(Business Lounge Journal – News)
Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 15-16 Juli 2025 memutuskan untuk menurunkan BI-Rate sebesar 25 bps menjadi 5,25%. Suku bunga Deposit Facility sebesar 25 bps menjadi 4,50%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 25 bps menjadi 6,00%.
Keputusan ini konsisten dengan makin rendahnya prakiraan inflasi tahun 2025 dan 2026 dalam sasaran 2,5±1%. Terjaganya stabilitas nilai tukar Rupiah sesuai dengan fundamentalnya, serta perlunya untuk terus mendorong pertumbuhan ekonomi.
Ke depan, Bank Indonesia akan terus mencermati ruang penurunan suku bunga untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Dengan tetap mempertahankan stabilitas nilai tukar Rupiah dan pencapaian sasaran inflasi sesuai dengan dinamika yang terjadi pada perekonomian global dan domestik.
Dalam RDG hari ini, Gubernur BI menyatakan bahwa ketidakpastian ekonomi global kembali meningkat pascapengumuman kenaikan tarif efektif resiprokal Amerika Serikat (AS). Yang ditetapkan ke beberapa negara maju dan berkembang.
Kebijakan kenaikan tarif resiprokal AS yang direncanakan berlaku mulai 1 Agustus 2025 diprakirakan akan memperlemah prospek pertumbuhan ekonomi dunia. Khususnya di negara maju.
Pertumbuhan ekonomi di AS, Eropa, dan Jepang dalam tren menurun. Di tengah ditempuhnya kebijakan fiskal ekspansif dan pelonggaran kebijakan moneter di negara tersebut.
Kinerja ekonomi Tiongkok juga diprakirakan belum kuat, di tengah berbagai strategi diversifikasi ekspor. Sementara itu, kinerja perekonomian India diprakirakan tetap baik didukung permintaan domestik.
Bank Indonesia memprakirakan pertumbuhan ekonomi dunia 2025 masih belum kuat sekitar 3,0%. Tekanan inflasi AS masih menurun sehingga mendorong tetap kuatnya ekspektasi arah penurunan Fed Funds Rate (FFR) ke depan.
Sementara itu, pergeseran aliran modal keluar dari AS ke Eropa dan negara berkembang, serta komoditas yang dianggap aman seperti emas, terus berlanjut. Hal ini sejalan dengan meningkatnya risiko ekonomi AS, termasuk risiko fiskal.
Perkembangan ini mendorong berlanjutnya pelemahan indeks mata uang dolar AS terhadap mata uang negara maju (DXY) dan negara berkembang (ADXY).
Ke depan, kewaspadaan serta respons dan koordinasi kebijakan yang lebih kuat diperlukan. Hal ini guna memitigasi ketidakpastian perekonomian dan pasar keuangan global yang masih tinggi. Serta menjaga ketahanan eksternal, menjaga stabilitas, dan mendorong pertumbuhan ekonomi di dalam negeri.