(Business Lounge – Global News) Komisi Eropa menjatuhkan denda lebih dari 180 juta dolar AS kepada tiga rumah mode besar—Gucci, Chloé, dan Loewe—setelah penyelidikan menemukan bukti bahwa mereka terlibat dalam praktik penetapan harga yang melanggar aturan antimonopoli Uni Eropa. Gucci, yang dimiliki oleh konglomerat Prancis Kering SA, menerima denda tertinggi sebesar 138,5 juta dolar AS, jauh di atas dua pesaingnya yang didenda dalam jumlah lebih kecil.
Menurut laporan dari The Wall Street Journal dan Reuters, hasil investigasi menunjukkan bahwa ketiga merek mewah tersebut terlibat dalam koordinasi tidak sah dengan pengecer untuk menjaga harga eceran tetap tinggi di seluruh pasar Uni Eropa, terutama di Prancis, Italia, dan Jerman. Praktik semacam itu disebut “resale price maintenance” (RPM), yang bertujuan mengontrol harga minimum di tingkat ritel dan mencegah potongan harga besar yang dapat menurunkan nilai merek.
Margrethe Vestager, Komisaris Persaingan Usaha Uni Eropa, mengatakan bahwa perilaku tersebut melanggar aturan dasar pasar tunggal Eropa. “Gucci, Chloé, dan Loewe berusaha menahan harga produk mewah mereka di tingkat ritel dengan cara yang membatasi persaingan dan merugikan konsumen,” ujar Vestager dalam konferensi pers di Brussel. “Konsumen berhak mendapatkan manfaat dari persaingan bebas, termasuk diskon dan variasi harga yang adil.”
Dalam penyelidikan yang berlangsung lebih dari dua tahun itu, Komisi Eropa menemukan bukti komunikasi internal dan kesepakatan lisan antara distributor dan peritel resmi yang dimaksudkan untuk menekan harga eceran. Gucci, misalnya, disebut secara aktif memantau harga produk-produknya di toko daring pihak ketiga dan menekan pengecer yang menjual dengan harga lebih rendah daripada yang disetujui.
Gucci, yang terkena sanksi terbesar karena dianggap sebagai penggagas utama skema tersebut, mengatakan dalam pernyataan resminya bahwa perusahaan akan meninjau keputusan itu dan mempertimbangkan opsi banding. “Kami selalu berkomitmen untuk mematuhi hukum persaingan yang berlaku dan akan bekerja sama penuh dengan otoritas terkait,” kata juru bicara Kering SA.
Sementara itu, Chloé—yang dimiliki oleh Richemont Group—dan Loewe, bagian dari konglomerat LVMH Moët Hennessy Louis Vuitton, masing-masing dikenai denda yang lebih kecil karena dianggap memiliki peran sekunder dalam kesepakatan harga. Komisi Eropa memberikan potongan denda hingga 10% kepada kedua merek karena tingkat kerja sama mereka dalam penyelidikan.
Menurut sumber yang dikutip Bloomberg, nilai denda untuk Chloé diperkirakan sekitar 25 juta dolar AS, sementara Loewe harus membayar sekitar 18 juta dolar AS. Namun, angka pastinya belum diumumkan secara resmi karena masih menunggu publikasi dokumen keputusan akhir.
Kasus ini menjadi salah satu tindakan penegakan hukum antimonopoli terbesar Uni Eropa di sektor barang mewah dalam beberapa tahun terakhir. Komisi mengatakan bahwa praktik serupa juga pernah ditemukan di sektor elektronik, kosmetik, dan mainan, namun keterlibatan merek fesyen ternama menambah dimensi baru pada isu ini, mengingat pengaruh besar mereka terhadap perilaku harga global.
