(Business Lounge-Global News) Carter’s Inc., produsen pakaian bayi dan anak-anak terbesar di Amerika Serikat, secara mengejutkan memangkas dividen kuartalan sebesar 80 persen di tengah kekhawatiran terhadap lonjakan biaya akibat kebijakan tarif impor yang sedang digodok oleh pemerintahan Amerika Serikat. Keputusan ini diumumkan ketika tekanan biaya mulai membayangi strategi pertumbuhan perusahaan, meskipun manajemen tetap menegaskan bahwa posisi kas perusahaan tetap kuat dan likuiditas masih terjaga.
Seperti dilaporkan The Wall Street Journal, Carter’s memotong dividen kuartalan dari $0,75 menjadi hanya $0,15 per saham, dengan alasan utama adalah potensi dampak dari kebijakan tarif baru yang dapat meningkatkan biaya bahan baku dan logistik secara signifikan. Kebijakan tersebut, yang tengah menjadi topik panas dalam lingkaran kebijakan perdagangan Amerika Serikat, menyasar berbagai produk impor dari Tiongkok dan negara-negara lain, termasuk produk tekstil dan pakaian anak-anak.
Dalam pernyataannya kepada investor, CEO Doug Palladini menyampaikan bahwa perusahaan tidak dalam kondisi krisis, namun tengah mengantisipasi dinamika global yang dapat memengaruhi struktur biaya dalam beberapa kuartal ke depan. “Kami melakukan langkah proaktif untuk menjaga kekuatan neraca keuangan kami. Posisi kas kami tetap sehat dan likuiditas kami solid, tetapi kami tidak bisa menutup mata terhadap potensi lonjakan biaya dari kebijakan tarif,” ujarnya.
Menurut laporan Bloomberg, langkah ini menandai pergeseran strategi keuangan perusahaan yang sebelumnya sangat fokus pada pengembalian modal kepada pemegang saham. Carter’s selama bertahun-tahun dikenal sebagai salah satu perusahaan yang secara konsisten membayar dividen tinggi, sekaligus melakukan pembelian kembali saham sebagai bentuk kepercayaan terhadap prospek bisnis jangka panjang.
Namun situasi makro yang berubah cepat memaksa banyak perusahaan, termasuk Carter’s, untuk mempertimbangkan ulang prioritas alokasi modal mereka. Selain potensi tarif, perusahaan juga menghadapi tekanan biaya dari inflasi tenaga kerja dan transportasi, serta ketidakpastian dalam permintaan konsumen kelas menengah—segmen utama pelanggan Carter’s di AS.
Pasar merespons keputusan ini dengan hati-hati. Saham Carter’s sempat mengalami penurunan tipis setelah pengumuman pemangkasan dividen, meskipun sebagian analis menilai langkah ini sebagai langkah konservatif yang bijak. “Dividen yang dipangkas tentu mengecewakan pemegang saham jangka pendek,” kata seorang analis dari Wells Fargo kepada The Wall Street Journal. “Namun secara fundamental, ini memberi Carter’s ruang bernapas untuk mengelola risiko biaya ke depan.”
Lebih lanjut, analis juga menyoroti bahwa sektor ritel pakaian anak-anak telah menghadapi tekanan sejak pandemi. Meskipun Carter’s berhasil mempertahankan pangsa pasar dominan di Amerika Serikat, tantangan dari pergeseran belanja ke saluran daring, serta meningkatnya persaingan dari brand lokal dan internasional, telah menekan margin laba. Upaya diversifikasi pasar ke luar negeri, termasuk ekspansi ke Amerika Latin dan Asia, belum sepenuhnya membuahkan hasil signifikan.
CEO Palladini yang baru menjabat sejak 2024, sebelumnya merupakan eksekutif di Vans, datang dengan reputasi sebagai inovator dalam menghidupkan kembali merek yang stagnan. Di bawah kepemimpinannya, Carter’s mulai merombak lini produk, memperkuat strategi digital, dan mencoba menyasar pasar Gen Z yang kini menjadi orang tua muda. Namun semua inisiatif ini membutuhkan modal kerja dan ruang fiskal yang cukup fleksibel, yang menjadi dasar logis dari keputusan untuk menahan dividen.
Palladini juga menegaskan bahwa Carter’s tidak mengubah panduan laba tahunan mereka secara signifikan, dan tetap melihat permintaan yang sehat menjelang musim liburan akhir tahun. “Kita tengah berada dalam siklus yang tidak biasa, tetapi merek kami tetap memiliki daya tarik dan relevansi tinggi,” ujarnya dalam panggilan konferensi dengan analis. Ia juga menyebutkan bahwa Carter’s akan lebih berhati-hati dalam kontrak manufaktur dan pengadaan, sambil menjajaki sumber pasokan dari luar Tiongkok guna mengurangi eksposur terhadap kebijakan tarif.
Langkah Carter’s juga mencerminkan pola yang muncul di berbagai perusahaan ritel dan manufaktur AS yang kini bersiap menghadapi dampak kebijakan perdagangan. Pemerintahan AS telah mengisyaratkan kemungkinan menaikkan tarif atas berbagai produk dari Tiongkok sebagai bagian dari strategi untuk memulihkan ketergantungan pasokan dan mendorong manufaktur domestik. Jika kebijakan ini terealisasi, maka hampir semua perusahaan berbasis konsumsi di AS—mulai dari pakaian, mainan, hingga peralatan rumah tangga—akan terpengaruh.
Dalam konteks ini, Carter’s memilih untuk memperkuat pertahanannya lebih awal. Dengan mengurangi dividen, perusahaan menghemat sekitar $60 juta per tahun, angka yang dapat digunakan untuk investasi ulang dalam rantai pasok, inovasi produk, dan digitalisasi kanal penjualan.
Namun langkah ini juga membawa implikasi jangka panjang terhadap persepsi investor terhadap stabilitas perusahaan. “Dividen adalah simbol kepercayaan diri,” ujar seorang pengamat dari Morningstar. “Ketika dividen dipotong, sinyal yang muncul adalah: ada risiko yang harus dikelola. Ini tidak berarti perusahaan lemah, tapi jelas menunjukkan bahwa prioritas mereka kini adalah bertahan dan beradaptasi.”
Para pesaing Carter’s, seperti OshKosh dan Gerber Childrenswear, juga diperkirakan akan menghadapi tekanan serupa jika tarif baru diberlakukan. Sebagian dari mereka mungkin akan meneruskan beban biaya kepada konsumen, namun langkah itu tidak mudah di tengah persaingan harga yang ketat dan daya beli konsumen kelas menengah yang belum pulih sepenuhnya.
Untuk saat ini, Carter’s tetap menjadi pemimpin pasar dengan keunggulan skala, distribusi luas, dan kesetiaan merek yang relatif kuat. Namun keputusan untuk memotong dividen menunjukkan bahwa bahkan raksasa pun harus mengambil langkah mundur sesekali demi bisa melangkah lebih jauh.

