(Business Lounge – Automotive) Transisi kendaraan listrik bukan hanya tentang baterai atau software canggih—tetapi juga tentang komponen kecil bernama rare-earth magnets yang menjadi penentu performa kendaraan. Ford Motor Co., salah satu produsen mobil terbesar di Amerika Serikat, hingga pertengahan 2025 masih menghadapi tantangan serius dalam memastikan pasokan rare-earth magnets untuk lini kendaraan listriknya tetap aman. Meski kondisinya disebut telah “sedikit membaik,” produsen legendaris ini mengakui bahwa mereka masih harus memutar strategi secara aktif demi menghindari penutupan jalur produksi akibat kelangkaan material tersebut.
Rare-earth magnets, khususnya jenis neodymium-iron-boron (NdFeB), menjadi komponen utama dalam motor listrik karena kemampuannya menghasilkan daya besar dengan ukuran dan berat minimum. Inilah yang menjadikannya sangat penting dalam desain kendaraan listrik modern, yang menuntut efisiensi tinggi dan daya tahan. Tanpa magnet jenis ini, motor listrik harus lebih besar dan lebih berat, sehingga mengorbankan performa dan jangkauan kendaraan.
Namun seperti dilaporkan oleh The Wall Street Journal, ketersediaan rare-earth magnets masih sangat terbatas secara global, dan sebagian besar produksinya dikendalikan oleh China. Ketergantungan ini bukan hanya menciptakan risiko logistik, tetapi juga ancaman geopolitik. Di tengah tensi antara Washington dan Beijing, rantai pasok bahan strategis seperti rare-earth menjadi sangat rentan terhadap gangguan kebijakan ekspor, larangan diplomatik, atau fluktuasi harga ekstrem.
Ford, bersama produsen otomotif lainnya, menghadapi kenyataan bahwa transformasi ke kendaraan listrik juga berarti harus membangun ulang rantai pasok materialnya dari nol. Seperti yang diakui oleh eksekutif perusahaan dalam laporan Bloomberg, kelangkaan rare-earth magnets bukan sekadar tantangan operasional, tetapi risiko strategis yang bisa menghentikan produksi dalam hitungan minggu.
Untuk mengurangi ketergantungan pada satu sumber, Ford telah menjalin kerja sama dengan sejumlah perusahaan tambang dan pemrosesan rare-earth di Australia dan Kanada, serta menjajaki peluang di Amerika Latin dan Afrika. Namun, membangun fasilitas pemurnian rare-earth di luar China membutuhkan waktu panjang dan investasi miliaran dolar. Sementara proyek-proyek ini sedang berlangsung, Ford harus menjalankan pendekatan taktis, termasuk penjadwalan ulang produksi dan prioritisasi model tertentu yang lebih sedikit menggunakan rare-earth magnets.
Dampaknya sudah terasa. Dalam laporan keuangan kuartal pertama 2025, Ford mengakui bahwa jadwal produksi untuk beberapa model seperti Mustang Mach-E dan F-150 Lightning harus disesuaikan karena pasokan magnet yang terbatas. Bahkan, beberapa pemasok mengajukan permintaan agar Ford mengurangi spesifikasi daya motor agar konsumsi magnet dapat ditekan. Langkah-langkah ini diambil agar tidak terjadi penghentian jalur produksi secara total, terutama di pabrik-pabrik utama di Michigan dan Kentucky.
Masalah ini juga memiliki implikasi luas terhadap persaingan global. Dengan munculnya produsen EV dari China seperti BYD dan Geely yang memiliki akses domestik terhadap rare-earth magnets, perusahaan seperti Ford menghadapi tekanan ganda: menjaga efisiensi rantai pasok sambil tetap kompetitif dalam hal harga dan spesifikasi. Menurut analisis Morgan Stanley, keunggulan biaya China sebagian besar ditopang oleh kendali atas logistik dan material dasar seperti magnet ini, yang sulit ditandingi dalam waktu dekat oleh perusahaan Amerika.
Di sisi lain, Pemerintah AS telah mencoba mendukung pemulihan industri domestik melalui kebijakan seperti Inflation Reduction Act (IRA), yang memberikan insentif besar bagi perusahaan yang menggunakan bahan dari mitra strategis non-China. Namun, seperti dicatat Reuters, realisasi di lapangan masih lambat. Banyak proyek tambang rare-earth di AS dan Kanada tertunda oleh isu perizinan, resistensi komunitas lokal, serta kesulitan dalam menemukan teknologi pemrosesan yang ramah lingkungan.
Ford menyadari bahwa solusi jangka panjang memerlukan inovasi teknologi. Dalam beberapa tahun terakhir, perusahaan mulai mendanai penelitian alternatif motor listrik yang tidak menggunakan rare-earth magnets, seperti motor induksi atau teknologi axial flux yang menjanjikan performa setara dengan efisiensi material yang berbeda. Meski menjanjikan, teknologi ini belum siap untuk produksi massal dalam waktu dekat dan masih dalam tahap eksperimental.
Sementara itu, untuk menjaga kesinambungan produksi, Ford memprioritaskan lini kendaraan dengan permintaan tinggi dan margin besar untuk pasar domestik. Di Eropa, di mana konsumen lebih sensitif terhadap harga, keterlambatan model EV dari Ford mulai membuka peluang bagi kompetitor asal Asia. Dalam forum-forum komunitas pengguna Ford, mulai banyak keluhan tentang lamanya waktu tunggu kendaraan, pembatalan jadwal produksi, hingga ketidakjelasan komunikasi dari diler.
Lebih dari sekadar isu logistik, ketergantungan pada rare-earth magnets juga menimbulkan pertanyaan etis dan lingkungan. Proses penambangan dan pemurnian rare-earth dikenal memiliki dampak lingkungan yang tinggi, termasuk pencemaran air dan emisi gas buang. Dalam sebuah studi dari International Energy Agency, disebutkan bahwa emisi dari rantai pasok rare-earth bisa menyamai jejak karbon baterai lithium jika tidak dikendalikan secara ketat. Maka dari itu, perusahaan seperti Ford juga menghadapi tekanan dari investor dan konsumen untuk mengungkap sumber material mereka dan memastikan rantai pasok yang berkelanjutan.
Menjawab tuntutan tersebut, Ford mulai menerbitkan laporan keberlanjutan rantai pasok, serta menggandeng organisasi seperti Responsible Minerals Initiative (RMI) untuk melakukan audit independen terhadap sumber material mereka. Namun diakui bahwa hingga kini, hanya sebagian kecil dari total pasokan magnet yang bisa diverifikasi sepenuhnya bebas konflik dan bebas eksploitasi tenaga kerja.
Jika sebelumnya semikonduktor menjadi “bottleneck” dalam industri otomotif selama pandemi, kini rare-earth magnets mengambil peran serupa. Bedanya, krisis ini tidak hanya berakar pada lonjakan permintaan mendadak, tetapi pada struktur pasok global yang tidak seimbang dan rentan. Ketika kendaraan menjadi lebih elektrik, lebih canggih, dan lebih terhubung, maka ketersediaan material kecil seperti magnet menjadi sangat menentukan.
Ford kini berada dalam posisi kritis. Keberhasilan mereka dalam menghadapi tantangan ini akan menjadi cerminan dari ketahanan industri otomotif Barat di tengah tekanan teknologi dan geopolitik global. Dalam beberapa tahun ke depan, kemampuan untuk mengamankan rare-earth magnets bisa menjadi pembeda utama antara perusahaan yang bertahan dan perusahaan yang tertinggal dalam revolusi kendaraan listrik.