TSA

TSA Akhiri Aturan Wajib Lepas Sepatu di Bandara AS

(Business Lounge – Global News) Setelah hampir dua dekade menjadi bagian dari rutinitas keamanan bandara Amerika Serikat, kebijakan wajib melepas sepatu akhirnya akan dihentikan oleh Transportation Security Administration (TSA). Keputusan ini menandai titik balik dalam sejarah pengamanan penerbangan sipil yang selama bertahun-tahun dikendalikan oleh protokol ketat pasca-serangan terorisme pada awal abad ke-21. Peningkatan teknologi pemindaian dan efisiensi dalam pemeriksaan disebut sebagai alasan utama perubahan ini, yang diharapkan membawa dampak signifikan terhadap kenyamanan dan kecepatan proses keberangkatan di bandara.

Laporan dari Reuters dan Associated Press mengungkapkan bahwa perubahan kebijakan ini mulai diuji coba di beberapa bandara besar seperti Baltimore/Washington International Thurgood Marshall Airport, Philadelphia International Airport, dan Fort Lauderdale-Hollywood International Airport. TSA menyatakan bahwa mereka akan menerapkan kebijakan ini secara nasional dalam beberapa bulan ke depan setelah tahap evaluasi teknis selesai dilakukan. Pengumuman resmi ini disampaikan oleh Sekretaris Keamanan Dalam Negeri Amerika Serikat, Kristi Noem, yang menegaskan bahwa transformasi prosedur keamanan ini sejalan dengan misi TSA untuk memadukan perlindungan maksimal dengan pengalaman perjalanan yang lebih efisien.

Kebijakan wajib melepas sepatu diberlakukan sejak tahun 2006, sebagai tanggapan terhadap insiden pada Desember 2001, di mana Richard Reid, seorang ekstremis asal Inggris, berusaha meledakkan pesawat dengan bahan peledak yang disembunyikan di dalam sepatunya. Meskipun upaya itu gagal, insiden tersebut mengguncang sektor penerbangan global dan mendorong otoritas keamanan untuk memperketat berbagai prosedur, termasuk kewajiban melepas sepatu sebelum pemeriksaan sinar-X. Kebijakan ini segera menjadi simbol keamanan pasca-9/11, dan meski sering diprotes karena menyulitkan, tetap dipertahankan dengan dalih pencegahan.

Namun, kemajuan teknologi dalam dua dekade terakhir mengubah lanskap pengawasan bandara secara drastis. TSA kini mengandalkan sistem pemindai tubuh berbasis gelombang milimeter, alat pemindai 3D untuk barang bawaan, serta sistem deteksi berbasis AI yang memungkinkan petugas mendeteksi bahan peledak dan senjata tanpa harus melakukan pembongkaran fisik atau pengambilan sampel dari tubuh penumpang. Penggunaan teknologi ini, ditambah dengan peluncuran program identitas digital seperti REAL ID, memungkinkan proses pemeriksaan yang lebih akurat tanpa mengorbankan kecepatan.

Sebelum kebijakan baru ini, sejumlah kelompok penumpang seperti anak-anak di bawah 12 tahun, lansia di atas 75 tahun, dan pengguna program PreCheck sudah dikecualikan dari kewajiban melepas sepatu. Namun kini, pengecualian tersebut diperluas untuk mencakup semua penumpang dewasa yang tidak menimbulkan kecurigaan dalam pemeriksaan awal. TSA menegaskan bahwa kebijakan ini tetap bersifat fleksibel: petugas keamanan tetap memiliki kewenangan untuk meminta penumpang melepas sepatu jika terdapat indikasi risiko berdasarkan hasil pemindaian atau profiling.

Dalam wawancara dengan The Wall Street Journal, pejabat tinggi TSA menyatakan bahwa penghapusan aturan ini adalah bagian dari upaya modernisasi prosedur keamanan yang lebih adaptif terhadap kebutuhan zaman. Mereka juga menyebut bahwa waktu rata-rata penumpang dalam antrean keamanan dapat dikurangi hingga 15 persen dengan dihapusnya langkah melepas sepatu. Efisiensi ini penting terutama dalam konteks lonjakan jumlah pelancong pasca-pandemi, ketika lalu lintas udara telah kembali ke level sebelum 2020.

Reaksi dari publik dan industri penerbangan terhadap pengumuman ini sebagian besar positif. Para pelancong yang selama ini merasa terganggu dengan kewajiban melepas sepatu menyambut perubahan ini sebagai langkah masuk akal. Banyak di antara mereka yang menyatakan bahwa proses melepas dan mengenakan sepatu kembali di jalur pemeriksaan adalah pengalaman yang tidak menyenangkan, memperlambat antrean, dan menciptakan ketidaknyamanan, terutama bagi penumpang lanjut usia dan keluarga dengan anak kecil.

