(Business Lounge – Automotive) Di tengah tekanan harga dan perubahan perilaku belanja konsumen otomotif pasca-pandemi, AutoZone kembali mencatat peningkatan penjualan pada kuartal ketiga fiskal 2025. Namun, pertumbuhan ini dibayangi oleh penurunan margin laba kotor yang mengindikasikan tekanan biaya dan tantangan kompetitif di industri suku cadang mobil ritel.
Dalam laporan keuangannya yang dikutip oleh The Wall Street Journal, AutoZone membukukan pendapatan bersih sebesar $608,4 juta atau $35,36 per saham, turun dari $651,7 juta atau $36,69 per saham pada periode yang sama tahun lalu. Angka ini juga meleset dari estimasi analis yang memproyeksikan laba per saham sebesar $36,78. Meskipun penjualan bersih meningkat 3,5% menjadi $4,24 miliar, penurunan laba bersih mencerminkan penurunan efisiensi dan meningkatnya beban operasional.
Menurut Bloomberg, penurunan margin kotor mencerminkan kombinasi dari biaya logistik yang lebih tinggi, tekanan inflasi, dan meningkatnya promosi diskon yang digunakan perusahaan untuk mempertahankan volume penjualan. “Kami melihat tekanan marjin di sejumlah lini produk inti kami, terutama komponen rem dan pengapian,” ungkap CFO AutoZone Jamere Jackson dalam panggilan pendapatan dengan analis.
AutoZone telah lama diakui sebagai pemain kuat di sektor aftermarket otomotif, berkat jangkauan distribusi yang luas, hubungan erat dengan pemasok, dan pengalaman pelanggan di gerai fisik. Namun, perubahan dinamika industri mulai menantang model bisnis konvensional. Kenaikan biaya transportasi, harga bahan baku yang fluktuatif, serta kompetisi dari pengecer daring seperti Amazon dan RockAuto, terus mengikis keunggulan marjin yang selama ini menjadi kekuatan AutoZone.
Dalam analisisnya, Reuters mencatat bahwa belanja konsumen untuk perawatan kendaraan cenderung stabil, tetapi konsumen menjadi semakin selektif dalam berbelanja. Ini mendorong pengecer untuk lebih sering mengandalkan promosi, yang pada akhirnya memangkas profitabilitas. “Banyak pelanggan kini menunda penggantian komponen tidak kritis atau memilih merek generik,” kata analis dari CFRA Research, Garrett Nelson, yang juga memperingatkan bahwa ketergantungan AutoZone pada pasar domestik AS bisa menjadi titik lemah jika tekanan biaya terus meningkat.
Sementara itu, segmen bisnis komersial AutoZone—yang melayani bengkel independen dan armada kendaraan—terus tumbuh dan kini menyumbang hampir 30% dari total penjualan domestik. Menurut laporan CNBC, perusahaan menyatakan pertumbuhan dua digit pada saluran bisnis ini, meskipun pertumbuhan tersebut tidak cukup untuk menutupi penurunan margin di segmen ritel.
CEO AutoZone Bill Rhodes, dalam pernyataan resminya yang dikutip oleh Yahoo Finance, menekankan bahwa perusahaan tetap fokus pada strategi jangka panjang: meningkatkan efisiensi rantai pasok, memperkuat logistik berbasis regional, serta mengoptimalkan penggunaan teknologi untuk mempercepat layanan pelanggan. “Kami akan terus berinvestasi di area yang memperkuat diferensiasi kami, terutama dalam eksekusi gerai dan distribusi,” kata Rhodes.
Namun, tantangan tetap membayangi. Perusahaan saat ini menghadapi tekanan tenaga kerja karena upah minimum yang meningkat di sejumlah negara bagian AS, serta biaya transportasi yang tetap tinggi meskipun harga bahan bakar mulai stabil. Selain itu, fluktuasi nilai tukar dan ketidakpastian geopolitik mempersulit perencanaan impor untuk beberapa suku cadang utama, terutama yang berasal dari Asia.
Laporan Financial Times menunjukkan bahwa AutoZone bukan satu-satunya perusahaan di sektor ini yang mengalami penurunan margin. Rival seperti O’Reilly Automotive dan Advance Auto Parts juga menghadapi tekanan yang sama, dengan strategi berbeda dalam menanggapi. Sementara O’Reilly fokus memperkuat jaringan gudang lokal, Advance lebih agresif dalam diskon harga daring.
Dalam konteks yang lebih luas, transformasi kendaraan listrik (EV) juga mengintai bisnis AutoZone. Meskipun EV saat ini masih minoritas dalam komposisi kendaraan AS, tren jangka panjang menunjukkan perubahan fundamental. Mobil listrik memerlukan lebih sedikit perawatan dibandingkan kendaraan pembakaran internal, sehingga berpotensi memangkas permintaan terhadap banyak suku cadang konvensional seperti filter oli, busi, dan komponen knalpot. Dalam laporan Bloomberg Intelligence, analis menyatakan bahwa penetrasi EV di AS yang kini mendekati 10% berpotensi menjadi titik balik dalam dekade ini bagi sektor aftermarket otomotif.
Namun, AutoZone tampak belum mengubah strategi besar mereka untuk menghadapi era EV. Dalam panggilan analis yang dikutip oleh Barron’s, Rhodes menyatakan bahwa perusahaan “sedang mengevaluasi” produk dan layanan yang relevan dengan EV, tetapi menekankan bahwa “mayoritas kendaraan di jalan masih berbahan bakar bensin dan akan tetap demikian dalam 10 tahun ke depan.”
Di sisi investor, respons terhadap laporan keuangan ini cukup negatif. Saham AutoZone turun hampir 5% pada perdagangan pagi setelah rilis laporan. Meski demikian, beberapa analis melihat pelemahan ini sebagai peluang beli, mengingat kekuatan fundamental jangka panjang perusahaan. Morningstar menegaskan bahwa valuasi saham AutoZone tetap menarik dengan rasio P/E lebih rendah dari rata-rata industri, meskipun mereka menurunkan ekspektasi pertumbuhan marjin untuk dua tahun ke depan.
Secara geografis, AutoZone kini mengoperasikan lebih dari 7.200 gerai di AS, Meksiko, dan Brasil. Ekspansi internasional, terutama di Meksiko, menunjukkan tren pertumbuhan yang menjanjikan, dengan pertumbuhan penjualan dua digit di wilayah tersebut. Namun, kontribusinya terhadap pendapatan keseluruhan masih kecil dibandingkan pasar domestik.
Dengan strategi untuk membuka lebih dari 200 gerai baru selama 12 bulan ke depan, AutoZone menekankan bahwa mereka tetap berkomitmen terhadap ekspansi fisik. Namun, pengamat ritel memperingatkan bahwa pertumbuhan berbasis toko baru dapat menambah beban operasional, terutama jika efisiensi gerai tidak dijaga secara optimal. Dalam laporan Nikkei Asia, analis memperkirakan bahwa margin operasional AutoZone akan tetap tertekan hingga awal 2026 kecuali terjadi normalisasi biaya logistik secara signifikan.
Seiring berubahnya lanskap otomotif dan ritel, keberhasilan AutoZone bergantung pada kemampuannya membaca arah pasar dan mengadaptasi diri tanpa kehilangan kekuatan tradisional mereka. Dengan pengalaman lebih dari empat dekade dan pengenalan merek yang kuat, AutoZone tetap menjadi pemain penting—namun kini harus menghadapi tantangan modernisasi, transformasi digital, dan tekanan marjin secara bersamaan.