(Business Lounge Journal – Global News)
Lonjakan signifikan dalam penjualan Ford ini menjadi sorotan, terjadi di tengah tekanan tarif impor yang terus membayangi dan tren penurunan pembelian kendaraan listrik secara umum.
Ford Motor Company, salah satu raksasa otomotif Amerika, baru-baru ini mencuri perhatian dengan melaporkan peningkatan penjualan yang mengesankan sebesar 16% secara year-over-year pada bulan Mei. Kenaikan ini sebagian besar didorong oleh performa kuat pada segmen kendaraan hibrida dan kendaraan konvensional berbahan bakar bensin. Angka ini mencerminkan resiliensi Ford di tengah kondisi pasar yang penuh tantangan.
Secara lebih rinci, pengiriman kendaraan Ford mendapatkan dorongan besar dari lonjakan pembelian model-model off-road populernya, seperti Bronco dan Bronco Sport, yang masing-masing mencatat kenaikan penjualan fantastis sebesar 51,1% dan 45,7%. Daya tarik yang kuat terhadap model-model ini, yang dikenal karena ketangguhan dan desain ikoniknya, menunjukkan bahwa konsumen masih mencari kendaraan serbaguna yang mampu memenuhi kebutuhan gaya hidup aktif. Namun, gambaran tidak sepenuhnya cerah di seluruh lini produk. Penjualan kendaraan listrik (EV) perusahaan justru anjlok drastis, dengan penurunan keseluruhan sebesar 25%. Penurunan ini terutama dipicu oleh anjloknya penjualan F-150 Lightning EV sebesar 41,7%, sebuah pukulan telak bagi salah satu model unggulan Ford di segmen kendaraan listrik. Data ini menyoroti pergeseran dinamika pasar EV yang kini menghadapi berbagai tantangan, mulai dari harga baterai, infrastruktur pengisian daya, hingga range anxiety konsumen.
Di sisi lain, merek mewah Ford, Lincoln, berhasil mencatat angka yang sangat positif, bahkan mengejutkan. Penjualan SUV Navigator andalannya melonjak 133%, menunjukkan minat yang kuat di segmen kendaraan mewah berukuran besar dan menunjukkan bahwa konsumen premium masih bersedia mengeluarkan lebih banyak untuk kenyamanan dan fitur yang ditawarkan.
Peningkatan penjualan Ford, khususnya pada lini kendaraan konvensional dan hibrida, sebagian besar dikaitkan dengan strategi cerdik perusahaan. Ford sebelumnya telah menyatakan kepada CNBC bahwa program “harga karyawan” mereka—sebuah penawaran yang memungkinkan siapa pun di Amerika Serikat membeli kendaraan tertentu dengan harga khusus yang biasanya hanya diberikan kepada karyawan—berhasil “mendorong hasil penjualan yang kuat.” Inisiatif pemasaran agresif ini diberlakukan sebagai respons langsung terhadap pemberlakuan tarif 25% oleh Presiden Donald Trump pada impor mobil. Langkah ini menunjukkan bagaimana produsen mobil harus beradaptasi dengan kebijakan perdagangan yang dinamis. Menariknya, meskipun Ford menawarkan diskon besar melalui program ini, perusahaan juga secara bersamaan menaikkan harga mobil yang diproduksi di Meksiko, dengan alasan yang sama yaitu dampak tarif, menunjukkan kompleksitas rantai pasokan global dan strategi penetapan harga di tengah perang dagang.
Meskipun Ford berhasil mencatat berita positif yang patut diacungi jempol, prospek industri otomotif secara keseluruhan di Amerika Serikat tidak terlihat begitu cerah dan dipenuhi ketidakpastian. Pasar masih menunggu untuk melihat bagaimana dampak jangka panjang dari tarif perdagangan akan memengaruhi rantai pasok global, biaya produksi, dan, pada akhirnya, harga yang harus dibayar konsumen. Situasi ini diperparah dengan laporan Cox Automotive pekan lalu yang memproyeksikan penurunan penjualan di bulan Mei secara keseluruhan setelah lonjakan pembelian pada bulan-bulan sebelumnya yang didorong oleh upaya konsumen untuk “mengalahkan” potensi tarif. Lonjakan pembelian sebelumnya juga menyebabkan stok mobil di dealer anjlok sebesar 10% menjadi 2,8 juta unit antara April dan Mei, menurut Automotive News, yang secara langsung mempersulit proses penjualan di kemudian hari karena keterbatasan pilihan bagi konsumen.
Kompleksitas ini semakin diperparah oleh tekanan politik yang menargetkan kendaraan listrik di Amerika Serikat. Partai Republik (GOP) secara terbuka menyerang kebijakan pro-EV, bahkan ketika banyak produsen mobil global telah menginvestasikan miliaran dolar dan merilis model-model EV baru yang canggih. Anggota DPR dari Partai Republik telah mengusulkan untuk mengakhiri kredit pajak Inflation Reduction Act yang bertujuan untuk mendorong pembelian EV, sementara pemerintahan Trump, jika terpilih kembali, berencana untuk membatalkan standar emisi kendaraan yang lebih ketat. Langkah-langkah ini dapat menghambat transisi menuju kendaraan listrik, menciptakan ketidakpastian bagi konsumen dan produsen, serta berpotensi mengubah arah perkembangan industri otomotif di AS dalam beberapa tahun mendatang. Dengan semua variabel ini, industri otomotif global akan terus berada di bawah pengawasan ketat, menunggu kepastian arah pasar dan kebijakan di masa depan.