Amerika Serikat

Proyek Angin Lepas Pantai New York Dilanjutkan Lagi

(Business Lounge – Global News) Pemerintah Amerika Serikat secara tiba-tiba membatalkan keputusan sebelumnya yang sempat menghentikan pembangunan proyek angin lepas pantai terbesar di New York. Langkah ini mengindikasikan perubahan arah yang mengejutkan dari administrasi Trump, yang pada bulan lalu menginstruksikan penangguhan proyek ini dengan dalih peninjauan ulang atas izin lingkungan. Kembalinya proyek ini menjadi titik balik penting dalam peta energi terbarukan AS, sekaligus membuka babak baru dalam pertarungan antara ambisi energi bersih dan kebijakan konservatif yang selama ini mendominasi Gedung Putih.

Proyek tersebut, yang dikenal sebagai Empire Wind, dikembangkan oleh Equinor dan BP. Sebelumnya, proyek ini sempat dipuji sebagai tonggak transisi energi di pesisir timur Amerika Serikat, namun tiba-tiba terhambat ketika U.S. Department of the Interior—atas dorongan dari Gedung Putih—memerintahkan penundaan menyusul penilaian ulang terhadap dampak terhadap ekosistem laut dan rute pelayaran. Namun, seperti dilaporkan oleh The Wall Street Journal, pada pertengahan Mei, pemerintah menyatakan bahwa proyek ini akan kembali berjalan “segera dan tanpa perubahan besar”, setelah melalui tinjauan tambahan yang dinyatakan telah memenuhi ketentuan hukum.

Keputusan ini terjadi di tengah meningkatnya tekanan dari pemerintah negara bagian New York dan komunitas bisnis lokal yang memandang proyek Empire Wind sebagai elemen vital dalam strategi transisi energi dan penciptaan lapangan kerja hijau. Dalam laporan Bloomberg, Gubernur New York Kathy Hochul disebut secara aktif melobi pemerintahan federal agar menghentikan upaya sabotase kebijakan energi bersih yang sudah dirancang dan didanai sejak awal 2020-an. New York menargetkan 70% listriknya berasal dari sumber energi bersih pada 2030, dan Empire Wind adalah salah satu proyek kunci untuk mencapai target tersebut.

Proyek Empire Wind terdiri dari dua bagian utama, Empire Wind 1 dan Empire Wind 2, yang secara keseluruhan dapat menghasilkan lebih dari 2 GW listrik—cukup untuk menyuplai lebih dari satu juta rumah. Wilayah pembangunan terletak sekitar 15–30 mil lepas pantai Long Island, sebuah kawasan yang juga menjadi pusat konsentrasi industri energi laut dan logistik maritim. Menurut analisis Reuters, proyek ini akan menciptakan lebih dari 5.000 pekerjaan langsung dan tidak langsung selama fase konstruksi, serta mendukung rantai pasok industri turbin angin domestik yang sedang tumbuh.

Namun, keputusan Gedung Putih untuk sempat menunda proyek ini pada bulan lalu menimbulkan kebingungan dan kritik luas. Beberapa pejabat federal, yang dikutip oleh Politico, menyebut bahwa alasan resmi berupa kekhawatiran terhadap dampak lingkungan hanyalah selubung dari tekanan politik internal untuk memperlambat ekspansi energi terbarukan yang dianggap bertentangan dengan basis politik konservatif di sejumlah negara bagian. Sumber internal menyebut bahwa peninjauan proyek dilakukan tanpa bukti baru yang signifikan, dan sebagian besar pakar lingkungan telah menyatakan proyek ini telah memenuhi syarat keberlanjutan sejak awal.

Langkah mundur tersebut sempat menimbulkan reaksi negatif dari investor dan lembaga keuangan yang selama ini mendukung proyek-proyek energi bersih di pesisir timur. Financial Times mencatat bahwa pasar memandang intervensi politik semacam ini sebagai ancaman terhadap kepastian hukum dan kelangsungan investasi jangka panjang di sektor energi hijau AS. Beberapa analis menyebut bahwa sikap inkonsisten ini bisa mendorong perusahaan multinasional untuk mengalihkan proyek mereka ke Kanada atau Eropa, di mana kebijakan iklim lebih stabil dan suportif.

Kembalinya proyek Empire Wind ke jalur konstruksi dianggap sebagai kemenangan penting bagi advokasi energi terbarukan di tengah ketidakpastian kebijakan federal. Equinor, dalam pernyataannya kepada CNBC, menyambut baik keputusan tersebut dan menyatakan bahwa pekerjaan akan dimulai kembali dalam minggu ini. Mereka juga mengonfirmasi bahwa tidak akan ada perubahan besar dalam desain proyek, serta bahwa semua komitmen lingkungan dan sosial tetap diberlakukan seperti semula.