Para analis menilai bahwa denda tersebut tidak akan mengguncang keuangan perusahaan secara signifikan, tetapi bisa berdampak besar pada reputasi mereka di pasar yang sangat kompetitif. “Dalam dunia barang mewah, citra adalah segalanya,” kata Luca Solca, analis dari Bernstein Research. “Keterlibatan dalam penyelidikan harga dapat menimbulkan kesan bahwa merek mencoba mengontrol pasar dengan cara yang tidak adil, dan hal itu bisa mengikis kepercayaan pelanggan premium yang mengharapkan transparansi.”
Selain kerugian reputasi, keputusan ini juga menandakan sikap lebih keras dari regulator Eropa terhadap praktik penetapan harga di sektor barang mewah. Vestager, yang dikenal sebagai figur tegas dalam penegakan hukum kompetisi, menegaskan bahwa Komisi tidak akan ragu mengambil tindakan serupa terhadap perusahaan lain jika ditemukan bukti koordinasi harga.
“Tidak ada perusahaan, seberapa prestisius pun mereknya, yang kebal terhadap aturan pasar bebas,” katanya.
Kasus ini juga mencerminkan meningkatnya tekanan global terhadap praktik distribusi selektif di industri fesyen. Sistem distribusi tersebut memungkinkan rumah mode memilih pengecer berdasarkan kriteria eksklusif untuk menjaga citra merek, namun sering kali juga digunakan untuk mengendalikan harga secara tidak langsung.
Dalam beberapa tahun terakhir, otoritas di Jerman, Prancis, dan Italia telah melakukan penyelidikan terhadap berbagai perusahaan mewah terkait perjanjian dengan pengecer daring seperti Farfetch, Yoox Net-a-Porter, dan MyTheresa, yang kerap dibatasi dalam menawarkan diskon pada produk bermerek.
Gucci, misalnya, diketahui memiliki kontrak eksklusif dengan sejumlah peritel daring untuk memastikan tampilan visual dan kisaran harga yang seragam di seluruh pasar. Regulasi Eropa tidak melarang strategi semacam itu selama tidak digunakan untuk menahan persaingan harga. Namun, Komisi menemukan bahwa dalam kasus ini, batasan tersebut melampaui ketentuan yang diperbolehkan.
Denda terhadap Gucci sebesar 138,5 juta dolar AS menjadi salah satu sanksi terbesar yang pernah dijatuhkan kepada perusahaan fesyen tunggal di bawah undang-undang antimonopoli Uni Eropa. Meski jumlahnya relatif kecil dibandingkan pendapatan tahunan Kering yang mencapai lebih dari 22 miliar dolar AS, dampak simbolisnya besar karena menunjukkan bahwa bahkan merek dengan reputasi global tidak luput dari pengawasan hukum.
Pihak Kering mengatakan sedang mempertimbangkan langkah hukum lebih lanjut dan akan menilai apakah ada dasar untuk mengajukan banding ke Pengadilan Umum Uni Eropa di Luksemburg. Di sisi lain, Richemont dan LVMH telah menyatakan bahwa mereka menerima hasil keputusan dan akan mengambil langkah untuk memastikan kepatuhan penuh ke depan.
Pasar saham bereaksi tipis terhadap pengumuman ini, dengan saham Kering turun 1,2% di Paris, sementara Richemont dan LVMH turun kurang dari 1%. Investor menilai denda tersebut tidak akan berdampak besar terhadap profitabilitas jangka pendek, tetapi menjadi pengingat bahwa regulasi persaingan di Eropa kini semakin ketat.
Keputusan ini sekaligus memperkuat posisi Uni Eropa sebagai salah satu pengawas kompetisi paling aktif di dunia, dengan fokus baru pada sektor barang mewah dan digital. Dalam beberapa tahun terakhir, Komisi telah menindak Google, Apple, dan Amazon atas dugaan praktik monopoli—dan kini giliran dunia fesyen yang berada di bawah sorotan.
Dengan denda total lebih dari 180 juta dolar AS dan kemungkinan tindak lanjut terhadap merek lain yang sedang diselidiki, kasus ini menunjukkan bahwa dalam ekonomi global yang semakin transparan, bahkan kemewahan pun tidak bisa lepas dari aturan pasar bebas.