(Business Lounge Journal – Human Resources)
Dunia kerja tengah memasuki fase baru yang penuh tantangan. Otomatisasi, kecerdasan buatan (AI), big data, hingga teknologi digital lainnya membuat kebutuhan tenaga kerja berubah dengan cepat. Perusahaan tidak lagi hanya mencari karyawan pintar secara akademis, tetapi individu yang memiliki keterampilan relevan dengan era disrupsi ini.
Laporan Future of Jobs 2025 dari World Economic Forum (WEF) menegaskan bahwa keterampilan inti yang paling dicari dunia usaha kini lebih banyak terkait dengan kemampuan berpikir, beradaptasi, dan mengelola teknologi. Laporan ini mengumpulkan tanggapan dari lebih dari 1.000 perusahaan global dengan total 14,1 juta karyawan di seluruh dunia.
Keterampilan yang Paling Dicari Perusahaan
Daftar keterampilan utama tahun 2025 dipimpin oleh pemikiran analitis (69%). Artinya, dunia kerja menaruh nilai besar pada orang yang mampu mengolah data, memecahkan masalah kompleks, dan mengambil keputusan rasional di tengah ketidakpastian.
Di peringkat berikutnya adalah ketahanan, fleksibilitas, dan kelincahan (67%), serta kepemimpinan dan pengaruh sosial (61%). Kombinasi ini menandakan perusahaan kini lebih menghargai pekerja yang tidak hanya cerdas, tetapi juga tahan banting, mampu menginspirasi, serta adaptif terhadap perubahan.
Menariknya, keterampilan non-teknis—seperti empati, mendengarkan aktif, hingga kesadaran diri—masuk dalam daftar teratas. Hal ini menunjukkan bahwa di tengah derasnya teknologi, aspek humanis tetap tidak tergantikan.
Beberapa keterampilan lain yang menonjol:
- Pemikiran kreatif (57%) – penting untuk inovasi produk dan strategi.
- Literasi teknologi (51%) – kemampuan memahami dan menggunakan teknologi baru.
- Rasa ingin tahu dan pembelajaran seumur hidup (50%) – memastikan pekerja tidak tertinggal dalam update digital.
- AI dan big data (45%) – mencerminkan pergeseran industri menuju kecakapan digital.
Sebaliknya, keterampilan tradisional seperti membaca, menulis, dan matematika—yang dulu dianggap pilar pendidikan—hanya dipilih 21% perusahaan sebagai prioritas.
Tantangan Pekerja Indonesia: Persaingan Ketat dan PHK
Di Indonesia, situasinya semakin kompleks. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan jumlah angkatan kerja Februari 2025 mencapai 153,05 juta orang, naik 3,67 juta dari tahun sebelumnya. Namun, kenaikan ini tidak berbanding lurus dengan ketersediaan lapangan kerja.
Jumlah pengangguran terbuka mencapai 7,28 juta orang, meningkat sekitar 80 ribu dibanding 2024. Sementara tingkat pengangguran terbuka (TPT) memang sedikit menurun ke 4,76%, tekanan justru terlihat pada tingginya angka pemutusan hubungan kerja (PHK).
- 2023: 64.855 pekerja di-PHK.
- 2024: melonjak jadi 77.965 pekerja (naik 20,21%).
- Awal 2025: hanya dalam dua bulan pertama, sudah ada 15.285 pekerja kehilangan pekerjaan.
Tren ini memperlihatkan bahwa pasar tenaga kerja semakin kompetitif. Pekerja yang hanya mengandalkan ijazah atau kecerdasan akademik akan semakin sulit bersaing jika tidak memiliki keterampilan yang relevan dengan kebutuhan industri.
Apa Artinya Bagi Pekerja dan Perusahaan?
Bagi pekerja, pesan yang paling jelas adalah: jangan pernah berhenti belajar. Keterampilan yang terasa relevan hari ini bisa dengan cepat menjadi usang dalam dua atau tiga tahun ke depan. Karena itu, menjadi pembelajar seumur hidup bukan lagi pilihan, melainkan syarat mutlak untuk tetap kompetitif di dunia kerja.
Sementara itu, bagi perusahaan, tantangan justru terletak pada bagaimana menjaga ketahanan tenaga kerja. Alih-alih terus melakukan PHK setiap kali teknologi baru muncul, perusahaan perlu melihat reskilling sebagai investasi jangka panjang. Dengan memperkuat program pelatihan internal, karyawan dapat beradaptasi lebih cepat terhadap perubahan, sekaligus memberi perusahaan keunggulan bersaing.
Di sisi lain, di tengah derasnya arus otomatisasi dan kecerdasan buatan, soft skills justru menjadi semakin krusial. Empati, kreativitas, kemampuan memimpin, dan kecakapan sosial bukan hanya pelengkap, tetapi pembeda utama yang membuat manusia tetap unggul dibanding mesin.
Pintar saja tidak cukup di era disrupsi. Dunia kerja 2025 menuntut pekerja yang analitis, adaptif, kreatif, dan melek teknologi, sekaligus memiliki kemampuan interpersonal yang kuat.
Bagi para pencari kerja, ini menjadi alarm bahwa kompetisi kian ketat. Sedangkan bagi perusahaan, keberhasilan menjaga daya saing tidak hanya bergantung pada investasi teknologi, tetapi juga pada sejauh mana mereka mampu mengembangkan keterampilan manusia yang menjadi inti dari inovasi dan pertumbuhan.

