(Business Lounge – Finance) Sebuah laporan terbaru dari Senat Amerika Serikat menyoroti kegagalan KPMG dalam menjalankan peran pentingnya sebagai auditor sejumlah bank regional sebelum krisis perbankan tahun 2023. Laporan itu menyebutkan bahwa KPMG mengabaikan kelemahan mendasar dalam tata kelola risiko dan kesehatan keuangan beberapa bank yang kemudian runtuh, termasuk Silicon Valley Bank dan Signature Bank. Temuan ini, menurut senator Richard Blumenthal yang dikutip Wall Street Journal, menjadi bukti bahwa reformasi industri audit mendesak untuk dilakukan agar krisis serupa tidak terulang.
Laporan Senat menyoroti pola berulang: audit yang dilakukan tampak formalitas, bukan pengawasan kritis yang seharusnya menjadi fungsi utama. KPMG, yang menjadi salah satu firma akuntansi “Big Four”, dikatakan gagal mendeteksi atau mengungkap kelemahan serius dalam manajemen aset, strategi investasi, dan pengendalian risiko. Padahal, tanda-tanda kerentanan bank regional sudah muncul jauh sebelum runtuhnya kepercayaan pasar pada awal 2023.
Silicon Valley Bank (SVB), misalnya, kolaps setelah gagal mengelola portofolio obligasi jangka panjang ketika suku bunga melonjak drastis. KPMG memberikan opini audit “bersih” hanya beberapa minggu sebelum bank tersebut runtuh. Hal serupa terjadi pada Signature Bank, yang juga mendapat laporan audit tanpa catatan berarti dari KPMG tak lama sebelum otoritas memutuskan menutup operasionalnya. Menurut Reuters, temuan ini memicu pertanyaan serius mengenai independensi, ketelitian, dan kualitas audit yang dilakukan firma besar tersebut.
Senator Blumenthal dalam pernyataannya menyebut laporan Senat sebagai alarm keras bahwa sistem pengawasan eksternal melalui audit publik tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Ia menekankan bahwa jika auditor gagal mengidentifikasi risiko yang jelas terlihat, maka peran mereka sebagai penjaga stabilitas pasar keuangan patut dipertanyakan. “Reformasi industri audit sudah lama tertunda. Saatnya memastikan bahwa publik mendapat pengawasan yang sungguh-sungguh, bukan sekadar stempel formalitas,” ujarnya.
KPMG membalas kritik tersebut dengan menyebut laporan Senat “misguided” atau menyesatkan. Perusahaan menegaskan bahwa tugas utama auditor adalah menilai laporan keuangan berdasarkan informasi yang tersedia, bukan memprediksi kondisi makro atau tekanan pasar di masa depan. KPMG menambahkan bahwa mereka tetap berkomitmen pada kualitas audit tertinggi dan telah bekerja sama dengan regulator untuk memperkuat standar. Namun, respons itu tidak sepenuhnya meredam kritik publik.
Menurut analisis Financial Times, kasus ini memperlihatkan masalah sistemik dalam industri audit global. Ketergantungan pada sejumlah firma besar menciptakan konsentrasi pasar yang rawan konflik kepentingan. Bank dan perusahaan besar membayar jasa audit dalam jumlah besar, sehingga muncul insentif tidak langsung bagi auditor untuk menjaga hubungan bisnis ketimbang bersikap kritis. Hal ini memperlemah independensi yang seharusnya menjadi prinsip utama profesi akuntan publik.
Laporan Senat juga menggarisbawahi bahwa pengawasan regulator terhadap auditor masih lemah. Public Company Accounting Oversight Board (PCAOB), lembaga yang bertugas memantau audit perusahaan publik, dinilai kurang tegas dalam menegakkan standar. Beberapa rekomendasi yang muncul dari laporan tersebut mencakup peningkatan sanksi bagi auditor yang lalai, pembatasan konflik kepentingan, serta peningkatan transparansi hasil audit.
Bagi sektor perbankan regional, kritik ini menambah daftar panjang faktor yang membuat publik kehilangan kepercayaan pada awal 2023. Banyak deposan menarik dana mereka karena khawatir, sementara pasar meragukan kekuatan modal bank kecil hingga menengah. Audit yang gagal memberikan peringatan dini memperparah situasi, sebab laporan auditor kerap dijadikan pegangan oleh investor dan regulator.
Perdebatan mengenai reformasi audit bukan hal baru. Setelah skandal Enron dua dekade lalu, Kongres AS sempat memperkenalkan regulasi ketat melalui Sarbanes-Oxley Act untuk memperbaiki akuntabilitas auditor. Namun, seiring waktu, efektivitas aturan itu dipertanyakan kembali. Kasus KPMG dengan bank regional menunjukkan bahwa tantangan independensi dan kualitas audit belum terselesaikan.
Sejumlah ekonom menilai bahwa penyelesaian masalah ini tidak bisa hanya melalui regulasi tambahan, tetapi juga perubahan struktur industri. Bloomberg mencatat bahwa dominasi “Big Four”—KPMG, Deloitte, EY, dan PwC—menyebabkan pilihan klien terbatas dan mengurangi dinamika kompetisi. Tanpa alternatif signifikan, tekanan pasar untuk meningkatkan kualitas audit cenderung lemah.
Meski demikian, ada pula pandangan yang menekankan perlunya menyeimbangkan ekspektasi. Auditor bukanlah peramal, melainkan pemeriksa laporan keuangan berdasarkan standar akuntansi. Jika manajemen bank gagal mengungkap risiko sepenuhnya atau kondisi pasar berubah drastis, tanggung jawab tidak bisa sepenuhnya dibebankan kepada auditor. Kendati begitu, laporan Senat menegaskan bahwa dalam kasus SVB dan Signature, sejumlah sinyal risiko sudah sangat jelas sebelum krisis, dan auditor seharusnya lebih kritis.
Dampak dari laporan Senat ini kemungkinan akan bergulir lebih jauh. Investor dan pemangku kepentingan di sektor perbankan dapat semakin menuntut transparansi dari auditor. Pemerintah juga menghadapi tekanan politik untuk mengambil langkah tegas. Jika reformasi benar-benar dilakukan, industri audit bisa menghadapi perubahan struktural besar, mulai dari aturan independensi hingga cara laporan audit dipublikasikan.
Bagi KPMG sendiri, reputasi mereka kini sedang dipertaruhkan. Sebagai salah satu firma akuntansi terbesar di dunia, setiap kritik dapat memengaruhi kepercayaan klien global. Pasar akan mencermati apakah KPMG mampu memperbaiki citra dan meningkatkan kualitas audit mereka setelah laporan Senat ini dirilis.
Krisis perbankan 2023 mungkin telah mereda, tetapi gaungnya masih terasa dalam debat tentang peran auditor. Kasus KPMG dengan bank regional menjadi pengingat bahwa keandalan audit publik bukan sekadar isu teknis, melainkan fondasi stabilitas keuangan global. Jika fondasi itu rapuh, risiko runtuhnya kepercayaan publik bisa kembali menghantui sistem perbankan kapan saja.