Dalam konteks yang lebih luas, keputusan ini menggarisbawahi dinamika yang semakin kompleks antara pemerintah federal, negara bagian, dan sektor swasta dalam membentuk masa depan energi AS. Sejak awal masa jabatannya, mantan Presiden Trump telah menunjukkan preferensi kuat terhadap industri bahan bakar fosil, termasuk dengan memberikan insentif pada produksi batubara dan minyak domestik. Namun, dalam beberapa bulan terakhir, tekanan ekonomi dan geopolitik telah memaksa pemerintahan untuk menunjukkan fleksibilitas, terutama dalam hal proyek yang melibatkan investasi asing dan penciptaan lapangan kerja.

The New York Times mencatat bahwa selain Empire Wind, setidaknya ada lima proyek energi angin lepas pantai lain di sepanjang pesisir timur yang menghadapi hambatan regulasi serupa. Dengan dikembalikannya Empire Wind ke jalur semula, ada kemungkinan proyek-proyek lain akan ikut memperoleh lampu hijau dalam waktu dekat, terutama jika tekanan dari negara bagian dan pelaku industri terus meningkat.

Tak kalah penting, langkah ini bisa memberikan sinyal positif ke pasar internasional bahwa AS masih berkomitmen terhadap target iklim jangka panjangnya, meskipun seringkali terganggu oleh perubahan kebijakan politik domestik. Menurut analisis IEA (International Energy Agency), sektor angin lepas pantai akan memainkan peran utama dalam mencapai target net-zero global, dan AS diharapkan menjadi salah satu pemain utama di kawasan Atlantik Utara.

Namun tidak semua pihak menyambut keputusan ini dengan antusias. Beberapa kelompok konservatif, seperti yang dilaporkan oleh Fox Business, menuding bahwa proyek seperti Empire Wind mengganggu migrasi satwa laut, mengancam industri perikanan, dan membebani pajak warga. Kelompok ini juga mempermasalahkan ketergantungan pada perusahaan asing seperti Equinor, yang berbasis di Norwegia, dan BP dari Inggris. Meskipun kedua perusahaan telah membentuk entitas lokal dan menjanjikan transfer teknologi, skeptisisme tetap ada di kalangan politikus Republik.

Meski demikian, dalam konferensi pers bersama yang diadakan di Brooklyn, perwakilan dari Equinor, BP, dan pejabat pemerintah negara bagian menekankan bahwa proyek ini akan menjadi simbol kerja sama transatlantik dalam menghadapi krisis iklim. Mereka juga mengumumkan kemitraan baru dengan serikat pekerja konstruksi dan pelatihan tenaga kerja untuk memastikan bahwa manfaat ekonomi dari proyek ini menyentuh komunitas lokal, terutama yang sebelumnya terpinggirkan dari sektor energi.

Keberlanjutan proyek Empire Wind juga menegaskan tren pergeseran dari energi terpusat ke model energi yang lebih tersebar dan lokal. Dengan pembangunan infrastruktur lepas pantai, listrik dapat diproduksi dekat dengan pusat permintaan tinggi seperti kota New York, sehingga mengurangi ketergantungan pada jaringan transmisi jarak jauh dan meningkatkan ketahanan sistem.

Menurut laporan McKinsey & Company, proyek-proyek seperti Empire Wind bukan hanya soal pembangkit energi, tetapi juga menjadi sarana membangun ekosistem industri baru—mulai dari pelabuhan, pabrik bilah turbin, hingga pusat pelatihan teknisi energi bersih. Jika dikelola dengan tepat, sektor angin lepas pantai dapat menciptakan lebih dari 80.000 pekerjaan di AS dalam dekade ini.

Bagi warga New York, kembalinya proyek ini berarti lebih dari sekadar turbin di laut. Ini adalah simbol harapan bahwa masa depan energi bisa bersih, inklusif, dan berorientasi jangka panjang, meskipun dalam suasana politik yang tidak stabil. Gubernur Hochul menegaskan bahwa New York akan terus menjadi pemimpin nasional dalam energi terbarukan, terlepas dari arah kebijakan federal yang berubah-ubah.

Dalam konteks global, keputusan ini akan dipantau oleh banyak negara yang juga tengah bergulat dengan pertanyaan serupa: seberapa besar komitmen politik yang dibutuhkan untuk menjaga keberlangsungan proyek hijau ketika berhadapan dengan perubahan kepemimpinan? Dalam hal ini, Empire Wind telah menjadi kasus uji yang mencerminkan betapa rapuh—namun pentingnya—konsistensi dalam kebijakan iklim.