Fukushima 50’. Risikonya, jelas tidak kecil, mereka terpapar radiasi tingkat tinggi berkali lipat dari keadaan normal. Jika mereka benar-benar berhasil ‘menjinakkan’ PLTN, risiko radiasi itu tetap saja akan mengintai hidup mereka.
Para ahli kesehatan dan nuklir mengatakan bahwa paparan hingga 400 mSV membuat sel darah putih seseorang menurun, dan akan menimbulkan mual akut, kerontokan rambut dan gejala-gejala lain. Satu dosis radiasi 1.000 mSv menyebabkan sakit seperti mual-mual namun tidak mematikan. Sedangkan satu dosis radiasi 5.000 mSv bisa menyebabkan kematian pada mereka yang terpapar selama 1 bulan. Mengetahui risiko itu, semangat para pekerja PLTN bukannya melemah tapi malah makin membaja untuk menaklukkan PLTN Fukushima. Amazing spirit…
Berikut beberapa kutipan kata-kata mereka, “Saya akan bekerja sampai batas akhir,” ujar salah satu teknisi Tepco berusia 30 tahun dalam jumpa pers.
“Orang-orang yang bekerja di PLTN ini berjuang tanpa kenal melarikan diri. Mereka yang kesehatannya terkena dampak tetap bekerja keras, tanpa tidur atau makan. Saya hanya berdoa untuk keselamatan semuanya,” ujar Michiko Otsuki yang bekerja di dekat Fukushima Nomor 2 (Fukushima Daini).
Dari data yang ada hingga hari ini, ‘Fukushima 50’ jumlahnya membengkak hingga ratusan, karena masuk teknisi yang dikirimkan dari rekanan PLTN, Toshiba dan Hitachi. Mereka pun mendapat penghormatan dari seluruh warga Jepang sebagai penyelamat. Seorang pejabat pemadam kebakaran mendeskripsikan mereka memerangi ‘musuh yang tak tampak’.
Terakhir, bagi Tepco, bahaya yang dialami oleh para karyawan adalah bagian dari pekerjaan mereka, yang telah dilatih bertahun-tahun. “Ini tugas mereka,” kata seorang pejabat Tepco.
This is their duty…So what is our duty for this world? Semoga api yang menyulut warga Jepang dan para sukarelawan disana juga membakar hati kita sebagai warga Indonesia sekaligus warga dunia ini dalam menghadapi segala kesulitan dan kesusahan yang menghadang. Kita tak hanya menunggu badai berlalu tapi kita harus bertindak untuk menghalau badai dan memutarbalikkan keadaan menjadi suatu kemenangan!
Salute for you all in Japan. Our pray with all of you!
(Tania Tobing/IK/tml-berbagai sumber)