Tujuh Cara Menciptakan Lingkungan Kerja yang Inklusif

(Business Lounge Journal – Human Resources)

Ada banyak kejadian yang tidak menyenangkan ketika karyawan memutuskan mengundurkan diri karena lingkungan kerja yang tidak inklusif. Bila hal ini terjadi, maka pihak management harus segera mengambil tindakan. Jika hal ini diabaikan, maka dapat memberikan kerugian di kemudian hari, sebab para talent akan bersegera meninggalkan Anda.

Kita sudah membahas apa dan bagaimana lingkungan kerja yang inklusif. (Baca: Bekerja pada Lingkungan Kerja Inklusif Kini Menjadi Target Para Generasi Muda).

Penting untuk diperhatikan, bahwa bekerja pada lingkungan yang inklusif merupakan kebutuhan dari hampir semua talent Anda. Ini akan melahirkan para loyalis di perusahaan Anda. Ya, para talent akan enggan melirik ladang lainnya ketika ia sudah merasa aman bekerja pada perusahaan Anda.

Lalu bagaimanakah cara menciptakan lingkungan kerja yang inklusif?

1. Lakukan survei karyawan dan tindak lanjuti ketika ada temuan

Cara terbaik untuk mengetahui apa yang dibutuhkan karyawan adalah dengan bertanya kepada mereka. Hal ini juga akan membuat mereka merasa dilibatkan. Jika perusahaan membuat kebijakan hanya berdasarkan asumsi, maka hal ini dapat berdampak buruk di kemudian hari. Buatlah sebuah survei tanpa meminta karyawan untuk mencantumkan nama mereka. Ini akan menjadi sebuah sarana bagi para karyawan untuk mengekspresikan diri secara terus terang. Susunlah survei sehingga responden dapat memberikan penilaian atas pendapat mereka pada skala 1 sampai 10 atau menggunakan skala Likert.

Contoh beberapa pernyataan:

  • Perusahaan ini menawarkan lingkungan di mana saya dapat mengungkapkan ide, pendapat, dan keyakinan secara terbuka.
  • Perusahaan ini tidak mentolerir lelucon atau ejekan tentang ras, etnis, budaya, dan gender.
  • Saya merasa nyaman berbicara dengan manajemen dan kolega saya tentang latar belakang dan pengalaman budaya saya.
  • Perusahaan ini berkomitmen untuk memenuhi kebutuhan karyawan yang membutuhkan akomodasi.

Survei juga harus menyertakan ruang bagi karyawan untuk berbagi komentar dan ide mereka tentang cara-cara untuk mendorong lingkungan yang lebih inklusif. Lalu gunakanlah temuan survei untuk memahami apa yang perlu ditingkatkan dan buatlah rencana tindakan langkah-langkah spesifik yang akan membantu Anda mencapai hasil yang diinginkan.

2. Lakukan review untuk sistem perekrutan dan kompensasi

Periksalah secara teratur prosedur perekrutan untuk memastikan prosedur tersebut tidak berdampak negatif pada kelompok tertentu dan dapat diakses oleh semua pelamar. Pastikan semua deskripsi pekerjaan fokus hanya pada kriteria obyektif yang ditetapkan melalui analisis pekerjaan yang menyeluruh.

Untuk kebijakan kompensasi, haruslah transparan dan terorganisir secara kasat mata. Pedoman untuk gaji awal, gaji terkait kinerja, dan bonus, perlu disusun dengan jelas, dan semua karyawan harus memahami kriterianya dengan mudah. Analisis kesetaraan gaji adalah cara terbaik untuk memastikan bahwa tidak ada kesenjangan gaji berdasarkan jenis kelamin, kelompok etnis, atau segmen lain dari tenaga kerja Anda.

