AI

AI, Ancaman Global? Konservatif AS Tantang Raksasa Teknologi

Di tengah pemerintahan kedua Presiden Donald Trump, muncul ketegangan baru antara kelompok konservatif Amerika yang dikenal sebagai “New Right” dan para raksasa teknologi. Dalam konferensi tahunan National Conservatism Conference di Washington pada 2 September 2025, isu kecerdasan buatan (AI) menjadi sorotan utama yang memunculkan perbedaan tajam di antara kedua kubu.

Konservatif Baru vs. Raksasa Teknologi

Selama beberapa tahun terakhir, banyak analis berasumsi bahwa kelompok konservatif akan berjalan seiring dengan perusahaan teknologi besar karena sama-sama ingin menjaga dominasi Amerika terhadap China. Namun, pernyataan yang disampaikan oleh Rachel Bovard, wakil presiden program di Conservative Partnership Institute, menunjukkan arah berbeda.

Bovard menegaskan bahwa AI bukan hanya ancaman bagi Amerika Serikat, melainkan juga bagi China. Dengan kata lain, teknologi ini dipandang berbahaya dalam skala global, bukan sekadar alat kompetisi geopolitik. “Teknologi AI memiliki potensi untuk mengikis nilai-nilai tradisional dan memperlemah kontrol masyarakat atas pemerintah maupun perusahaan,” kata Bovard.

Kekhawatiran yang Mendasari

Bagi kelompok New Right, AI dipandang bisa memperluas kekuasaan raksasa teknologi, sekaligus memberi alat kontrol yang lebih kuat bagi negara-negara otoriter. AI dapat digunakan untuk pengawasan massal, manipulasi opini publik, hingga menggeser pekerjaan manusia. Kekhawatiran ini sejalan dengan meningkatnya debat publik di AS mengenai etika, keamanan, dan dampak sosial dari kecerdasan buatan.

Sementara itu, perusahaan teknologi besar melihat AI sebagai mesin pertumbuhan ekonomi dan instrumen strategis untuk memastikan dominasi Amerika dalam persaingan dengan China. Dari sudut pandang mereka, menahan perkembangan AI sama saja dengan memberi peluang bagi Beijing untuk mengambil alih kepemimpinan global dalam teknologi.

Perpecahan dalam Koalisi Trump

Ketegangan ini menyoroti perpecahan yang semakin nyata di dalam barisan pendukung Presiden Trump. Di satu sisi, Trump mendapat sokongan dari konservatif yang curiga terhadap konsentrasi kekuasaan perusahaan teknologi. Di sisi lain, pemerintahannya juga bergantung pada inovasi sektor swasta untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan memperkuat posisi geopolitik AS.

Kontradiksi ini mencerminkan dilema lebih luas: bagaimana menyeimbangkan kebutuhan inovasi dengan perlindungan terhadap masyarakat. Jika pemerintah terlalu mengekang AI, dikhawatirkan AS tertinggal dari China. Namun jika dibiarkan bebas, risiko etis dan sosial bisa merusak fondasi politik dan budaya Amerika.

Dampak ke Depan

Pertarungan wacana mengenai AI kemungkinan besar akan terus berlanjut. Bagi kelompok konservatif, tantangannya adalah merumuskan kebijakan yang melindungi masyarakat tanpa mengorbankan daya saing. Bagi Demokrat, tantangannya adalah memastikan regulasi yang ketat tidak memperlambat inovasi.

Apa yang terjadi di Washington saat ini dapat menjadi contoh awal bagaimana dunia demokrasi menghadapi “pedang bermata dua” bernama AI. Baik Amerika maupun China melihat teknologi ini sebagai kunci masa depan, tetapi cara mereka menanganinya akan menentukan arah politik, ekonomi, dan bahkan kebebasan masyarakat di dekade mendatang.