(Business Lounge – Global News) Harley-Davidson tengah menghadapi tekanan signifikan dari salah satu pemegang saham terbesarnya, H Partners, yang bersiap meluncurkan kampanye perlawanan terhadap manajemen perusahaan menjelang rapat pemegang saham tahunan pada 14 Mei. Langkah ini menandai babak baru dalam ketegangan antara perusahaan motor legendaris asal Amerika Serikat dan para investornya yang frustrasi dengan kinerja saham dan arah strategis yang dinilai stagnan.
Dalam laporan yang dilansir oleh Reuters dan The Wall Street Journal, H Partners — yang memegang sekitar 9% saham Harley-Davidson — secara terbuka menyatakan keinginannya untuk mengganti tiga anggota dewan, termasuk CEO Jochen Zeitz. Kritik utama mereka diarahkan pada apa yang disebut sebagai hilangnya budaya perusahaan, kepemimpinan yang terlalu lama tanpa terobosan baru, serta respons yang dianggap lamban terhadap perubahan pasar dan preferensi generasi baru.
Zeitz telah menjabat sebagai CEO sejak tahun 2020 dan menjadi anggota dewan selama 18 tahun. Di bawah kepemimpinannya, Harley-Davidson menjalankan strategi restrukturisasi bernama “Hardwire” untuk fokus pada profitabilitas dan memperkuat posisi di pasar premium. Namun, investor seperti H Partners menilai hasilnya tidak memuaskan. Saham Harley telah anjlok 45% dalam setahun terakhir, dan penurunan ini mencapai 43% sejak April 2022, berdasarkan data yang dikutip oleh Bloomberg.
Penurunan kinerja ini sebagian besar dipicu oleh kegagalan perusahaan menarik basis pelanggan baru, terutama dari kalangan muda. Generasi baby boomer yang selama ini menjadi tulang punggung pelanggan Harley mulai menua, sementara upaya perusahaan untuk masuk ke pasar kendaraan listrik dan gaya hidup urban dinilai kurang agresif dan tidak konsisten.
Kondisi internal perusahaan juga menjadi sorotan. Jared Dourdeville, perwakilan H Partners di dewan, mengundurkan diri awal bulan ini. Dalam surat pengunduran dirinya yang dikutip oleh Reuters, ia menyatakan bahwa budaya perusahaan telah “menghilang” dan menyebut adanya “masalah mendasar” dalam struktur tata kelola Harley-Davidson. Ia juga mengkritik kebijakan kerja jarak jauh yang dinilai mengikis semangat kolektif di perusahaan.
Konflik ini bukan yang pertama bagi Harley-Davidson. Sebelumnya, pada puncak pandemi COVID-19, perusahaan juga sempat terlibat benturan dengan Impala Asset Management, yang menuntut reformasi kepemimpinan dan strategi. Kali ini, tekanan tampaknya lebih sistematis, dengan H Partners tidak hanya meminta perubahan arah strategis, tetapi juga mengusulkan perombakan total dalam struktur kepemimpinan.
Sementara itu, pihak Harley-Davidson belum memberikan komentar resmi atas desakan H Partners. Namun, para analis memperkirakan perusahaan akan mempertahankan Zeitz dan strategi “Hardwire”-nya menjelang rapat pemegang saham, kecuali tekanan dari investor lain ikut membesar.
Menurut Financial Times, pertarungan suara dalam rapat pemegang saham mendatang bisa menjadi ujian krusial bagi kepemimpinan Zeitz. Kampanye “withhold-the-vote” yang didorong H Partners — yakni menahan dukungan terhadap beberapa anggota dewan — bertujuan untuk menunjukkan ketidakpuasan luas dari investor institusional. Jika cukup banyak suara yang ditahan, Dewan Direksi bisa dipaksa untuk mengevaluasi ulang arah strategis dan bahkan mengganti pimpinan.
Pergeseran ini mencerminkan tren yang lebih luas di kalangan investor institusional di AS, yang makin vokal dalam menuntut akuntabilitas dan transparansi. Tekanan seperti yang dilakukan oleh H Partners telah menjadi strategi populer dalam beberapa tahun terakhir untuk mendorong perubahan di perusahaan publik, sebagaimana terlihat dalam kasus Disney, ExxonMobil, dan Starbucks.
Dengan rapat pemegang saham hanya beberapa minggu lagi, tekanan terhadap Harley-Davidson kemungkinan akan meningkat. Para pengamat memperkirakan bahwa jika perusahaan tidak menawarkan konsesi atau rencana reformasi yang kredibel, maka pertempuran suara bisa berubah menjadi mosi tidak percaya terhadap manajemen saat ini.
Seiring itu, nilai saham perusahaan akan sangat dipengaruhi oleh hasil pertarungan ini. Sebagian investor melihat kemungkinan perubahan manajemen sebagai peluang pemulihan, tetapi juga menyadari bahwa konflik terbuka dapat menciptakan ketidakpastian yang merugikan dalam jangka pendek.
Jika H Partners berhasil, maka masa depan Harley-Davidson bisa bergerak menuju arah yang lebih agresif dan inovatif — dengan kemungkinan penekanan pada elektrifikasi, rebranding untuk audiens muda, serta reformasi dalam budaya dan struktur organisasi. Namun jika manajemen saat ini bertahan, maka mereka perlu menunjukkan bahwa strategi yang sedang dijalankan mampu menghasilkan pertumbuhan nyata, atau risiko kehilangan kepercayaan investor bisa semakin membesar.