3. Menilai kembali kebijakan karyawan

Lakukan tinjauan menyeluruh terhadap kebijakan ketenagakerjaan untuk mengidentifikasi hambatan apa pun terhadap inklusi. Pastikan juga Anda memiliki policy yang mengatur perilaku tenaga kerja di tempat kerja, yaitu perilaku yang menekankan bagaimana memperlakukan orang lain dengan bermartabat dan hormat. Buat garis besar apa yang dimaksud dengan diskriminasi dan pelecehan, dan jelaskan konsekuensi dari perilaku yang tidak dapat diterima. Pastikan bahwa manajer memiliki pemahaman menyeluruh tentang kebijakan dan siap untuk bertindak cepat dan efektif terhadap setiap keluhan.

Apakah ada prosedur pengaduan dan disipliner, dan apakah semua tim manajemen mengikutinya? Bisakah semua karyawan memahami dan mengakses kebijakan tanpa berdampak negatif pada kelompok tertentu? Apakah ada ketentuan untuk menghubungi arbitrase independen atau penyelesaian sengketa jika karyawan tidak puas dengan hasilnya?

Kata-kata itu penting, jadi lihatlah bahasa yang digunakan dalam dokumentasi kebijakan untuk melihat apakah ada cara untuk membuatnya lebih adil. Misalnya, apakah Anda sudah memperbarui istilah maternity leave (yang hanya ditujukan untuk si ibu) menjadi parental leave (sehingga berlaku juga untuk sang ayah)?

Anda juga dapat menyesuaikan kebijakan hari libur untuk menghormati berbagai praktik keagamaan dan budaya. Banyak perusahaan menambahkan manfaat floating holidays selain hari-hari libur yang sudah ditentukan. Namun hal ini tentu saja harus dipikirkan secara matang. Floating holidays adalah hari libur kerja yang dapat diberikan pada tanggal merah atau menjadi pengganti hari libur umum. Atau dapat juga berarti hari libur yang dipilih oleh karyawan.

4. Menciptakan suasana inklusi sebagai bagian dari proses orientasi karyawan baru

Memberikan pengalaman onboarding yang membuat karyawan baru merasa diterima dan nyaman akan menentukan seberapa kuatnya ikatan yang terbentuk antara mereka dengan perusahaan. Adanya rasa percaya bahwa mereka diakui dan dilibatkan sejak hari pertama mereka bekerja akan meletakkan dasar yang membentuk pengalaman para karyawan baru di perusahaan Anda. Menjaga inklusi di garis depan sebagai proses orientasi akan memberikan kesan bahwa mereka menerima dukungan yang mereka butuhkan saat mereka menetap di perusahaan tersebut.

Setelah Anda meletakkan dasar, maka selanjutnya kebijakan tentang inklusi dapat dijelaskan. Sangat penting untuk mengartikulasikan bahwa perusahaan menghargai tempat kerja yang inklusif dan bagaimana itu adalah tempat di mana setiap karyawan harus merasa aman. Pastikan karyawan baru memahami bagaimana mereka dapat berkontribusi dalam memelihara lingkungan ini dan bahwa diskriminasi tidak akan ditoleransi. Hal ini mencakup kebijakan yang berkaitan dengan perilaku yang diharapkan dan tindakan yang akan diambil jika mereka mengalami perlakuan buruk.

5. Lakukan evaluasi bagaimana praktik kerja sehari-hari memengaruhi semua orang

Meneliti bagaimana bias yang tidak disadari dapat memengaruhi budaya kerja informal perusahaan Anda dan akan dapat membantu Anda untuk mengidentifikasi kesenjangan antara kebijakan tertulis dan praktik kerja sehari-hari.

Memperhatikan bahasa itu penting. Terkadang istilah sederhana yang digunakan untuk berbicara satu sama lain dapat merendahkan, seperti menyebut karyawan laki-laki sebagai “pria” tetapi menyebut perempuan sebagai “perempuan”. Anda dapat menggunakan kata “wanita”.

