(Business Lounge – Global News) Transformasi besar sedang berlangsung di jantung industri Jerman. Thyssenkrupp, salah satu perusahaan manufaktur tertua dan paling kompleks di Eropa, secara resmi mengumumkan rencana untuk membentuk struktur holding company yang menaungi unit-unit bisnis yang sepenuhnya independen. Langkah ini menandai titik balik dalam sejarah panjang perusahaan yang selama bertahun-tahun berjuang menghadapi tekanan profitabilitas, kompleksitas organisasi, dan persaingan global yang kian intens.
Dalam pengumuman resminya yang dikutip dari The Wall Street Journal, manajemen Thyssenkrupp menyatakan bahwa tujuan utama dari restrukturisasi ini adalah “mengurangi kompleksitas organisasi dan meningkatkan kelincahan bisnis”. CEO Miguel López, yang baru menjabat sejak pertengahan 2023, menjelaskan bahwa perubahan tersebut bukan sekadar reorganisasi administratif, melainkan upaya menyeluruh untuk mengubah cara perusahaan bekerja di tengah tantangan teknologi, geopolitik, dan pasar modal global.
Menurut laporan dari Reuters, perusahaan akan memisahkan beberapa unit utama — termasuk Automotive Technology, Materials Services, dan Decarbon Technologies — menjadi entitas bisnis independen. Masing-masing unit akan memiliki struktur manajemen tersendiri, neraca keuangan terpisah, dan kemungkinan besar hak untuk mengakses pembiayaan eksternal atau bermitra dengan investor baru, dengan tetap mempertahankan mayoritas kepemilikan di tangan Thyssenkrupp dalam jangka menengah.
Strategi ini mencerminkan filosofi baru yang mulai banyak diterapkan di kalangan perusahaan industri global, yakni pengelolaan portofolio bisnis layaknya modal ventura, di mana tiap unit diberikan kebebasan operasional dan tanggung jawab untuk membuktikan kelayakan bisnisnya secara mandiri. Seperti dijelaskan dalam laporan Bloomberg, “struktur holding memungkinkan perusahaan memfokuskan sumber daya dan pengambilan keputusan di level strategis, sembari mendorong efisiensi dan inovasi di level unit operasional.”
Langkah ini bukan pertama kalinya Thyssenkrupp mencoba merombak diri. Dalam dua dekade terakhir, perusahaan ini telah menjual berbagai aset, mulai dari pembangkit tenaga nuklir hingga anak usaha lift yang mendatangkan laba besar. Namun kali ini, skalanya jauh lebih besar dan mendalam. Dalam wawancara yang dikutip oleh Handelsblatt, López menekankan bahwa perombakan ini dimaksudkan untuk “memberikan arah jangka panjang yang lebih stabil dan fokus kepada setiap bagian dari perusahaan.”
Di balik strategi ini terdapat kebutuhan mendesak untuk meningkatkan kinerja keuangan. Selama beberapa tahun terakhir, Thyssenkrupp terus mencatatkan kerugian di sejumlah divisi, terutama pada sektor baja dan otomotif. Struktur perusahaan yang gemuk dan birokratis kerap disebut-sebut sebagai penghambat utama inovasi dan pengambilan keputusan cepat. Dengan menjadikan unit-unit bisnis sebagai entitas independen, diharapkan mereka bisa lebih cepat beradaptasi dengan permintaan pasar dan teknologi baru.
Salah satu bagian penting dari strategi ini adalah pencatatan saham publik untuk beberapa unit bisnis. Reuters melaporkan bahwa divisi Marine Systems, yang bergerak di bidang pembangunan kapal dan pertahanan laut, direncanakan akan go public pada akhir 2025. Sementara itu, unit Steel Europe akan dijadikan bagian dari usaha patungan 50:50 dengan EP Corporate Group, perusahaan milik miliarder Ceko Daniel Kretinsky. Kesepakatan ini menunjukkan bagaimana Thyssenkrupp mulai membuka pintu bagi investasi luar dalam skala yang belum pernah dilakukan sebelumnya.
Namun, seperti setiap transformasi besar, rencana ini tidak datang tanpa risiko. Sejumlah analis memperingatkan bahwa pemisahan unit bisa memperumit koordinasi antar bagian, terutama pada proyek-proyek besar lintas-divisi. Dalam komentarnya kepada Financial Times, seorang analis industri dari Berenberg Bank menilai, “kemandirian bisnis tidak otomatis berarti profitabilitas. Perlu pengawasan ketat dan manajemen talenta yang luar biasa untuk mencegah disfungsi organisasi pasca-pemisahan.”
