(Business Lounge – Global News) Johnson & Johnson (J&J), raksasa farmasi dan perangkat medis asal Amerika Serikat, meningkatkan proyeksi pendapatan tahunan mereka pada 2025 meskipun menghadapi tekanan dari kebijakan tarif impor terbaru yang diberlakukan oleh pemerintah AS. Dalam pernyataan resmi dan laporan kuartalan yang dikutip oleh The Wall Street Journal dan Bloomberg, Chief Financial Officer Joseph Wolk menyebut bahwa tarif baru, khususnya terhadap produk teknologi medis, diperkirakan akan menambah beban biaya perusahaan hingga sebesar 400 juta dolar sepanjang tahun ini.
Langkah J&J menaikkan proyeksi menunjukkan keyakinan manajemen terhadap kekuatan portofolio produk dan efisiensi operasional perusahaan. Menurut laporan Reuters, J&J kini memperkirakan pertumbuhan pendapatan setahun penuh akan sedikit lebih tinggi dari sebelumnya, terutama berkat permintaan yang kuat terhadap alat kesehatan, produk bedah, dan pertumbuhan di sektor farmasi inovatif.
Namun, tekanan dari tarif tidak bisa diabaikan. Pemerintah AS, sebagai bagian dari strategi perdagangan baru yang lebih agresif terhadap Tiongkok dan negara-negara lainnya, mengenakan bea masuk tambahan terhadap berbagai produk teknologi tinggi, termasuk beberapa kategori alat kesehatan seperti implan, perangkat diagnostik, serta komponen elektronik medis. J&J, yang memiliki rantai pasokan global yang kompleks, terutama dari kawasan Asia, kini menghadapi kenaikan biaya logistik dan produksi secara langsung akibat kebijakan ini.
Dalam wawancara dengan CNBC, Joseph Wolk menjelaskan bahwa meskipun tarif ini berdampak nyata terhadap margin, J&J telah mempersiapkan mitigasi melalui optimalisasi logistik, peningkatan efisiensi manufaktur, dan renegosiasi dengan pemasok. Perusahaan juga menyatakan tidak akan langsung membebankan kenaikan biaya ini kepada konsumen dalam waktu dekat, tetapi tetap membuka kemungkinan penyesuaian harga bila tekanan biaya terus meningkat.
Divisi alat kesehatan J&J, termasuk merek terkenal seperti DePuy Synthes (orthopedic) dan Ethicon (produk bedah), tetap menjadi mesin utama pertumbuhan. Permintaan terhadap alat penggantian sendi, peralatan bedah robotik, dan sistem penjahitan otomatis meningkat seiring dengan normalisasi operasi elektif di rumah sakit global pasca-pandemi. Menurut laporan Financial Times, segmen ini tumbuh lebih dari 9% dibandingkan tahun sebelumnya, meskipun menghadapi tantangan biaya.
Sementara itu, divisi farmasi juga menunjukkan ketahanan. Produk seperti Darzalex (untuk multiple myeloma), Tremfya (untuk psoriasis dan Crohn’s disease), serta Stelara tetap mencatatkan penjualan yang kuat. J&J juga melaporkan kemajuan signifikan dalam pipeline pengembangan obat baru, termasuk kandidat terapi kanker dan autoimun.
Namun, prospek J&J ke depan juga akan sangat dipengaruhi oleh lingkungan regulasi dan kebijakan industri di AS. Gedung Putih dan sejumlah anggota Kongres telah menunjukkan sinyal untuk memperluas cakupan tarif dan memperketat kontrol harga obat. Dalam analisis oleh Bloomberg Intelligence, langkah ini bisa menjadi tantangan ganda bagi J&J—di satu sisi menghadapi kenaikan biaya impor, di sisi lain dibatasi dalam kemampuan menaikkan harga produk di pasar domestik.
Meski begitu, para analis umumnya tetap optimis. Dalam laporan riset yang dikutip oleh Morningstar, J&J dinilai sebagai salah satu perusahaan dengan neraca keuangan terkuat di sektor kesehatan global, dengan arus kas yang stabil, dividen yang konsisten, dan fleksibilitas investasi yang tinggi. Perusahaan juga memiliki sejarah panjang dalam beradaptasi terhadap tekanan biaya dan perubahan regulasi, termasuk saat menghadapi gugatan hukum dan restrukturisasi divisi konsumer dalam beberapa tahun terakhir.
Saham J&J mengalami kenaikan moderat setelah laporan kuartal dirilis, mencerminkan sentimen positif investor terhadap ketahanan bisnis perusahaan. Meski tantangan dari sisi tarif dan kebijakan perdagangan AS-Tiongkok belum mereda, keputusan manajemen untuk tetap menaikkan outlook dianggap sebagai sinyal kepercayaan diri yang penting di tengah ketidakpastian makroekonomi.
Dengan pendekatan hati-hati namun optimis, Johnson & Johnson menempatkan diri sebagai perusahaan yang tidak hanya tangguh menghadapi tekanan biaya global, tetapi juga gesit dalam merespons perubahan kebijakan perdagangan dan dinamika geopolitik. Tahun 2025 tampaknya akan menjadi ujian ketahanan strategis, dan sejauh ini J&J menunjukkan bahwa mereka siap menjalaninya dengan disiplin finansial dan kekuatan operasional yang solid.