(Business Lounge Journal – Human Resources)
Historisnya, organisasi dirancang untuk menampung aliran pekerja dengan sedikit pengalaman, memberi kesempatan pada pekerja untuk tumbuh dan menciptakan nilai. Peran entry-level cocok untuk beragam kandidat dan melibatkan tugas yang hanya membutuhkan kemampuan manusia dan keterampilan yang luas. Namun, perubahan di dunia telah merusak model-model ini.
Mengapa Semakin Sulit bagi Pekerja untuk Mendapatkan Pengalaman?
Perubahan dalam Pekerjaan:
Pekerjaan, baik untuk pekerja putih maupun biru, kini bergerak dari yang dapat diprediksi dan rutin menjadi spesifik konteks dan berbasis pengecualian. Pekerjaan semakin memerlukan lebih banyak spesialisasi, penilaian, dan kemampuan untuk mengelola kompleksitas, yang sulit dikembangkan tanpa praktik di dunia nyata.
Tekanan Ekonomi dan Pasar:
Tekanan untuk menjadi lebih ramping dan gesit mengakibatkan pengurangan kebutuhan tenaga kerja di peran entry-level. Banyak organisasi beralih ke struktur yang lebih ramping dengan lebih sedikit manajer dan lebih banyak pekerja kontrak, menghilangkan peran yang sebelumnya memberi kesempatan untuk pembinaan dan jalur karier.
Tanggung Jawab yang Meningkat:
Pursuit of efficiency kini memindahkan tanggung jawab lebih besar ke tingkat organisasi yang lebih rendah, meningkatkan harapan pengalaman untuk staf di peran yang dulunya sebagai pijakan awal karier. Contohnya, interaksi antara pasien dan dokter kini sering dialihkan ke perawat dan asisten perawat.
Kondisi Pekerja Awal Karier:
Pekerja awal karier sering kurang siap, dengan penurunan koneksi sosial dan interaksi, terutama di kalangan generasi muda. Tingkat pekerjaan remaja juga rendah dan terus menurun, yang menghambat perkembangan kualitas sosial dan emosional yang dibutuhkan untuk bekerja dengan efektif. Sebuah survei menemukan bahwa 57% organisasi di AS menganggap lulusan baru kurang profesional, dan 38% menghindari merekrut lulusan Gen Z karena kekurangan ini.
Dampak Teknologi:
Tren ini sudah ada sejak lama, tetapi teknologi seperti AI memperburuknya. Teknologi baru dapat melakukan tugas rutin lebih efisien, sementara pekerjaan yang tersisa semakin melibatkan situasi kompleks. Semakin kuat teknologi, semakin penting dan berharga penilaian pekerja menjadi.
Status quo kemungkinan besar akan mengecewakan baik organisasi maupun pekerja di masa mendatang. Organisasi perlu pendekatan baru untuk merekrut dan mengembangkan kemampuan pekerja. Mereka yang berhasil akan menciptakan hasil yang lebih kuat dan berkelanjutan bagi bisnis dan orang-orang mereka.
Sebenarnya, yang dibutuhkan pemimpin dari pengalaman dalam lingkungan saat ini adalah definisi yang lebih luas: kemampuan pekerja untuk menerapkan keterampilan, pengetahuan, dan kemampuan manusia dalam konteks nyata—di bawah kondisi dunia nyata dan batasan eksternal—untuk menciptakan hasil.
Ketika kita membahas tentang pengalaman, banyak orang berpikir tentang lamanya waktu yang dihabiskan untuk menjalankan tugas yang relevan. Namun, waktu yang dihabiskan hanyalah indikator, dan mungkin kurang tepat, untuk apa yang sebenarnya dibutuhkan pemimpin dari pekerja.
Potensi, keterampilan, dan kemampuan manusia seperti rasa ingin tahu, kecerdasan emosional, dan pemecahan masalah dapat diterapkan di berbagai konteks. Seiring waktu, pekerja mengembangkan kerangka mental yang memungkinkan mereka untuk dengan cepat memproses konteks baru dan menyesuaikan kinerja mereka.
Kemampuan manusia dan potensi harus mendapatkan perhatian setara dengan keterampilan, dan keduanya harus berfungsi sebagai jangkar untuk mencocokkan pekerja dengan pekerjaan. Misalnya, seorang pelayan restoran mungkin menjadi kandidat yang efektif untuk pekerjaan sales di toko department karena tidak hanya keterampilan layanan pelanggan mereka, tetapi juga kemampuan untuk berempati dengan pelanggan dan potensi untuk berkembang seiring waktu dengan mengambil tanggung jawab baru. Dengan menerapkan dan melatih kemampuan ini dalam konteks baru, mereka dapat membangun pengalaman yang dibutuhkan organisasi.
Bersumber dari analisis Deloitte yang baru-baru ini dipublikasikan, gambar ini mengidentifikasi pasangan konsep yang bertolak belakang yang memerlukan keseimbangan. Deloitte menekankan pentingnya menyeimbangkan berbagai ketegangan operasional untuk secara efektif mencapai tujuan bisnis dan meningkatkan pengalaman pemangku kepentingan. Keseimbangan antara setiap pasangan ini menjadi kunci bagi strategi manajemen yang berhasil dan adaptif di tengah perubahan lingkungan bisnis.
