(Business Lounge – Essay on Global) Langkah Amerika Serikat untuk membangun kembali rantai pasok rare earth dalam negeri kini semakin agresif. Di garis depan strategi ini berdiri MP Materials, produsen logam tanah jarang terbesar di AS, yang ingin merebut kembali pangsa pasar global dari tangan China. Namun, di balik semangat kebangkitan industri kritis ini, tersimpan tantangan besar dari segi teknologi, pendanaan, dan ketergantungan pada rantai pasok global yang selama ini dikuasai Beijing.
Seperti dilaporkan oleh The Wall Street Journal, ambisi MP Materials untuk menjadi “champion nasional” dalam industri rare earth mendapatkan dorongan besar dari pemerintah AS, terutama melalui investasi strategis dari Departemen Pertahanan. Dalam upaya untuk mengurangi ketergantungan terhadap China, Pentagon memberikan dukungan dana sebesar $58,5 juta kepada perusahaan yang berbasis di Las Vegas itu untuk membangun fasilitas pemisahan logam tanah jarang di Mountain Pass, California. Lokasi ini merupakan satu-satunya tambang rare earth aktif di Amerika Serikat.
Rare earth elements, seperti neodymium dan praseodymium, adalah komponen vital dalam pembuatan motor kendaraan listrik, sistem pertahanan, hingga turbin angin. China saat ini mengendalikan sekitar 90% pemrosesan global logam tanah jarang, menurut data International Energy Agency. Meskipun Amerika memiliki cadangan tambang yang signifikan, proses pemisahan dan pemurnian tetap menjadi tantangan utama yang belum mampu ditaklukkan oleh produsen domestik.
MP Materials mengklaim bahwa proyek pemisahan dan produksi magnet yang sedang mereka kembangkan akan menjadi tonggak penting dalam upaya membangun ekosistem rare earth mandiri di AS. CEO perusahaan, James Litinsky, menekankan pentingnya “kemerdekaan industri” dalam konteks geopolitik. “Kita tidak bisa bergantung pada musuh strategis untuk komponen utama dari pertahanan dan transisi energi kita,” ujar Litinsky seperti dikutip WSJ.
Namun, perjalanan MP Materials tidak mulus. Ironisnya, selama bertahun-tahun, perusahaan ini mengirimkan hasil tambangnya ke China untuk diproses, sebelum kemudian dijual kembali ke pasar AS. Lebih dari 90% pendapatan perusahaan selama ini berasal dari penjualan ke Shenghe Resources, perusahaan China yang juga menjadi salah satu pemegang sahamnya. Ketika hubungan AS-China semakin memanas dan perang dagang berkecamuk, ketergantungan ini menjadi perhatian besar di kalangan pengambil kebijakan Washington.
Untuk memutus mata rantai ini, MP Materials tengah membangun fasilitas pemrosesan tahap akhir dan pabrik pembuatan magnet permanen di Fort Worth, Texas. Proyek senilai ratusan juta dolar ini ditujukan untuk menciptakan rantai pasok rare earth yang terintegrasi penuh dari tambang hingga produk akhir di dalam negeri. Namun, proyek ini menghadapi tekanan dari sisi teknis dan komersial, termasuk keterbatasan tenaga kerja ahli, biaya energi yang tinggi, dan masalah lingkungan.
Dalam laporan Bloomberg, analis menyoroti bahwa kendala utama bukan hanya pada ketersediaan bijih, tetapi juga pada proses pemurnian yang sangat kompleks dan menggunakan zat kimia berbahaya. “Teknologi pemurnian rare earth itu tidak hanya mahal tapi juga kotor dan sulit dikontrol. China menguasainya karena mereka sudah membangunnya selama puluhan tahun,” kata Ryan Castilloux dari Adamas Intelligence.
Ketergantungan pada teknologi pemrosesan dan peralatan dari luar negeri juga menjadi batu sandungan lain. Sebagian besar peralatan yang dibutuhkan untuk pemisahan logam tanah jarang masih harus diimpor dari Jepang atau Eropa. Di sisi lain, kebijakan lingkungan di Amerika Serikat jauh lebih ketat dibandingkan dengan di China, membuat biaya produksi di AS jauh lebih mahal dan waktu pembangunan pabrik lebih panjang.
