(Business Lounge Journal – Event)
Pekan seni rupa kontemporer Art Jakarta 2025 kembali digelar pada 3–5 Oktober di JIExpo Kemayoran, Jakarta. Pameran yang telah menjadi agenda tahunan penting bagi komunitas seni ini menghadirkan ragam karya dari seniman dan galeri dalam maupun luar negeri, menegaskan keberlanjutan ekosistem seni rupa di Indonesia.
Tahun ini, Art Jakarta diikuti oleh 75 galeri dari 16 negara, dengan sekitar setengahnya berasal dari luar negeri. Sejumlah galeri internasional yang turut berpartisipasi antara lain Esther Schipper dari Berlin, Kaikai Kiki dari Tokyo, dan Tina Keng Gallery dari Taipei. Sementara itu, partisipasi galeri lokal tetap menjadi fokus utama dalam pameran, menampilkan kekayaan gagasan dan eksplorasi visual yang merepresentasikan wajah seni kontemporer Indonesia hari ini.
Dalam pembukaan resmi, Menteri Kebudayaan Fadli Zon menyoroti peran seni rupa sebagai bagian dari ekonomi kreatif yang dapat memberikan kontribusi nyata terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Ia menegaskan bahwa industri seni kini semakin relevan di tengah perkembangan sektor kreatif dan meningkatnya minat publik terhadap seni sebagai bagian dari gaya hidup. Sementara Tom Tandio mengatakan bahwa edisi ke-15 pameran ini lahir dari komitmen kolektif banyak pihak. Ini bukan sekadar ruang apresiasi, tetapi forum untuk memperkaya ekosistem seni Indonesia.
Salah satu bagian yang menarik perhatian pengunjung adalah area “Art Jakarta Spot”, yang menampilkan karya instalasi berskala besar. Di antaranya, karya Ipeh Nur berjudul Ombak Belum Tidur yang sebelumnya memenangkan Feature Generation Art Awards, serta Stolen Muse karya Adi Gunawan dari SANKHARA Art—sebuah instalasi berbahan fiber yang menampilkan figur astronot menaiki vespa. Ada pula karya Aditya Novali dari ROH Projects bertajuk Untitled (Working Title) dengan struktur mencapai lima meter, serta seri Kelana dari Endry Pragusta melalui Rachel Gallery.
Selain karya individual, beberapa kolaborasi antara seniman dan mitra korporasi juga menjadi sorotan. Julius Baer menampilkan karya terbaru Eddie Hara, CALL 911. DESTROY BAD ART, sementara Bibit dan Stockbit berkolaborasi dengan Agus Suwage dalam Portrait of Possibilities—sebuah refleksi terhadap identitas dan ruang publik yang dikemas dalam bahasa visual khas sang seniman. Kolaborasi lain datang dari Treasury melalui instalasi Reserve of Care karya Azizi Almajid dan Nuri Fatimah, serta BCA yang bekerja sama dengan Muklay dan Palette Studio menghadirkan instalasi interaktif di area myBCA.
Keterlibatan sektor finansial dan swasta ini menunjukkan semakin luasnya ruang kolaborasi antara dunia seni dan dunia usaha. Seni tidak lagi berdiri sendiri, tetapi menjadi medium yang dapat menjembatani nilai estetika dengan pesan sosial, edukasi, bahkan ekonomi.
Selama tiga hari penyelenggaraan, Art Jakarta menjadi ajang pertemuan bagi seniman, kolektor, kurator, dan publik umum. Diskusi-diskusi kecil di sela pameran memperlihatkan semangat bertukar gagasan yang hidup—bahwa seni tidak berhenti di dinding galeri, tetapi terus bergerak dan berinteraksi dengan kehidupan sehari-hari.
Dengan penataan yang rapi dan kurasi yang semakin matang, Art Jakarta 2025 menampilkan paduan antara kekuatan artistik, profesionalisme penyelenggaraan, dan keterbukaan terhadap lintas kolaborasi. Pameran ini menandai keberlanjutan semangat untuk menjadikan seni sebagai bagian integral dari perkembangan budaya dan ekonomi kreatif Indonesia.