Berikut ini adalah pasangan konsep tersebut:
-
-
- Augmentasi vs. Automasi
- Personalisasi vs. Standarisasi
- Agilitas vs. Stabilitas
- Hasil vs. Keluaran
- Pemberdayaan vs. Kontrol
- Potensi vs. Prediktabilitas
-
- Augmentasi vs. Automasi:
Augmentasi merujuk pada peningkatan kemampuan manusia melalui teknologi, sementara automasi berarti menggantikan proses manual dengan mesin atau perangkat lunak. Perusahaan perlu menemukan keseimbangan antara menyempurnakan keterampilan karyawan dan otomatisasi untuk efisiensi.
Contoh Augmentasi: Perusahaan menggunakan teknologi untuk membantu karyawan melakukan tugas mereka dengan lebih efisien. Misalnya, aplikasi yang memberikan rekomendasi kepada tenaga penjual berdasarkan preferensi pelanggan sebelumnya.
Contoh Automasi: Robot otomatis di pabrik yang melakukan perakitan produk tanpa intervensi manusia, mengurangi kebutuhan akan tenaga kerja di lini produksi. - Personalisasi vs. Standarisasi:
Personalisasi melibatkan penyesuaian produk atau layanan sesuai dengan kebutuhan dan preferensi individu, sedangkan standarisasi berarti menerapkan proses yang konsisten untuk efisiensi. Keseimbangan ini penting untuk memberikan pengalaman pelanggan yang unik tanpa merugikan efisiensi operasi.
Contoh Personalisasi: Sebuah situs e-commerce menggunakan data pelanggan untuk menyajikan produk yang disesuaikan dengan minat dan riwayat pembelian mereka, seperti rekomendasi barang.
Contoh Standarisasi: Perusahaan maskapai penerbangan yang menerapkan prosedur check-in yang sama untuk semua pelanggan, tanpa mempertimbangkan kebutuhan atau preferensi individu. - Agilitas vs. Stabilitas:
Agilitas berkaitan dengan kemampuan organisasi untuk beradaptasi dengan perubahan cepat dalam pasar, sedangkan stabilitas mencakup konsistensi dan keandalan dalam operasi. Perusahaan harus mampu menyeimbangkan inovasi yang cepat dengan melestarikan proses yang dapat diandalkan.
Contoh Agilitas: Sebuah startup yang cepat mengadaptasi produk mereka berdasarkan umpan balik pelanggan, melakukan iterasi produk setiap bulan untuk memenuhi kebutuhan pasar yang berubah.
Contoh Stabilitas: Sebuah bank yang mempertahankan prosedur operasional yang ketat dan proses persetujuan yang terstandarisasi untuk menjamin keamanan dan keandalan pelayanan. - Hasil vs. Keluaran:
Hasil merujuk pada dampak akhir yang ingin dicapai (misalnya, kepuasan pelanggan), sementara keluaran mencakup apa yang dihasilkan (misalnya, produk atau layanan). Organisasi harus mempertimbangkan bagaimana fokus pada keluaran dapat memengaruhi hasil yang lebih luas.
Contoh Hasil: Fokus pada kepuasan pelanggan setelah menerapkan layanan baru, menilai seberapa banyak pelanggan merasa puas dengan solusi yang diberikan oleh perusahaan.
Contoh Keluaran: Mengukur jumlah produk yang diproduksi dalam satu bulan, tanpa mempertimbangkan kualitas atau pengalaman pelanggan. - Pemberdayaan vs. Kontrol:
Pemberdayaan berarti memberikan wewenang kepada karyawan untuk mengambil keputusan, sedangkan kontrol melibatkan pemantauan dan pengawasan proses. Pemimpin perlu menciptakan lingkungan di mana karyawan merasa memiliki kewenangan, tetapi tetap dalam lingkup yang terkontrol.
Contoh Pemberdayaan: Manajer memberikan otonomi kepada tim pemasaran untuk merancang kampanye mereka sendiri, dengan dukungan dan sumber daya yang diperlukan.
Contoh Kontrol: Perusahaan yang memiliki kebijakan ketat tentang prosedur yang harus diikuti oleh semua karyawan, termasuk pengawasan ketat terhadap setiap keputusan yang diambil. - Potensi vs. Prediktabilitas:
Potensi mencakup kemampuan untuk mengeksplorasi dan memanfaatkan peluang baru, sedangkan prediktabilitas berarti memiliki kepastian dan konsistensi dalam hasil. Dalam hal ini, organisasi harus mencari keseimbangan untuk menjaga inovasi sekaligus memberikan kejelasan dan stabilitas.
Contoh Potensi: Seorang karyawan muda yang menunjukkan kemampuan luar biasa dalam analisis data, dengan harapan bahwa mereka akan tumbuh dan mengambil peran lebih besar di perusahaan di masa depan.
Contoh Prediktabilitas: Sebuah perusahaan yang mengandalkan perhitungan risiko yang tepat dan model keuangan untuk memproyeksikan hasil keuangan dengan akurat, memastikan hasil yang lebih dapat diprediksi berdasarkan data historis.
Setiap pasangan ketegangan ini menunjukkan bagaimana organisasi harus menyeimbangkan antara kedua konsep untuk mencapai efektivitas dan efisiensi dalam operasional mereka. Ketika organisasi belajar untuk menyeimbangkan diharapkan solusi yang diinginkan dapat dicapai.