Isu lain yang muncul adalah dampak terhadap tenaga kerja. Thyssenkrupp saat ini mempekerjakan sekitar 100.000 orang di seluruh dunia. Serikat buruh di Jerman, khususnya IG Metall, sudah menyatakan keprihatinan atas potensi pemangkasan pekerjaan atau pengurangan manfaat. Seperti dilaporkan oleh Deutsche Welle, perwakilan serikat menyebut bahwa mereka menuntut keterlibatan penuh dalam setiap proses restrukturisasi agar hak-hak pekerja tetap terlindungi.
Terlepas dari tantangan tersebut, ada juga optimisme. Unit Automotive Technology, misalnya, telah menunjukkan potensi pertumbuhan signifikan di tengah peralihan global ke kendaraan listrik dan sistem penggerak cerdas. Decarbon Technologies, yang berfokus pada teknologi ramah lingkungan, berpeluang menjadi salah satu motor pertumbuhan baru Thyssenkrupp di tengah tekanan global untuk menurunkan emisi industri berat.
Menariknya, arah baru Thyssenkrupp juga mencerminkan pergeseran lanskap industri Jerman itu sendiri. Banyak perusahaan besar kini mulai bergerak dari model konglomerat tradisional ke model holding yang lebih ramping dan fokus. Siemens, misalnya, sudah lebih dulu memisahkan bisnis energi dan kesehatan ke entitas terpisah. Model ini memungkinkan masing-masing unit lebih mudah menarik pendanaan dan mempercepat inovasi, dua hal yang menjadi sangat penting di era transisi energi dan digitalisasi.
Langkah Thyssenkrupp juga tampaknya mendapat sambutan positif dari pasar modal. Sejak pengumuman rencana tersebut, saham perusahaan menunjukkan kenaikan moderat di bursa Frankfurt. Investor mulai melihat kemungkinan nilai tersembunyi dalam anak usaha seperti Marine Systems dan Decarbon Technologies jika mereka dikelola secara lebih efisien dan transparan.
Dikutip dari CNBC International, López menyatakan bahwa keberhasilan rencana ini akan sangat tergantung pada kemampuan perusahaan untuk “membangun budaya kepemilikan dan tanggung jawab di setiap unit.” Artinya, setiap kepala unit bisnis harus diperlakukan layaknya CEO yang bertanggung jawab penuh atas hasil keuangan, SDM, dan strategi pertumbuhan unitnya sendiri.
Perubahan ini juga memberi sinyal penting kepada para pemangku kepentingan bahwa Thyssenkrupp serius dalam membenahi fondasi bisnisnya, bukan sekadar melakukan perbaikan kosmetik. Dalam dunia industri yang semakin terdigitalisasi dan terdorong oleh inovasi, kemampuan beradaptasi menjadi kunci bertahan. Dengan struktur holding yang lincah, perusahaan berharap bisa lebih cepat mengambil keputusan penting, mengalihkan modal ke area yang lebih menjanjikan, dan menghentikan proyek yang tidak lagi relevan.
Namun, pertanyaan utama tetap: apakah restrukturisasi ini akan menjadi titik balik atau justru menambah kompleksitas baru? Jawabannya mungkin tidak akan terlihat dalam waktu dekat. Transformasi semacam ini biasanya membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk menunjukkan hasil yang signifikan. Tetapi satu hal jelas: Thyssenkrupp tidak bisa lagi mempertahankan status quo.
Di tengah dunia industri yang makin didorong oleh dekarbonisasi, otomasi, dan ketegangan geopolitik, bertahan sebagai konglomerat tradisional yang lamban dan hierarkis bukan lagi pilihan. Dengan membongkar struktur internal dan memberikan otonomi kepada unit-unit bisnisnya, Thyssenkrupp mengambil risiko besar — tetapi juga membuka peluang besar.
Sebagaimana disebut dalam Welt.de, restrukturisasi ini bisa diibaratkan seperti membongkar kapal besar dan membangun armada kapal-kapal kecil yang lebih cepat dan fleksibel. Jika masing-masing bisa menemukan pasar dan arah layar yang tepat, armada baru Thyssenkrupp mungkin akan kembali membawa nama besarnya menembus arus perubahan industri global.