(Business Lounge – Global News) United Parcel Service Inc. (UPS) mengumumkan pemangkasan sekitar 48.000 pekerjaan di divisi manajemen dan operasionalnya, langkah paling agresif yang pernah dilakukan perusahaan pengiriman barang terbesar di dunia itu dalam satu dekade terakhir. Seperti dilaporkan The Wall Street Journal dan Bloomberg, sekitar 34.000 posisi berasal dari operasi harian, sementara sisanya dari fungsi manajerial dan dukungan kantor. Saham UPS melonjak tajam setelah pengumuman tersebut karena investor melihat langkah itu sebagai sinyal kuat bahwa perusahaan siap menekan biaya dan memperkuat profitabilitas.
CEO Carol Tomé menyebut keputusan ini sebagai bagian dari strategi “fit to serve”—upaya menyelaraskan kapasitas tenaga kerja dengan volume pengiriman yang menurun dan realitas ekonomi pasca-pandemi. Dalam pernyataannya, ia menegaskan bahwa UPS perlu menjadi lebih ramping dan efisien di tengah tekanan margin akibat melambatnya permintaan e-commerce global. Dengan biaya tenaga kerja yang meningkat tajam sejak kesepakatan kontrak baru dengan serikat pekerja Teamsters pada 2023, pemangkasan pegawai dianggap langkah krusial untuk menjaga daya saing dan margin operasional.
Langkah ini juga mencerminkan perubahan struktural yang lebih luas dalam industri logistik. Setelah lonjakan pengiriman online selama pandemi, volume paket global kini mulai menurun. Menurut Reuters, UPS menghadapi permintaan yang lebih lemah dari pelanggan utama seperti Amazon dan Walmart, sementara pertumbuhan dari bisnis internasional belum mampu mengimbangi perlambatan di pasar domestik AS. Selain itu, kenaikan suku bunga dan inflasi membuat biaya transportasi dan bahan bakar meningkat, menekan laba perusahaan di tengah biaya tetap yang besar.
Pemangkasan 48.000 pekerjaan ini diharapkan menghasilkan penghematan biaya miliaran dolar per tahun. UPS mengatakan akan mengoptimalkan penggunaan teknologi otomatisasi dan kecerdasan buatan dalam proses sortir, manajemen rute, dan analitik permintaan. Strategi ini akan memungkinkan perusahaan beroperasi dengan tim yang lebih kecil tetapi produktivitas lebih tinggi. Financial Times mencatat bahwa UPS sudah mulai memperluas investasi dalam sistem logistik berbasis data untuk mengidentifikasi efisiensi mikro di setiap tahapan pengiriman.
Bagi investor, berita ini diterima positif. Saham UPS di New York naik lebih dari 6% segera setelah pengumuman, didorong oleh harapan bahwa langkah efisiensi besar-besaran akan memperkuat margin laba di 2025. Namun, analis memperingatkan bahwa efek sosial dan operasional dari PHK ini dapat menjadi tantangan jangka pendek, terutama dalam menjaga moral karyawan dan kualitas layanan. Serikat pekerja Teamsters, yang mewakili ratusan ribu pekerja UPS, mengatakan akan memantau dampak pemangkasan terhadap anggota mereka dan memastikan hak-hak tenaga kerja tidak dilanggar.
Secara strategis, UPS sedang mencoba menyeimbangkan dua arah sekaligus: mempertahankan dominasi di pasar pengiriman konvensional sambil mempercepat transisi menuju bisnis logistik berteknologi tinggi. Perusahaan menargetkan pertumbuhan dari sektor kesehatan, logistik rantai pasok farmasi, dan layanan premium B2B yang menawarkan margin lebih tinggi. Namun, untuk membiayai transformasi itu, UPS harus memangkas biaya operasional yang selama ini membengkak akibat ekspansi cepat di era pandemi.
Langkah pemangkasan 48.000 pekerjaan ini bukan hanya keputusan efisiensi, melainkan simbol perubahan lanskap industri logistik global. Persaingan dengan FedEx, DHL, dan Amazon Logistics semakin ketat, dan setiap keunggulan biaya bisa menjadi pembeda utama. UPS kini bertaruh bahwa dengan menjadi lebih kecil dan cerdas, ia dapat menjadi lebih tangguh menghadapi siklus ekonomi yang tidak menentu. Namun, keberhasilan strategi ini akan sangat bergantung pada kemampuan perusahaan menjaga keseimbangan antara efisiensi dan keandalan layanan yang selama ini menjadi reputasi utamanya.

