(Business Lounge – Global News) Raksasa ritel alas kaki dan fesyen asal Inggris, JD Sports Fashion, melaporkan hasil keuangan terbarunya yang menunjukkan pertumbuhan pendapatan signifikan namun disertai penurunan laba sebelum pajak. Laporan ini sejalan dengan panduan sebelumnya, menegaskan tantangan yang dihadapi industri ritel global di tengah perubahan pola belanja konsumen dan tekanan biaya yang semakin meningkat.
Menurut laporan yang dikutip dari Financial Times dan Bloomberg, pendapatan JD Sports meningkat 20 persen dalam basis mata uang konstan. Angka ini menunjukkan kekuatan brand dan ekspansi global yang terus dijalankan, terutama di pasar Amerika Serikat dan Eropa. Namun, laba sebelum pajak dan item penyesuaian justru turun, mencerminkan adanya tekanan margin akibat kenaikan biaya operasional, inflasi, serta biaya distribusi yang lebih tinggi.
Reuters mencatat bahwa hasil ini sebenarnya sudah sesuai dengan ekspektasi manajemen. JD Sports sebelumnya telah memperingatkan bahwa meski penjualan diperkirakan akan tetap tumbuh, profitabilitas akan tertekan karena berbagai faktor eksternal, termasuk fluktuasi mata uang, biaya energi, dan biaya tenaga kerja yang meningkat. Investor menyambut laporan ini dengan sikap hati-hati, di mana saham JD Sports sempat mengalami fluktuasi di bursa London.
JD Sports, yang dikenal sebagai salah satu pengecer terbesar untuk sepatu sneaker, pakaian olahraga, dan fesyen jalanan, telah memanfaatkan tren global di kalangan konsumen muda yang menjadikan sneaker sebagai bagian penting dari gaya hidup. Permintaan produk dari merek-merek ternama seperti Nike, Adidas, dan Puma tetap tinggi, memberikan kontribusi signifikan pada pertumbuhan penjualan. Namun, kompetisi yang ketat dengan pengecer lain serta dinamika rantai pasok global membuat laba tidak bisa bertumbuh seiring dengan kenaikan pendapatan.
Dalam pernyataannya, manajemen JD Sports menegaskan bahwa strategi ekspansi internasional tetap menjadi prioritas utama. Perusahaan baru-baru ini memperluas jaringannya di Amerika Utara, salah satu pasar yang paling menguntungkan untuk ritel fesyen dan olahraga. Wall Street Journal menambahkan bahwa kehadiran JD Sports di pasar AS menjadi kunci pertumbuhan, mengingat besarnya pasar sneaker di negara tersebut serta tren konsumen yang lebih cepat menyerap produk baru.
Namun, tantangan tidak sedikit. Salah satunya adalah biaya distribusi dan logistik yang melonjak akibat ketegangan geopolitik dan kenaikan harga bahan bakar. Menurut analisis dari Bloomberg Intelligence, perusahaan ritel seperti JD Sports berada dalam posisi sulit karena mereka harus menjaga harga produk tetap kompetitif untuk konsumen, sementara di sisi lain menghadapi tekanan biaya dari rantai pasok global. Kondisi ini membuat margin keuntungan lebih tipis dibandingkan beberapa tahun sebelumnya.
Selain itu, JD Sports juga harus menghadapi perubahan perilaku belanja konsumen pascapandemi. Reuters menekankan bahwa meski konsumen masih mengalokasikan dana untuk produk fesyen dan olahraga, mereka semakin selektif dalam memilih brand dan harga. Diskon serta promosi menjadi faktor penting dalam menarik pembeli, sehingga retailer terpaksa mengorbankan sebagian margin untuk mempertahankan volume penjualan.
Menariknya, JD Sports justru melihat peluang dari tren belanja digital yang terus berkembang. Penjualan online perusahaan meningkat pesat, seiring dengan investasi besar dalam platform e-commerce dan integrasi omnichannel yang memadukan toko fisik dengan pengalaman digital. Financial Times mencatat bahwa JD Sports memperkuat infrastruktur digitalnya, termasuk layanan pengiriman cepat dan personalisasi produk berbasis data, yang diharapkan mampu meningkatkan loyalitas pelanggan jangka panjang.
Dari sisi geografis, Eropa dan Amerika Utara tetap menjadi pendorong utama pertumbuhan. Di Inggris, pasar domestik JD Sports menghadapi persaingan yang lebih sengit dari retailer lokal dan internasional, namun perusahaan berhasil mempertahankan pangsa pasarnya. Sementara di Eropa, tren sneaker dan streetwear terus berkembang, terutama di kalangan generasi muda perkotaan.
Perusahaan juga melihat peluang besar di Asia. Menurut laporan Nikkei Asia, JD Sports mulai memperluas kehadirannya di pasar Asia Tenggara, memanfaatkan pertumbuhan kelas menengah dan meningkatnya minat konsumen terhadap brand fesyen global. Strategi ini dinilai tepat, mengingat potensi pasar yang sangat besar di wilayah tersebut.
Meski demikian, analis pasar tetap menyoroti risiko-risiko yang dihadapi JD Sports. Salah satunya adalah ketergantungan pada brand besar seperti Nike dan Adidas. Jika terjadi perubahan strategi distribusi dari produsen utama, misalnya beralih lebih fokus pada penjualan langsung ke konsumen, maka JD Sports bisa kehilangan sebagian keuntungan. Selain itu, tekanan regulasi dan dinamika ekonomi global, termasuk inflasi yang tinggi di Eropa dan Inggris, tetap menjadi faktor yang perlu diperhitungkan.
Laporan Wall Street Journal menyebutkan bahwa JD Sports berusaha mengurangi risiko tersebut dengan memperluas portofolio produk, termasuk mengembangkan label private brand dan kolaborasi eksklusif dengan desainer maupun brand independen. Langkah ini bertujuan meningkatkan diferensiasi produk dan mengurangi ketergantungan pada pemasok besar.

