(Business Lounge Journal – Global News)
Hari laporan keuangan seharusnya menjadi momen puncak bagi Microsoft. Namun kali ini, perusahaan senilai USD 4 triliun itu menutup hari dengan ironi khas raksasa teknologi: layanan sempat terganggu, tetapi pendapatan justru melesat.
Beberapa jam setelah sebagian layanan Azure, Microsoft 365, dan Xbox mengalami gangguan, Microsoft merilis laporan keuangan kuartal pertama tahun fiskal 2026 dengan hasil jauh melampaui ekspektasi pasar. Pendapatan mencapai USD 77,7 miliar, tumbuh 18% dari tahun sebelumnya, sementara laba per saham (EPS) sebesar USD 4,13 mengalahkan proyeksi Wall Street sebesar USD 3,67.
Pendapatan operasional naik 24% menjadi USD 38 miliar, menandakan bahwa meskipun perusahaan terus menggelontorkan dana besar untuk infrastruktur dan AI, kemampuan Microsoft untuk mengubah investasi menjadi keuntungan masih sangat kuat.
Namun, investasi masif di OpenAI — senilai USD 3,1 miliar — dan biaya pembangunan pusat data membuat margin kotor turun sedikit menjadi 69%. Bagi sebagian besar perusahaan, hal ini mungkin menjadi sinyal peringatan. Tetapi bagi Microsoft, angka tersebut justru menegaskan satu hal: bahkan di hari buruk, mesin uangnya tetap berjalan.
Cloud, AI, dan Arus Kas yang Tak Surut
Investor sempat menekan harga saham Microsoft turun hampir 4% dalam perdagangan setelah jam bursa. Namun di balik koreksi itu, laporan ini menjawab satu pertanyaan penting: apakah belanja besar Microsoft untuk infrastruktur AI benar-benar menghasilkan permintaan nyata? Jawabannya: ya.
Divisi Microsoft Cloud mencatat pendapatan USD 49,1 miliar, naik sekitar 26%, dengan Azure melonjak 40% year-on-year berkat meningkatnya beban kerja berbasis AI. CFO Amy Hood menyebut permintaan “meningkat di banyak lini,” menunjukkan bahwa pelanggan korporat mulai benar-benar menggunakan layanan yang dibangun di atas ekosistem AI Microsoft, seperti Copilot, GitHub, dan paket Microsoft 365.
Menariknya, Microsoft kini menghadapi keterbatasan kapasitas: permintaan terhadap infrastruktur cloud dan GPU melampaui pasokan. Perusahaan mengaku akan tetap “kapasitas-terbatas” hingga akhir tahun fiskal. Untuk itu, Microsoft mengalokasikan USD 35 miliar — angka tertinggi sepanjang sejarahnya — untuk belanja modal pusat data, kapasitas listrik, GPU, dan CPU.
Meski investasi melonjak, arus kas bebas justru tumbuh 33% menjadi USD 25,7 miliar. Ini menandakan efisiensi operasional Microsoft masih solid, bahkan di tengah ekspansi masif.
Investasi AI Jadi Pilar Baru Strategi Korporat
Kemitraan jangka panjang dengan OpenAI menjadi jangkar komersial baru bagi strategi cloud Microsoft. Perusahaan kini memegang 27% saham di OpenAI, disertai komitmen penggunaan layanan Azure senilai USD 250 miliar hingga 2032. Kesepakatan ini bukan sekadar investasi, tetapi jaminan permintaan jangka panjang untuk infrastruktur cloud Microsoft — memastikan bahwa ekspansi besar-besaran ke pusat data AI tidak sekadar berlandaskan ekspektasi, melainkan kontrak nyata.
Selain cloud, divisi Intelligent Cloud naik 28% menjadi USD 30,9 miliar, dan backlog atau pesanan tertunda melonjak 51% menjadi USD 392 miliar. Angka ini menunjukkan posisi Microsoft kini tidak hanya sebagai pemain besar di pasar, tetapi sebagai pemasok utama bagi masa depan ekonomi digital berbasis AI.
Melebihi Skala, Menuju Kedalaman
CEO Satya Nadella menggambarkan kuartal ini sebagai fase “scaling the planet-scale cloud and AI factory” — fase di mana Microsoft tak lagi sekadar tumbuh, tetapi mulai memperdalam integrasi AI ke setiap lini produk dan proses bisnis. Meskipun margin ketat dan gangguan layanan sempat mencoreng momen, hasil keuangan menunjukkan bahwa skala Microsoft kini menjadi keunggulan strategis tersendiri.
Microsoft bukan lagi sekadar penyedia cloud terbesar kedua di dunia — melainkan arsitek utama infrastruktur AI global. Dan ketika permintaan melebihi pasokan, bahkan hari dengan gangguan sekalipun tetap bisa disebut sebagai hari yang menguntungkan di Redmond.

