(Business Lounge – Global News) Di tengah meningkatnya kekhawatiran global atas limbah fesyen dan konsumsi berlebihan, sekelompok anggota parlemen Amerika Serikat dari lintas partai meluncurkan sebuah inisiatif baru yang bertujuan untuk mengubah pola belanja warga—dengan mendorong lebih banyak orang untuk membeli barang bekas. Langkah ini diharapkan dapat mengurangi jejak karbon industri fesyen cepat (fast fashion) sekaligus mendukung pertumbuhan ekonomi sirkular melalui platform seperti eBay, Depop, Poshmark, dan ThredUp.
Kelompok ini menamakan dirinya Congressional Sustainable Fashion Caucus dan terdiri dari legislator Demokrat dan Republik yang menganggap krisis limbah tekstil sebagai isu lintas ideologi. Mereka menyoroti fakta bahwa Amerika Serikat menghasilkan lebih dari 17 juta ton limbah tekstil setiap tahun, sebagian besar di antaranya berakhir di tempat pembuangan akhir atau dikirim ke negara-negara berkembang sebagai sumbangan yang akhirnya juga menjadi sampah.
Menurut data dari Environmental Protection Agency (EPA), hanya sekitar 15% pakaian bekas yang berhasil didaur ulang atau digunakan kembali. Sisanya, yang seringkali terdiri dari pakaian murah berkualitas rendah dari merek-merek fast fashion, tidak layak dijual ulang karena cepat rusak atau kehilangan nilai. Dalam konteks ini, para anggota kaukus baru tersebut berpendapat bahwa insentif belanja barang bekas—baik melalui edukasi maupun kebijakan pajak—perlu diperkuat.
Salah satu inisiator, anggota Kongres Demokrat dari California, menyatakan bahwa perubahan perilaku konsumsi akan lebih efektif bila didorong dari atas dan bawah. “Kita butuh strategi nasional untuk menjadikan belanja bekas sebagai pilihan utama, bukan alternatif terakhir,” ujarnya seperti dikutip The Wall Street Journal. “Bukan hanya demi lingkungan, tapi juga untuk mengurangi tekanan ekonomi rumah tangga.”
Platform daring seperti Depop dan eBay telah lama menjadi tulang punggung pasar barang bekas digital, terutama di kalangan Gen Z yang makin peduli terhadap isu etika dan lingkungan. Data dari ThredUp’s 2024 Resale Report menunjukkan bahwa pasar barang bekas diproyeksikan tumbuh hingga $70 miliar secara global pada 2027, didorong oleh perubahan sikap konsumen dan inovasi teknologi platform jual beli.
Namun tantangan tetap ada. Regulasi barang bekas masih terbatas, sementara kampanye edukasi publik belum mencapai skala nasional. Selain itu, tidak semua orang merasa nyaman membeli pakaian atau produk lain yang telah digunakan sebelumnya, karena persepsi tentang kebersihan, status sosial, dan ketersediaan ukuran. Oleh karena itu, kaukus ini tidak hanya mendorong belanja bekas sebagai solusi lingkungan, tetapi juga sebagai proyek budaya yang memerlukan perubahan narasi di tingkat masyarakat.
Sebagai bagian dari rencana kerjanya, Sustainable Fashion Caucus akan mengusulkan pembebasan pajak penjualan untuk transaksi barang bekas di negara bagian yang bersedia bekerja sama. Mereka juga sedang mengkaji kemungkinan subsidi untuk bisnis lokal yang berfokus pada perbaikan, daur ulang, dan pemanfaatan ulang pakaian. Selain itu, mereka mendorong integrasi pendidikan keberlanjutan dalam kurikulum desain fesyen di perguruan tinggi dan sekolah kejuruan.
Di sektor swasta, sejumlah perusahaan menyambut baik langkah legislatif ini. eBay, yang telah memperkenalkan fitur “pre-loved fashion” sebagai bagian dari strategi ESG-nya, menyatakan bahwa dukungan regulasi akan membantu mempercepat transisi ke ekonomi sirkular. “Kami melihat ini bukan hanya sebagai peluang bisnis, tapi tanggung jawab bersama,” ujar juru bicara eBay dalam pernyataannya kepada media Bloomberg.
Di sisi lain, industri fast fashion kemungkinan tidak akan diam. Perusahaan seperti Shein, H&M, dan Zara sedang memperluas inisiatif daur ulang dan koleksi berkelanjutan mereka, namun tetap menghadapi kritik karena volume produksi yang tetap tinggi. Beberapa pengamat mencatat bahwa inisiatif barang bekas hanya akan efektif jika diiringi dengan pembatasan terhadap overproduksi dan insentif untuk memproduksi pakaian yang lebih tahan lama.
Para legislator berharap dukungan bipartisan dapat membantu inisiatif ini bertahan dalam dinamika politik Washington yang sering terbelah. Menurut mereka, keberlanjutan adalah isu lintas generasi dan lintas partai yang dapat menyatukan kepentingan lingkungan, ekonomi, dan sosial. Beberapa organisasi akar rumput dan komunitas lingkungan telah menyatakan dukungan terhadap pembentukan kaukus ini, dengan harapan bahwa kebijakan nyata akan segera menyusul.
Kampanye ini juga mencerminkan perubahan prioritas dalam politik lingkungan AS. Jika sebelumnya fokus lebih banyak pada energi dan transportasi, kini perhatian mulai bergeser ke sektor konsumsi dan gaya hidup. Dengan mempromosikan belanja barang bekas, para legislator ingin menumbuhkan kesadaran bahwa setiap keputusan konsumen—termasuk di lemari pakaian—memiliki dampak ekologis yang nyata.
Apakah perubahan kebijakan ini akan cukup untuk membendung arus fast fashion global masih menjadi pertanyaan terbuka. Namun langkah ini menandai komitmen awal dari para pembuat kebijakan untuk lebih serius mengaitkan konsumsi pribadi dengan agenda lingkungan nasional. Jika berhasil, dorongan terhadap belanja barang bekas tidak hanya akan mengurangi limbah, tetapi juga memperkuat ekosistem ekonomi sirkular yang lebih adil, tahan lama, dan rendah emisi.