(The Manager’s Lounge, Risk Management) – Krisis finansial global yang terjadi belakangan memberikan pelajaran berharga bagi industri finansial, terutama dalam hal manajemen risiko. Menurut IMF, selama 40 tahun terakhir, terdapat sekitar 88 krisis perbankan di seluruh dunia.
Event World Economic Forum (WEF) lalu yang berlangsung di Davos pada bulan April lalu, salah satunya mendiskusikan hal ini, yang dibahas dalam laporan berjudul “Rethinking Risk Management in Financial Services: Practices from Other Domains” yang disusun bersama oleh tim WEF dan Boston Consulting Group. Laporan ini memberikan rekomendasi mengenai strategi-strategi manajemen risiko, yang diadaptasi dari praktik pada indsutri-industri lain selain finansial, diantaranya: penerbangan, perikanan, imunologi, farmasi, hingga telekomunikasi, dan lainnya. Laporan 68 halaman ini menghasilkan sembilan proposal mengenai manajemen risiko, yang akan kami ringkas dalam dua edisi tulisan berikut ini.

1. System-wide Perspective
Manajemen Risiko yang Terdiversifikasi
Sistem yang homogen cenderung lebih lemah dibandingkan dengan sistem yang terdiversifikasi. Contohnya adalah kasus virus yang membunuh jutaan salmon di Chili, sehingga banyak pabrik yang harus ditutup dan pengangguran melejit. Untuk mengatasi virus ini, peternak salmon menggunakan obat antibiotik dosis tinggi. Namun, ini justru mengakibatkan populasi salmon secara keseluruhan justru semakin lemah terhadap penularan dalam jangka panjang. Ketika virus mulai berjangkit, maka gabungan antara tingkat kepadatan yang tinggi dengan penolakan terhadap obat menjadikan virus tersebar dengan cepat dan mengakibatkan bencana bagi para peternak salmon.
Mirip seperti kasus virus ikan salmon tersebut, pada institusi finansial yang punya bisnis serupa, banyak yang mengadopsi strategi manajemen risiko yang sama pula. Asumsi-asumsi yang digunakan sama, sehingga melahirkan teknik manajemen risiko yang sama pula. Padahal, dengan demikian itu justru tidak baik untuk sistem finansial. Seharusnya, institusi finansial mengadopsi strategi manajemen risiko yang berbeda-beda, sesuai dengan kondisi yang terjadi pada saat itu.
Contohnya adalah CDO, yang banyak mempunyai rating AAA, sehingga dianggap sudah aman. Padahal, rating ini berdasarkan asumsi mengenai risiko default, harga rumah, dan underlying asset yang semuanya belum pasti. Regulator seharusnya menggalakkan keragaman dalam pendekatan manajemen risiko, dan meningkatkan rasio kecukupan modal untuk bisnis yang berisiko tinggi.
Simulasi Bencana
Tahun lalu, ketika virus H1N1 menyebar di seluruh dunia, World Health Organization (WHO) menetapkannya sebagai pandemi global, dengan level alert yang terus meningkat hingga level tertinggi. WHO juga membantu negara-negara untuk mengembangkan rencana dalam menanggulangi pandemi ini, sekaligus simulasi dan latihan dalam menangani krisis ini. Sehingga, orang disiapkan untuk menangani kondisi darurat pada pandemi.
Krisis finansial lalu memunculkan peristiwa-peristiwa yang mengejutkan seperti banyak yang bangkrut, termasuk Lehman Brothers, yang kemudian mengakibatkan malapetaka finansial di seluruh dunia. Belajar dari WHO, institusi finansial seharusnya juga punya persiapan yang baik dalam menghadapi peristiwa buruk bahkan hingga yang berdampak sistemik. Regulator dan institusi finansial idealnya bekerjasama dalam membuat rencana penanggulangannya. Simulasi yang sangat persis seperti terjadi krisis juga perlu dilakukan, untuk menguji rencana peanggulangan.
Fire Management
Hutan kadang memang membutuhkan peremajaan, misalnya seperti kebakaran yang sudah menjadi bagian dari ekosistem. AS telah menerapkan wildfire management, dimana kebakaran dibiarkan terjadi untuk meremajakan hutan, misalnya demi mengurangi fuel loading, membersihkan tanah supaya semak belukar dan bunga baru dapat tumbuh, mematikan pohon yang sakit, dan lainnya.
Dalam dunia finansial, banyak bank yang mengalami kegagalan yang kemudian memperoleh bailout dari pemerintah. Sehingga, pemerintah yang kemudian menanggung akibat dari buruknya manajemen risiko dari institusi-institusi tersebut. Seharusnya, pemerintah dan regulator membiarkan kegagalan institusi finansial sebagai proses peremajaan.
Hal yang sama juga dapat diimplementasikan dalam industri finansial, yakni membiarkan `sedikit api menjalar` alias membiarkan beberapa bank gagal. Namun, dampaknya juga perlu diukur dengan seksama, jangan sampai kejadian tersebut berisiko sistemik sehingga justru menyebar dan mengakibatkan dampak yang luar biasa. Kelola supaya kerusakan yang terjadi tetap dapat dikelola dengan baik dan langkah mengatasinya dilakukan dengan cepat.
2. Transparansi dan Arus Informasi
Data agregat sistem
Industri penerbangan mempunyai toleransi nol dalam hal risiko safety, karena sedikit masalah safety bisa fatal akibatnya. Seiring dengan tingkat kecelakaan yang semakin meningkat, industri penerbangan mulai mengembangkan metode untuk meningkatkan keamanan di masa depan. Salah satunya yakni dengan cara kerjasama antara pemerintah dan industri, yang memungkinkan adanya program pengumpulan laporan mengenai kecelakaan dan data keamanan berskala nasional. Dari data-data tersebut, Aviation Safety Information Analysis and Sharing (ASIAS), kemudian mengangkat sejumlah isu untuk kemudian menganalisa data demi memperoleh jawaban. Dengan adanya data sharing dan analisa informasi yang lebih baik dan komprehensif, maka isu keamanan yang potensial dapat langsung diatasi bahkan sebelum terjadi.
Data-data institusi finansial sebenarnya sudah banyak dimuiliki baik oleh pihak regulator maupun pricing provider. Hanya saja, informasi ini tidak terstruktur dengan baik, sehingga sulit untuk menarik analisa dari informasi tersebut. Saat ini, kita tidak punya sistem yang langsung membaca sejumlah parameter dari kestabilan sistem, seperti leverage, liquidity, dan hubungan counterparty. Oleh karena itu, pengumpulan data harus lebih lengkap dan relevan, supaya dapat turut meningkatkan stabilitas sistem finansial. Data-data yang berkaitan dengan risiko sistemik juga perlu, sehingga bisa menjadi early warning indicator di masa depan.
(Bersambung)
pic.:endeavor.org
(Rinella Putri/TA/TML)