Levi Strauss

Levi Strauss Bertahan di Tengah Ketidakpastian

(Business Lounge – Global News) Levi Strauss & Co., ikon denim asal San Francisco, mencatat pertumbuhan pendapatan pada kuartal pertama 2025 dan tetap mempertahankan proyeksi tahunannya meskipun menghadapi lingkungan ekonomi yang penuh tantangan. Dalam laporan keuangan yang dirilis pada Kamis, 4 April, perusahaan melaporkan bahwa pendapatannya meningkat 7 persen dibandingkan tahun sebelumnya menjadi 1,56 miliar dolar AS, mengalahkan ekspektasi analis yang diperkirakan oleh Refinitiv sebesar 1,55 miliar dolar.

Pertumbuhan ini didorong oleh penjualan ritel langsung ke konsumen yang terus menunjukkan kekuatan, terutama melalui saluran digital dan toko milik perusahaan, serta pemulihan yang lebih luas di pasar internasional. Sementara itu, penjualan grosir, meskipun masih tertekan, mulai menunjukkan tanda stabilisasi. Dalam pernyataan resmi yang dikutip oleh Reuters, Chief Executive Officer Levi Strauss Michelle Gass menyatakan bahwa perusahaan memasuki tahun fiskal ini dengan momentum yang kuat dan tetap fokus pada transformasi strategis untuk memperkuat merek Levi’s di seluruh dunia.

Namun, kinerja positif ini tidak datang tanpa tantangan. Gass mengakui bahwa kondisi pasar tetap tidak menentu, dengan tekanan dari inflasi konsumen, fluktuasi mata uang asing, dan perlambatan permintaan di beberapa pasar utama. Meskipun demikian, perusahaan memilih untuk tetap mempertahankan panduan keuangan untuk tahun penuh 2025, yakni pertumbuhan pendapatan tahunan antara 1 hingga 3 persen dan laba per saham (EPS) antara 1,17 hingga 1,27 dolar AS.

Menurut laporan Bloomberg, keputusan Levi untuk tidak merevisi panduan tahunannya dianggap sebagai sinyal kepercayaan manajemen terhadap strategi jangka menengah, termasuk efisiensi operasional, ekspansi global, dan digitalisasi saluran distribusi. Keberhasilan perusahaan dalam mempertahankan margin kotor yang stabil pada angka 56,3 persen, meski biaya produksi dan logistik meningkat, juga dianggap sebagai indikator disiplin biaya yang efektif.

Salah satu aspek menonjol dalam laporan kuartal ini adalah pertumbuhan yang kuat dari segmen direct-to-consumer (DTC). Penjualan melalui kanal ini meningkat 8 persen secara tahunan, menyumbang lebih dari 45 persen dari total pendapatan kuartal. Hal ini sejalan dengan strategi perusahaan untuk mengurangi ketergantungan pada bisnis grosir yang lebih sensitif terhadap fluktuasi permintaan. Dalam wawancara dengan CNBC, CFO Levi Strauss Harmit Singh menegaskan bahwa saluran DTC memberikan kontrol yang lebih besar atas pengalaman pelanggan dan margin yang lebih tinggi.

Sementara di pasar Amerika Utara, Levi menghadapi tekanan dari persaingan harga dan menurunnya permintaan konsumen akibat inflasi, pasar internasional menunjukkan kinerja yang lebih baik. Eropa dan Asia mencatat pertumbuhan pendapatan dua digit, yang sebagian besar didorong oleh pemulihan pasca-pandemi dan peluncuran produk baru yang lebih tersegmentasi. Di Tiongkok, Levi melihat peningkatan penjualan lebih dari 20 persen, didorong oleh kemitraan e-commerce dan kampanye pemasaran lokal yang agresif.

Transformasi digital tetap menjadi pilar utama strategi Levi Strauss. Perusahaan terus berinvestasi dalam teknologi omnichannel, termasuk pengembangan aplikasi mobile, penguatan platform e-commerce, dan integrasi sistem inventaris untuk mempercepat pemenuhan pesanan. Seperti diberitakan oleh Wall Street Journal, Levi juga mengadopsi pendekatan berbasis data dalam desain dan peluncuran produk, memungkinkan penyesuaian cepat terhadap tren mode dan preferensi pelanggan.