Organisasi Airlines for America, yang mewakili sejumlah maskapai penerbangan besar AS, juga menyambut baik kebijakan ini. Dalam pernyataan resminya, mereka menyebut keputusan TSA sebagai langkah cerdas yang menunjukkan bahwa keamanan dan kenyamanan bukanlah dua hal yang harus saling mengorbankan. Mereka juga mendesak agar inovasi serupa segera diterapkan dalam aspek pemeriksaan lainnya, seperti pelonggaran batasan cairan atau penggunaan jalur otomatis tanpa interaksi langsung dengan petugas.

Namun tidak semua pihak menyambut perubahan ini tanpa kekhawatiran. Beberapa ahli keamanan, termasuk mantan pejabat TSA, memperingatkan bahwa ancaman terorisme tetap nyata dan dapat berkembang dalam bentuk-bentuk baru. Mereka menyarankan agar penghapusan aturan dilakukan dengan sangat hati-hati dan disertai pemantauan ketat terhadap hasil penerapannya. Dalam pandangan mereka, meskipun teknologi telah berkembang, elemen manusia dalam pengawasan tetap penting dan tidak boleh diabaikan.

TSA menjawab kekhawatiran tersebut dengan menegaskan bahwa sistem keamanan mereka tetap berbasis pendekatan berlapis. Pemeriksaan identitas, analisis perilaku, deteksi barang bawaan, dan pemantauan sistemik terhadap data penumpang tetap menjadi fondasi operasional TSA. Mereka juga menyatakan bahwa evaluasi berkala terhadap efektivitas prosedur akan terus dilakukan, dan kebijakan baru ini dapat direvisi sewaktu-waktu jika situasi mengharuskan.

Di luar aspek keamanan, perubahan ini juga menandai perubahan dalam pengalaman pelanggan. Dalam dua tahun terakhir, TSA dan Departemen Keamanan Dalam Negeri Amerika Serikat telah berinvestasi besar dalam menciptakan “airport of the future”, di mana proses check-in, pemeriksaan keamanan, dan boarding dilakukan dengan campur tangan minimal dan waktu tunggu yang jauh lebih singkat. Program uji coba jalur biometrik, sistem e-gate, serta teknologi pengenalan wajah menjadi bagian dari inisiatif ini. Kebijakan lepas sepatu yang kini dihentikan dianggap sebagai simbol pembukaan babak baru dalam upaya memperhalus titik gesekan dalam perjalanan udara.

Dampak dari perubahan ini juga diperkirakan meluas ke sektor luar bandara. Produsen alas kaki dan peritel perlengkapan perjalanan, yang selama ini menyesuaikan produk mereka dengan kebiasaan bandara, mungkin akan merespons dengan pendekatan baru dalam desain dan pemasaran. Misalnya, sepatu slip-on dan alas kaki ringan yang dirancang khusus untuk kemudahan dilepas selama pemeriksaan mungkin akan menurun popularitasnya, sementara konsumen lebih bebas memilih berdasarkan kenyamanan jangka panjang daripada fungsi keamanan bandara.

Secara makro, perubahan ini mencerminkan dinamika antara teknologi, regulasi, dan ekspektasi publik yang terus berkembang dalam ruang publik yang sensitif seperti bandara. Seiring meningkatnya tekanan terhadap lembaga pemerintah untuk menyederhanakan prosedur tanpa mengurangi efektivitas, kasus TSA ini bisa menjadi preseden penting untuk sektor transportasi global. Negara-negara lain yang selama ini mengadopsi standar keamanan tinggi berdasarkan kebijakan AS kemungkinan akan mempertimbangkan langkah serupa dalam waktu dekat.

Di sisi diplomasi, kebijakan ini juga memiliki implikasi global. Banyak negara telah menyuarakan frustrasi terhadap panjang dan rumitnya proses transit internasional, terutama saat berhubungan dengan penerbangan dari atau menuju Amerika Serikat. Dengan pelonggaran prosedur ini, hubungan lintas batas dan alur pelancong internasional diperkirakan akan menjadi lebih lancar—yang secara tidak langsung mendukung industri pariwisata dan bisnis lintas negara.

Sebagai penutup, keputusan TSA untuk mengakhiri kewajiban melepas sepatu di pos keamanan bandara menandai era baru dalam manajemen risiko dan pengalaman pelancong. Ini bukan hanya soal kenyamanan, tetapi juga representasi dari bagaimana teknologi, kepercayaan institusional, dan efisiensi publik bisa bersinergi. Meskipun akan selalu ada tantangan dalam menyeimbangkan keamanan dan kemudahan, langkah ini menunjukkan bahwa reformasi yang berbasis data dan teknologi dapat membawa perubahan yang nyata tanpa mengorbankan prinsip dasar keselamatan penerbangan. Dalam kata-kata Kristi Noem, “Kita telah cukup lama hidup dalam bayang-bayang masa lalu. Saatnya kita bergerak ke masa depan yang lebih cerdas dan lebih manusiawi.”