Bergdorf Goodman

Saks Pertimbangkan Jual Saham Bergdorf Goodman Besar

(Business Lounge – Global News) Rencana strategis kembali bergulir di dunia ritel mewah Amerika Serikat setelah muncul kabar bahwa Saks Fifth Avenue, melalui induknya Hudson’s Bay Company, tengah menjajaki kemungkinan menjual 49 persen saham Bergdorf Goodman dengan valuasi sekitar satu miliar dolar. Langkah ini, menurut laporan Wall Street Journal, dimaksudkan untuk memperkuat struktur keuangan perusahaan sekaligus mengurangi beban utang yang menumpuk pasca akuisisi Neiman Marcus pada tahun lalu.

Bergdorf Goodman, department store legendaris yang berlokasi di Fifth Avenue, New York, selama puluhan tahun menjadi simbol eksklusivitas ritel mewah. Dengan koleksi busana, perhiasan, dan aksesori dari rumah mode ternama dunia, brand ini sering dipandang sebagai mahkota dalam portofolio Hudson’s Bay. Namun, seperti dicatat Bloomberg, tekanan finansial yang meningkat membuat pemiliknya harus mempertimbangkan opsi baru, termasuk menjual sebagian besar kepemilikan tanpa kehilangan kontrol mayoritas.

Langkah ini sejalan dengan tren industri di mana pemain ritel berusaha menyeimbangkan kebutuhan modal dengan strategi ekspansi digital. Saks sendiri, dalam beberapa tahun terakhir, telah menginvestasikan sumber daya signifikan untuk memperkuat platform online mereka, bersaing dengan Net-a-Porter, Farfetch, dan MyTheresa. Financial Times menekankan bahwa akuisisi Neiman Marcus memberi Saks skala yang lebih besar, tetapi juga menambah tekanan finansial yang tidak kecil. Oleh karena itu, menjual hampir separuh saham Bergdorf Goodman bisa menjadi cara praktis untuk melunasi sebagian utang dan memberikan ruang bernapas bagi manajemen.

Menurut sumber Reuters, calon investor potensial berasal dari private equity maupun sovereign wealth fund yang melihat nilai jangka panjang dalam ritel mewah fisik. Meskipun e-commerce berkembang pesat, toko ikonik seperti Bergdorf Goodman tetap memiliki daya tarik karena menawarkan pengalaman belanja eksklusif yang sulit digantikan dunia digital. Toko utama di Manhattan tetap menjadi destinasi wisata kelas atas, dan kontribusinya terhadap citra merek tak ternilai harganya.

Namun, keputusan menjual saham tidak terlepas dari risiko. New York Times mencatat bahwa kehilangan hampir separuh kepemilikan bisa mengurangi fleksibilitas manajemen dalam mengambil keputusan strategis di masa depan. Meski Hudson’s Bay tetap menjadi pemegang mayoritas, keberadaan investor baru akan menuntut transparansi lebih tinggi, target kinerja yang ketat, dan potensi perbedaan visi jangka panjang.

Selain itu, kondisi pasar ritel mewah saat ini berada di tengah persimpangan. Di satu sisi, permintaan dari konsumen kaya tetap kuat, terutama di Amerika Serikat dan Timur Tengah. Namun di sisi lain, perlambatan ekonomi global dan ketidakpastian geopolitik membuat pasar Asia, khususnya China, mengalami pelemahan. CNBC menyoroti bahwa penjualan di sektor barang mewah masih tumbuh, tetapi tidak lagi setajam dekade sebelumnya. Hal ini membuat investor lebih berhati-hati menilai valuasi perusahaan seperti Bergdorf Goodman.

Meski demikian, beberapa analis optimis. Mereka melihat bahwa dengan arus kas tambahan dari penjualan saham, Saks dapat melunasi sebagian utangnya dan sekaligus mempercepat investasi dalam transformasi digital. Seperti disampaikan Business of Fashion, ritel mewah masa depan akan ditentukan oleh kemampuan menggabungkan pengalaman fisik yang eksklusif dengan efisiensi dan kenyamanan belanja online. Saks yang sudah memiliki dua brand kuat, Neiman Marcus dan Bergdorf Goodman, dinilai berada pada posisi yang unik untuk menciptakan sinergi ini.

Keputusan ini juga menjadi cerminan dari dinamika bisnis Hudson’s Bay, yang selama bertahun-tahun menghadapi dilema antara mempertahankan warisan sejarahnya dan menyesuaikan diri dengan tuntutan pasar modern. Bergdorf Goodman adalah simbol prestise yang tidak ternilai, namun biaya operasional tinggi di Manhattan menuntut adanya strategi finansial yang lebih realistis. Forbes menyebutkan bahwa ritel mewah di kota besar seperti New York menghadapi tantangan ganda: biaya properti yang tinggi sekaligus persaingan ketat dengan kanal digital.

Dalam konteks industri global, langkah Saks bukanlah kasus tunggal. Perusahaan seperti Kering dan LVMH pun terus melakukan reposisi, baik dengan akuisisi maupun pelepasan aset tertentu, demi menjaga keseimbangan portofolio. Hal ini menunjukkan bahwa meski barang mewah tetap diminati, struktur finansial perusahaan harus lebih fleksibel agar mampu menghadapi siklus ekonomi.

Selain aspek finansial, isu brand image juga menjadi perhatian. Bergdorf Goodman identik dengan pengalaman berbelanja premium yang personal, termasuk layanan styling pribadi dan akses eksklusif ke koleksi desainer. Apabila saham mayoritas tetap di tangan Saks, hal ini mungkin tidak berubah. Namun investor baru tentu akan mendorong strategi yang berorientasi pada laba, yang bisa berpotensi memengaruhi citra eksklusif jika tidak dikelola hati-hati.

Bagi konsumen setia, terutama kalangan elite Manhattan, stabilitas brand menjadi faktor penting. Mereka tidak hanya membeli produk, tetapi juga membeli pengalaman, status, dan tradisi yang melekat pada nama Bergdorf Goodman. Jika penjualan saham ini membantu memperkuat posisi finansial dan menjaga keberlanjutan brand, maka langkah ini bisa diterima sebagai kompromi yang bijak. Tetapi jika sebaliknya, ada risiko citra bersejarah itu tergerus oleh tekanan finansial jangka pendek.

Melihat tren jangka panjang, ritel mewah cenderung semakin mengandalkan teknologi. McKinsey dalam analisisnya menyebut bahwa hampir 30 persen penjualan barang mewah global dipengaruhi oleh interaksi digital, meskipun pembelian akhir sering kali tetap terjadi di toko fisik. Oleh karena itu, dana segar dari penjualan saham Bergdorf Goodman bisa dimanfaatkan untuk memperluas ekosistem digital Saks dan menghadirkan pengalaman omnichannel yang lebih seamless.