Di tengah lanskap fesyen yang cepat berubah, Levi juga memperkuat lini produknya dengan inovasi yang menyasar pasar Gen Z dan milenial. Koleksi baru seperti Levi’s 501 ’90s dan kolaborasi dengan artis serta label streetwear terus mendapatkan respons positif. Selain itu, komitmen terhadap keberlanjutan, termasuk penggunaan bahan daur ulang dan proses pewarnaan ramah lingkungan, memainkan peran penting dalam memperkuat daya tarik merek di kalangan konsumen muda yang peduli lingkungan.

Namun, investor tetap berhati-hati terhadap prospek jangka pendek perusahaan. Saham Levi ditutup turun hampir 2 persen pada hari laporan dirilis, karena kekhawatiran akan kondisi makroekonomi yang belum menentu, terutama di Amerika Serikat. Banyak pengecer besar seperti Macy’s dan Target telah melaporkan melemahnya belanja konsumen pada awal tahun ini, sebuah tren yang dapat memengaruhi permintaan produk apparel secara umum.

Meskipun demikian, sejumlah analis pasar tetap optimistis terhadap posisi Levi dalam industri pakaian global. Dalam catatan analis Morgan Stanley, Levi dipandang memiliki keseimbangan yang baik antara warisan merek yang kuat dan kemampuan adaptasi terhadap dinamika ritel modern. Diversifikasi geografis, penguatan DTC, dan fokus pada efisiensi operasional dianggap sebagai faktor kunci yang dapat menopang pertumbuhan Levi di tengah ketidakpastian global.

Levi Strauss juga mencatat perbaikan signifikan pada tingkat inventaris. Dibandingkan tahun lalu, persediaan menurun sebesar 18 persen, mencerminkan manajemen stok yang lebih efisien dan kemampuan perusahaan untuk menyesuaikan pasokan dengan permintaan aktual. Hal ini dinilai positif oleh pasar karena dapat mengurangi risiko potongan harga besar dan menurunkan tekanan terhadap margin laba.

Di sisi lain, tantangan dalam bisnis grosir masih menjadi perhatian. Beberapa pengecer besar yang menjadi mitra grosir Levi masih menghadapi tekanan dari penurunan lalu lintas toko dan meningkatnya persaingan harga. Levi menyadari bahwa transformasi saluran distribusi tidak dapat dilakukan secara instan, namun terus mengarahkan fokus ke toko flagship dan pengalaman ritel yang lebih imersif.

Dalam wawancara terpisah, Michelle Gass menyebut bahwa Levi tidak hanya menjual celana jeans, tetapi juga menjual “gaya hidup dan budaya.” Untuk memperkuat hal ini, perusahaan memperluas kategori non-denim seperti atasan, jaket, dan pakaian olahraga ringan. Kategori ini tumbuh sekitar 12 persen pada kuartal pertama dan diprediksi akan menjadi penopang utama pertumbuhan jangka panjang.

Levi juga menegaskan kembali rencananya untuk membuka 100 toko baru di berbagai wilayah pada tahun 2025, dengan fokus khusus pada pasar Asia Tenggara, India, dan Amerika Latin. Ekspansi ini dilakukan dengan pendekatan selektif yang mempertimbangkan potensi pertumbuhan kelas menengah, tren urbanisasi, dan digitalisasi di negara berkembang.

Dari sisi keuangan, Levi menutup kuartal dengan neraca kas yang sehat dan arus kas operasi positif. Belanja modal perusahaan tetap moderat dan difokuskan pada teknologi, pengembangan produk, serta pembukaan toko baru. Pembayaran dividen tetap dilanjutkan, menunjukkan keyakinan manajemen terhadap posisi keuangan jangka panjang perusahaan.

Sementara pasar tetap waspada terhadap dampak inflasi dan volatilitas global, kinerja Levi Strauss pada kuartal pertama 2025 menunjukkan bahwa perusahaan mampu menavigasi kondisi yang sulit dengan strategi yang terfokus. Kombinasi antara inovasi produk, digitalisasi, dan diversifikasi geografis memberikan landasan yang solid untuk pertumbuhan di masa mendatang.

Sebagai perusahaan yang telah berdiri selama lebih dari 170 tahun, Levi Strauss kembali menunjukkan kemampuannya untuk bertahan dan berkembang di tengah arus perubahan zaman. Dalam industri fesyen yang sangat kompetitif dan cepat berubah, kemampuan untuk beradaptasi, membaca pasar, dan menjaga identitas merek akan menjadi kunci kelangsungan jangka panjang. Laporan keuangan kuartal pertama ini menandai langkah awal yang solid menuju tujuan tersebut.