Spirit Airlines
Photo: vibizmedia

Spirit Airlines Cari Jalan Keluar Setelah Restrukturisasi Gagal

(Business Lounge – Global News) Maskapai penerbangan berbiaya rendah asal Amerika Serikat, Spirit Airlines, kembali menjadi sorotan setelah laporan bahwa perusahaan tengah menjajaki opsi strategis baru, termasuk kemungkinan restrukturisasi ulang, karena langkah efisiensi sebelumnya belum mampu menempatkannya pada jalur keuangan yang berkelanjutan. Menurut laporan Bloomberg, manajemen Spirit tengah bekerja sama dengan penasihat keuangan untuk menilai pilihan yang tersedia, baik melalui perombakan ulang struktur bisnis, pengurangan kapasitas, maupun mencari mitra strategis yang bisa menopang keberlangsungan jangka panjang perusahaan.

Kabar ini datang hanya beberapa bulan setelah restrukturisasi sebelumnya yang bertujuan menekan biaya operasional dan memperkuat neraca keuangan. Namun, upaya itu ternyata belum cukup menghadapi tekanan eksternal berupa biaya bahan bakar yang tinggi, kompetisi ketat di pasar maskapai berbiaya rendah, serta gagal terlaksananya rencana merger dengan JetBlue Airways. Financial Times mencatat, kegagalan merger tersebut merupakan pukulan besar bagi Spirit karena kesepakatan itu semula diharapkan bisa menciptakan sinergi dalam skala besar serta memperkuat daya tawar terhadap maskapai besar di AS.

Sejumlah analis menilai Spirit kini berada di persimpangan yang sulit. Menurut catatan Wall Street Journal, harga saham perusahaan telah tertekan tajam sepanjang 2024 hingga 2025, mencerminkan kekhawatiran investor terhadap kemampuan maskapai menjaga profitabilitas. Kapasitas yang berlebihan di beberapa rute domestik juga menambah beban karena harga tiket sering tertekan akibat perang tarif dengan pesaing.

Salah satu strategi yang dilaporkan sedang dipertimbangkan adalah pemisahan atau penjualan sebagian aset untuk memperkuat arus kas. Reuters melaporkan bahwa opsi seperti menjual pesawat lama, mengurangi frekuensi penerbangan yang tidak menguntungkan, hingga menjajaki aliansi operasional dengan maskapai lain tengah menjadi bahan diskusi internal. Langkah ini, jika diambil, akan mengingatkan pasar pada strategi penyelamatan maskapai lain seperti Frontier Airlines pada dekade lalu, yang berhasil bertahan lewat pemangkasan agresif.

Namun, situasi Spirit tidak bisa dilepaskan dari dinamika industri penerbangan Amerika Serikat yang tengah menghadapi perubahan besar. Pertumbuhan maskapai ultra-low-cost (ULCC) mulai terhambat karena konsumen semakin menuntut pengalaman penerbangan yang lebih nyaman, sementara maskapai besar seperti Delta dan United memperkuat segmen berbiaya rendah mereka dengan anak usaha atau tarif khusus. CNBC menyoroti bahwa banyak penumpang yang sebelumnya memilih Spirit kini beralih ke pesaing karena kesenjangan harga tiket yang semakin sempit dengan layanan maskapai tradisional.

Dari sisi operasional, Spirit juga menghadapi tantangan biaya bahan bakar jet yang tetap tinggi, padahal model bisnis ULCC sangat bergantung pada margin tipis dan rotasi cepat pesawat. Kondisi ini membuat setiap gangguan kecil, seperti keterlambatan atau kenaikan harga avtur, berdampak signifikan terhadap profitabilitas. Bloomberg Intelligence menilai bahwa Spirit harus segera menemukan jalan keluar, karena jika tidak, risiko kebangkrutan kembali menghantui mengingat leverage utang perusahaan relatif besar.

Meski demikian, beberapa analis masih melihat peluang. Menurut Barron’s, Spirit masih memiliki basis pelanggan yang loyal pada segmen ultra-budget, serta armada yang relatif muda jika dibandingkan dengan pesaing. Jika perusahaan mampu mengurangi biaya struktural dan menyesuaikan jaringan penerbangan dengan lebih efisien, maka peluang untuk bertahan tetap ada. Selain itu, adanya potensi aliansi atau investasi strategis dari pihak ketiga bisa menjadi penyelamat.

Secara lebih luas, kasus Spirit mencerminkan realitas pahit industri maskapai pascapandemi. Lonjakan permintaan perjalanan udara yang sempat mendongkrak optimisme kini tidak merata, dengan rute internasional premium pulih lebih cepat dibanding rute domestik berbiaya rendah. Investor dan analis kini menilai Spirit sebagai ujian apakah model ULCC masih bisa bertahan dalam lanskap industri penerbangan Amerika yang semakin terkonsolidasi.

Kesimpulannya, masa depan Spirit Airlines kini berada dalam keseimbangan rapuh. Upaya restrukturisasi sebelumnya gagal memberikan hasil nyata, dan langkah baru yang sedang dijajaki akan menjadi penentu apakah maskapai ini bisa tetap terbang di pasar yang semakin menantang atau justru tergelincir menuju restrukturisasi yang lebih drastis. Seperti ditulis Wall Street Journal, keputusan strategis yang akan diambil dalam beberapa bulan ke depan tidak hanya akan menentukan nasib Spirit, tetapi juga memberi sinyal penting bagi seluruh industri penerbangan berbiaya rendah di Amerika Serikat.