Target Corp.

Target Pangkas Ribuan Pekerja Kantor di Tengah Stagnasi Penjualan

(Business Lounge – News Insight) Raksasa ritel Amerika Serikat, Target Corp., mengumumkan pemangkasan sekitar 1.800 posisi di jajaran korporatnya sebagai bagian dari restrukturisasi besar untuk memperbaiki kinerja dan arah strategis perusahaan. Keputusan itu datang setelah 11 kuartal berturut-turut mencatatkan penjualan sebanding yang lemah atau bahkan menurun, menandai periode stagnasi terpanjang bagi jaringan toko ritel besar di AS sejak pandemi. Seperti dilaporkan Bloomberg, langkah ini menjadi sinyal kuat bahwa Target tengah melakukan perombakan mendasar untuk beradaptasi dengan perubahan perilaku konsumen dan tekanan kompetitif dari raksasa e-commerce seperti Amazon dan Walmart.

Menurut laporan The Wall Street Journal, pemangkasan ini akan difokuskan pada posisi manajerial dan staf di kantor pusat perusahaan di Minneapolis, Minnesota, serta beberapa divisi dukungan strategis di tingkat regional. Target menegaskan bahwa tidak akan ada penutupan toko fisik besar-besaran, dan mayoritas pemangkasan akan berdampak pada fungsi-fungsi korporat seperti manajemen rantai pasok, pemasaran, dan pengembangan produk. Keputusan itu disebut sebagai langkah untuk “menyederhanakan struktur organisasi dan mempercepat pengambilan keputusan,” menurut pernyataan resmi CEO Brian Cornell.

Dalam keterangan yang dikutip Reuters, Cornell menyatakan bahwa restrukturisasi ini bertujuan untuk mempersiapkan Target menghadapi lingkungan ritel yang semakin kompetitif. “Kami menghadapi dinamika pasar yang berubah cepat. Konsumen lebih berhati-hati, inflasi masih menekan pengeluaran rumah tangga, dan kami perlu memastikan bahwa organisasi kami cukup lincah untuk merespons tantangan tersebut,” katanya. Ia menambahkan bahwa inisiatif efisiensi ini akan menghasilkan penghematan biaya signifikan yang akan dialokasikan untuk investasi digital dan peningkatan pengalaman pelanggan.

Bagi Target, langkah pemangkasan ini menandai babak baru setelah beberapa tahun berjuang mempertahankan momentum pertumbuhan pascapandemi. Selama 2020 dan 2021, Target sempat menjadi salah satu pemenang di sektor ritel berkat lonjakan belanja rumah tangga dan belanja daring. Namun, sejak 2022, perusahaan mulai menghadapi tekanan akibat perubahan pola konsumsi: pelanggan kini mengurangi pembelian barang non-esensial seperti pakaian, dekorasi rumah, dan elektronik, yang selama ini menjadi pendorong utama margin keuntungan Target. Bloomberg mencatat bahwa sementara kategori bahan makanan dan kebutuhan pokok tetap stabil, penurunan di segmen discretionary goods telah menggerus profitabilitas secara signifikan.

Laporan keuangan terakhir Target menunjukkan bahwa penjualan sebanding turun 3,1% pada kuartal terakhir, melanjutkan tren pelemahan selama hampir tiga tahun. Pendapatan bersih perusahaan juga menurun menjadi 25,6 miliar dolar AS, di bawah ekspektasi analis Refinitiv. Sementara itu, biaya logistik dan tenaga kerja tetap tinggi, menekan margin operasional yang kini turun ke level 4,2% dari sebelumnya 6,1%. The Wall Street Journal menulis bahwa tekanan ini semakin besar karena perusahaan memilih untuk tidak menaikkan harga terlalu agresif, khawatir kehilangan pelanggan ke pesaing seperti Walmart dan Dollar General.

Kebijakan pemangkasan tenaga kerja korporat ini muncul bersamaan dengan rencana Target untuk mengoptimalkan struktur toko fisiknya. Perusahaan berencana memfokuskan investasi pada toko dengan performa tinggi dan memangkas ekspansi toko baru untuk sementara waktu. Di sisi lain, Target akan memperluas kemitraan logistik dengan Shipt—platform pengiriman yang dimilikinya—guna memperkuat layanan pengantaran cepat. Menurut Bloomberg, strategi baru ini diharapkan mampu mengurangi ketergantungan pada promosi diskon yang selama ini menekan margin keuntungan.

Restrukturisasi Target juga mencerminkan tren yang lebih luas di sektor ritel AS, di mana banyak perusahaan beralih ke pendekatan berbasis efisiensi setelah periode pertumbuhan yang lambat. Reuters melaporkan bahwa pemangkasan tenaga kerja korporat di perusahaan ritel besar meningkat hampir 30% sepanjang 2025 dibanding tahun sebelumnya, dengan faktor utama berupa adopsi otomatisasi dan kecerdasan buatan dalam operasi back-office. Target disebut mulai menerapkan sistem berbasis AI untuk memprediksi tren permintaan dan mengoptimalkan inventori, menggantikan sebagian fungsi analitik manusia.

Beberapa analis menilai bahwa restrukturisasi Target, meski menyakitkan bagi sebagian pekerja, merupakan langkah realistis untuk menjaga daya saing. Bloomberg Intelligence mencatat bahwa beban biaya administrasi dan operasional Target meningkat sekitar 18% selama tiga tahun terakhir, jauh di atas rata-rata industri. “Pemangkasan 1.800 posisi mungkin hanya awal dari upaya efisiensi yang lebih besar, terutama jika kondisi penjualan tidak membaik hingga pertengahan 2026,” tulis analis Michael Baker dalam laporannya. Ia menambahkan bahwa perusahaan perlu menggabungkan langkah efisiensi dengan strategi pertumbuhan berbasis data dan diferensiasi merek.

Saham Target sempat naik 4% dalam perdagangan setelah pengumuman restrukturisasi, mencerminkan keyakinan investor bahwa langkah ini dapat memperbaiki margin jangka menengah. Namun, sebagian pengamat memperingatkan bahwa dampak positif jangka pendek bisa berisiko jika moral karyawan terganggu atau kemampuan inovasi perusahaan melemah. “Restrukturisasi korporat sering kali memberikan ruang finansial, tetapi jika tidak diikuti perubahan budaya dan arah strategi yang jelas, manfaatnya bisa cepat memudar,” tulis The Wall Street Journal.

Selain tekanan internal, Target juga menghadapi perubahan perilaku konsumen yang semakin sensitif terhadap harga. Laporan Bloomberg menunjukkan bahwa pelanggan kelas menengah, yang selama ini menjadi basis utama Target, kini lebih banyak beralih ke diskon besar dan merek rumah tangga murah. Inflasi yang masih tinggi, terutama pada bahan makanan dan transportasi, membuat belanja discretionary menurun tajam. Sebagai respons, Target mulai memperluas lini produk private label seperti Good & Gather dan Threshold yang menawarkan harga lebih kompetitif dengan margin lebih tinggi.