Dalam konteks geopolitik global, kehadiran MP Materials juga menjadi bagian dari upaya Washington untuk membangun “poros mineral kritis” bersama mitra strategis. Seperti dilaporkan Reuters, Amerika Serikat telah menjalin kerja sama dengan Australia, Kanada, dan beberapa negara Eropa untuk menciptakan rantai pasok alternatif dari logam tanah jarang dan mineral kritis lainnya. MP Materials juga mendapat perhatian dalam diskusi Indo-Pacific Economic Framework (IPEF), di mana rantai pasok bersih menjadi agenda utama.
Namun demikian, skeptisisme tetap ada. Beberapa pengamat menyebut bahwa tanpa keterlibatan langsung pemerintah dalam menciptakan permintaan domestik, proyek seperti milik MP Materials akan sulit bertahan. “Jika hanya mengandalkan pasar, maka magnet murah dari China tetap akan mendominasi karena harganya jauh lebih kompetitif,” ujar David Abraham dari Center for Advanced Defense Studies.
Sebagai respons, pemerintah AS melalui Inflation Reduction Act (IRA) dan CHIPS and Science Act telah menyiapkan insentif pajak dan hibah untuk perusahaan-perusahaan yang membangun fasilitas manufaktur teknologi bersih, termasuk kendaraan listrik dan komponen pendukungnya seperti motor dan magnet. MP Materials masuk dalam ekosistem ini, bersama pemain besar seperti GM dan Tesla, yang membutuhkan pasokan magnet permanen dalam jumlah besar untuk kendaraan masa depan.
Dalam jangka menengah, MP Materials menargetkan dapat memproduksi 5.000 ton magnet permanen per tahun, cukup untuk memenuhi kebutuhan sekitar 500.000 mobil listrik. Perusahaan ini juga telah menandatangani kontrak jangka panjang dengan General Motors untuk memasok magnet NdFeB (neodymium-iron-boron) untuk kendaraan listrik model baru mereka, seperti Cadillac Lyriq dan Hummer EV. Proyek ini dinilai strategis oleh analis karena dapat menciptakan permintaan yang stabil bagi industri rare earth domestik.
Namun, masa depan industri ini tetap bergantung pada kemampuan MP Materials dan produsen lain dalam meningkatkan skala produksi dan menekan biaya. Seperti dilaporkan oleh Financial Times, upaya Amerika Serikat membangun industri rare earth dari nol akan menghadapi krisis keahlian karena hanya sedikit tenaga kerja di dalam negeri yang berpengalaman dalam bidang ini. Pemerintah sedang mengkaji kerja sama dengan universitas dan lembaga riset untuk mempercepat pengembangan teknologi pemrosesan lokal.
Pada sisi lain, China juga tidak tinggal diam. Negara tersebut baru-baru ini memperketat ekspor teknologi pemrosesan rare earth dan bahan baku penting lainnya, sebagai bagian dari strategi balasan terhadap pembatasan teknologi dari Amerika dan sekutunya. Kebijakan ini semakin menambah urgensi bagi AS untuk mempercepat kemandirian dalam sektor ini.
Dengan kata lain, kisah MP Materials bukan hanya tentang membangun pabrik atau tambang, tetapi juga tentang bagaimana negara adidaya berusaha menciptakan kembali kemampuan industrinya setelah bertahun-tahun outsourcing ke luar negeri. Seperti disimpulkan dalam laporan WSJ, keberhasilan MP Materials akan menjadi ujian apakah Amerika bisa bangkit dari ketertinggalannya dalam industri kritis dan menantang hegemoni China di sektor yang menjadi tulang punggung teknologi masa depan.
Kini, dengan dukungan pemerintah dan komitmen dari sektor swasta, MP Materials mencoba mengubah lanskap industri global. Namun, hasil akhirnya akan sangat bergantung pada seberapa cepat dan efektif mereka membangun rantai pasok domestik yang mandiri dan berdaya saing.
Jika MP Materials berhasil, maka mereka bukan hanya akan menjadi pionir, tetapi simbol dari era baru industri strategis Amerika. Jika gagal, ketergantungan terhadap China bisa bertambah dalam, dan impian kemandirian industri tetap menjadi retorika belaka.