(The Manager’s Lounge – Tax) – Pengalihan hak atas tandah dan bangunan adalah penjualan, tukar menukar, perjanjuan pemindahan hak, pelepasan hak, penyerahan hak, lelang, hibah atau cara lain yang disepakati dengan pihak lain selain pemerintah. Pembayar atau penyetor PPH dilakukan oleh orang pribadi atau badan (termasuk yayasan dan organisasi yang sejenis) yang menerima atau memperoleh penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan bangunan serta bendaharawan pemerintah atau pejabat yang melakukan pembayaran dan menyetujui tukar menukar.
PPh yang harus dibayar sendiri atau disetor bersifat final adalah sebesar 5 % (lima persen) dari jumlah bruto nilai pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan, yaitu nilai yang tertinggi antara nilai berdasarkan akta pengalihan hak dengan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) menurut Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) Pajak Bumi dan Bangunan tahun yang bersangkutan atau dalam hal SPPT dimaksud belum terbit adalah NJOP menurut SPPT tahun pajak sebelumnya, kecuali:
a. Dalam hal pengalihan hak kepada Pemerintah, adalah nilai berdasarkan keputusan pejabat yang bersangkutan;
b. Dalam hal pengalihan hak sesuai dengan peraturan lelang, adalah nilai menurut risalah lelang.
Pengalihan hak atas rumah sederhana, rumah sangat sederhana, dan rumah susun sederhana yang dilakukan oleh Wajib Pajak Badan yang usaha pokoknya melakukan transaksi pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dikenakan PPh 2% dari jumlah bruto nilai pengalihan dan bersifat final.
Serta, bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang jumlah penghasilannya melebihi PTKP apabila melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang jumlah brutonya kurang dari Rp 60 juta, PPh yang terutang dan yang harus dibayar sendiri sebesar 5% dari jumlah bruto nilai pengalihan dan bersifat final.
Pemberlakukan PPh atas pengalihan tanah serta bangunan dilakukan berdasarkan Undang-Undang No 10/1994 serta diatur dalam pasal 4 ayat 2 UU No 10/1994 yang merupakan penyempurnaan atas UU No 7/1983. Perubahan yang terjadi pada UU No 7/1983 pasal 4 ayat 2 hanya mencakup PPh atas bunga deposito berjangka dan tabungan lainnya yang kemudian diperluas cakupannya menjadi penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya di bursa efek, penghasilan dari pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan serta penghasilan tertentu lainnya.
Artikel ini akan membahas proses perlakuan pajak atas penghasilan dari pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan yang diterima oleh orang pribadi. Pembahasan dititikberatkan pada penghasilan dari pengalihan harta, jadi tidak meliputi penghasilan dari penyewaan harta berupa tanah dan/atau bangunan.
Seorang wajib pajak atas nama orang pribadi yang usaha pokoknya bukan menjual hak atas tanah dan/atau bangunan menyebabkan keuntungan dari pengalihan tersebut akan dikenakan PPh dengan tarif umum. Perlakuan ini sama dengan ketentuan pada PP 79/1999. Perlakuan PPh terhadap wajib pajak orang pribadi yang usaha pokoknya bukan jual beli hak atas tanah dan/atau bangunan memperoleh perlakuan yang kurang adil jika dibandingkan wajib pajak pribadi yang mempunyai usaha pengalihan hak atas tanah dan bangunan. Pengenaan PPh yang tidak final menyatakan bahwa PPh yang disetor sebesar 5% dari nilai pengalihan merupakan pembayaran pendahuluan dari seluruh PPh yang terutang dalam tahun yang bersangkutan.
Masalah akan terjadi dalam kaitanya dengan perhitungan keuntungan dari pengalihan tersebut, terutama untuk harta yang dimiliki dalam jangka waktu yang cukup lama. Hal ini menyebabkan terjadinya ketidakadilan berdasarkan sisi beban pajak yang ditanggung terutama bagi harta yang telah dimiliki dalam kurun waktu yang lama. Harga perolehan yang relatif jauh lebih rendah dari harga peralihannya menyebabkan terjadinya beban pajak yang lebih tinggi. Faktor penyebabnya adalah Undang-Undang Pajak Penghasilan tidak menerapkan pengindekskan bagi harta tetap untuk menentukan harga perolehan dari harta tetap untuk keperluan perpajakan. Di samping itu, wajib pajak orang pribadi yang tidak menjalankan usaha cenderung untuk tidak melakukan pencatatan kembali sehingga kemungkinan besar sangat sulit untuk mengetahui harga perolehan dari harta yang dimaksud termasuk dokumen pendukungnya.
Proses perlakuan PPh berdasarkan keuntungan dari pengalihan hak atas tanah dan bangunan terhadap wajib pajak orang pribadi menimbulkan ketidakadilan bagi wajib pajak orang pribadi biasa. Yang dimaksud dengan wajib pajak orang pribadi biasa adalah mereka yang tidak melakukan kegiatan usaha jual-beli hak atas tanah dan/atau bangunan. Wajib pajak kelompok ini akan memikul beban pajak yang lebih besar dari pada mereka yang mempunyai usaha pokok jual beli hak atas tanah dan/atau bangunan.
Sarannya perlakuan pajak atas pengalihan harta yang dimaksud dilakukan pengubahan dengan mengenakan pajak final terhadap wajib pajak orang pribadi yang tidak mempunyai usaha, sedangkan wajib pajak orang pribadi yang kegiatan usahanya adalah pengalihan hak atas tanah dan bangunan dikenai pajak dengan tarif umum.
(Permata Wulandari/IK/TML)

