Verizon

Verizon Kembali ke Kantor, Sinyal Baru bagi Dunia Kerja Hybrid

(Business Lounge – Global News) Verizon Communications, salah satu perusahaan telekomunikasi terbesar di Amerika Serikat, sedang merombak strategi kerja hybridnya secara drastis. Dalam langkah yang mencerminkan arah baru dunia kerja pasca-pandemi, perusahaan itu mulai mewajibkan sebagian besar manajerial dan karyawan kantoran untuk hadir secara fisik di kantor minimal tiga hari dalam seminggu. Keputusan ini disertai dengan penyewaan ruang kantor baru yang jauh lebih luas di Midtown Manhattan, New York City—sebuah sinyal bahwa perusahaan tak hanya berbicara soal kebijakan, tapi juga berinvestasi dalam perubahan itu.

Seperti dilaporkan oleh The Wall Street Journal, Verizon telah menandatangani kontrak sewa untuk menempati sekitar 140.000 kaki persegi ruang kantor baru di 1095 Avenue of the Americas, sebuah gedung menara prestisius di jantung Manhattan. Lokasi ini akan menjadi pusat kerja utama bagi para eksekutif dan manajemen tingkat menengah. Sebelumnya, banyak dari mereka bekerja dalam format fleksibel penuh atau hanya sesekali datang ke kantor.

Kebijakan baru ini berlaku mulai awal musim gugur tahun ini dan menandai salah satu langkah paling agresif dari perusahaan Fortune 100 dalam mengakhiri era kerja jarak jauh. Para eksekutif Verizon menyatakan bahwa kerja tatap muka tiga kali seminggu akan memperkuat kolaborasi, inovasi, dan keterlibatan tim—faktor-faktor yang menurut mereka sulit dicapai secara penuh melalui pertemuan virtual.

Dalam sebuah memo internal yang dikutip oleh Bloomberg, pimpinan Verizon menyebut bahwa “kehadiran fisik tetap memainkan peran penting dalam budaya dan kinerja kerja.” Mereka menekankan bahwa keterlibatan tatap muka yang teratur akan menjadi bagian integral dari cara kerja perusahaan ke depan. Selain itu, keberadaan kantor baru disebut sebagai bentuk komitmen jangka panjang terhadap kota New York, meski perusahaan juga berkantor pusat di New Jersey.

Langkah Verizon ini mencerminkan perubahan sikap di kalangan perusahaan besar AS yang sebelumnya cenderung permisif terhadap kerja jarak jauh. Pasca-pandemi, banyak perusahaan mencoba sistem hybrid fleksibel, namun kini tampaknya keseimbangan mulai bergeser. Tekanan terhadap produktivitas, kolaborasi lintas fungsi, dan budaya organisasi menjadi alasan utama banyak CEO untuk mendorong kembali kehadiran fisik karyawan. Sebelumnya, perusahaan seperti Amazon, Meta, dan Goldman Sachs juga telah memperketat kebijakan kehadiran di kantor.

Namun, kebijakan ini tidak datang tanpa tantangan. Di internal Verizon sendiri, sebagian karyawan menyuarakan keberatan. Di platform seperti Blind dan LinkedIn, sejumlah pekerja menyebut bahwa peralihan mendadak ke pola tiga hari ke kantor terasa seperti langkah mundur, terutama bagi mereka yang telah menyesuaikan hidup mereka dengan fleksibilitas penuh selama tiga tahun terakhir. Beberapa bahkan mempertanyakan urgensi keputusan ini mengingat performa operasional Verizon yang tetap solid sepanjang masa kerja jarak jauh.

Dari sisi pasar tenaga kerja, kebijakan Verizon bisa menjadi indikator penting bagi tren lebih luas. Data dari Kastle Systems, penyedia sistem keamanan kantor yang juga melacak kehadiran fisik pekerja, menunjukkan bahwa tingkat kehadiran kantor di kota-kota besar AS seperti New York, Dallas, dan Chicago masih berada di kisaran 50–60% dibandingkan sebelum pandemi. Langkah Verizon yang agresif ini bisa memberi tekanan tambahan bagi pekerja lain di sektor teknologi dan telekomunikasi untuk kembali ke kantor, terutama bila strategi ini menunjukkan hasil positif.

Dari perspektif real estat, penyewaan kantor baru Verizon memberikan sedikit angin segar bagi sektor perkantoran yang masih tertekan akibat tingginya tingkat kekosongan. Dalam laporan Reuters, disebutkan bahwa pasar perkantoran Manhattan masih mencatatkan tingkat kekosongan sekitar 20% per kuartal kedua 2025—angka yang tergolong tinggi secara historis. Komitmen perusahaan besar seperti Verizon untuk mengambil ruang tambahan mencerminkan keyakinan bahwa kantor fisik masih memiliki nilai strategis di masa depan kerja.

Namun, para analis memperingatkan bahwa strategi ini bukan tanpa risiko. Biaya operasional ruang kantor di Midtown Manhattan sangat tinggi, dan memaksa karyawan kembali ke kantor bisa memicu perputaran tenaga kerja yang lebih besar, terutama di kalangan profesional teknologi yang kini memiliki ekspektasi fleksibilitas tinggi. Dalam lanskap perekrutan yang tetap kompetitif, keseimbangan antara kehadiran fisik dan fleksibilitas bisa menjadi faktor penentu keberhasilan jangka panjang.

Bagi Verizon, keputusan ini juga tampaknya menjadi bagian dari strategi repositioning perusahaan yang lebih luas. Perusahaan sedang menghadapi tekanan kompetitif dari T-Mobile dan AT&T, serta kebutuhan untuk mempercepat investasi dalam infrastruktur 5G dan produk baru berbasis langganan digital. Dalam konteks itu, membangun kembali ritme kerja tim, mengurangi silo digital, dan memperkuat koneksi antar divisi dianggap penting untuk kelincahan strategis. Keputusan untuk meningkatkan keterlibatan kantor bukan hanya tentang produktivitas individu, tetapi juga tentang mempercepat pengambilan keputusan lintas unit.

Secara keseluruhan, langkah Verizon ini bisa menjadi titik balik dalam diskusi panjang soal masa depan kerja hybrid. Apakah kantor akan kembali menjadi pusat gravitasi utama bagi perusahaan, atau apakah ini hanya reaksi jangka pendek terhadap tekanan organisasi?

Jawabannya mungkin akan terlihat dalam 6–12 bulan ke depan. Bila performa Verizon membaik dan tingkat retensi karyawan tetap stabil, perusahaan lain mungkin akan mengikuti jejak mereka. Namun bila justru muncul ketegangan atau penurunan moral karyawan, model hybrid fleksibel kemungkinan akan tetap dominan. Untuk saat ini, Verizon tampaknya siap menaruh taruhannya pada kerja tatap muka—dan gedung bertingkat tinggi di jantung Manhattan menjadi simbol dari strategi itu.