Jangan berbicara menggunakan bahasa daerah dengan rekan yang mengerti di depan karyawan lain yang tidak mengerti. Mungkin Anda pernah mengalaminya, ketika sedang makan siang dengan beberapa rekan Anda lalu tiba-tiba kedua rekan di smaping Anda saling berbicara dengan bahasa daerah mereka. Hal ini dapat menimbulkan kesalahpahaman bahwa Anda sedang membicarakan rekan yang lain. Selalu menekankan hal ini akan membantu para karyawan menjadi lebih sadar tentang bagaimana percakapan pada segala situasi, baik itu pada makan siang hingga rapat penting perusahaan dapat mengecualikan orang-orang tertentu.

Buatlah selalu sosialisasi untuk mempromosikan inklusi dan memberikan pemahaman untuk para karyawan.

6. Membawa inklusi ke tempat kerja virtual

Banyak karyawan memiliki manfaat kerja jarak jauh, tetapi hal itu menghadirkan tantangan tertentu, termasuk rasa inklusi karyawan. Pengusaha harus beradaptasi dengan situasi ini untuk mencegah lokasi virtual menjadi penghalang untuk terhubung dengan pekerja jarak jauh.

Manajer dapat mempromosikan inklusi dengan tim jarak jauh mereka dengan menjaga hubungan antar karyawan. Mereka harus selalu memeriksa semua orang secara teratur dan melakukan aktivitas sosial dan membangun tim secara virtual.

Anda juga dapat menawarkan jenis dukungan yang sama kepada karyawan jarak jauh seperti yang ada di lokasi, seperti fleksibilitas dengan jadwal dan tenggat waktu, serta sumber daya kesehatan mental.

7. Siapkan KPI dan ukurlah progress-nya

Sebagian besar bias di tempat kerja merupakan respons otomatis yang terjadi tanpa disadari. Mungkin sulit untuk mengubah budaya perusahaan dari kecenderungan inheren menjadi mereka yang “menyesuaikan diri” dengan suasana inklusi, tetapi dengan terus melakukan pengukuran, Anda dapat membuatnya menjadi prioritas dengan lebih mudah.

Kebijakan dan program yang diberlakukan untuk membuat perubahan akan menjadi tidak efektif kecuali ada metrik yang berarti untuk mengukur segala upaya inklusi dan hasilnya. Organisasi yang berkomitmen pada inklusi memerlukan metrik untuk mengungkapkan apakah tindakan yang diambil benar-benar mencapai apa yang dimaksudkan.

Anda dapat menggunakan KPI SDM untuk dapat membantu organisasi menuju tempat kerja yang inklusif. Anda harus meninjaunya secara rutin dan mengubahnya sesuai kebutuhan untuk memenuhi sasaran bisnis dan mengembangkan lebih lanjut program inklusif Anda.

Beberapa bidang yang dapat menjadi fokus antara lain:

Recruitment. Siapa yang Anda anggap sebagai karyawan “ideal”? Siapa yang dipekerjakan dan siapa yang ditolak? Bandingkan jumlah lamaran yang Anda terima dari grup yang dipantau dengan kumpulan pelamar potensial yang ada dari grup yang dipantau. Lacak juga siapa yang akhirnya Anda pilih dari grup yang dipantau untuk posisi yang kosong.

Advancement. Apakah orang-orang dari latar belakang yang berbeda memiliki peluang yang sama untuk maju? Apakah ada kecenderungan untuk mengalihkan jenis karyawan tertentu ke tempat yang lain? Lacak promosi dalam grup yang dipantau dibandingkan dengan yang diberikan kepada grup dominan.

Retention. Apakah kelompok tertentu kurang puas dengan lingkungan kerja mereka dan kurang berkomitmen terhadap perusahaan? Apakah individu dari kelompok tertentu lebih mungkin untuk diberhentikan? Bandingkan masa kerja rata-rata untuk karyawan kelompok yang dipantau dengan rata-rata masa kerja karyawan yang menjadi anggota kelompok dominan.

Setiap organisasi itu unik dan membutuhkan pendekatan yang sesuai untuk menumbuhkan pola pikir inklusif. Tujuan ini membutuhkan sebuah kesadaran yang kuat dan ini adalah proses pembelajaran yang pasti akan berkembang. Manajemen harus merangkul tujuan dan kebijakan yang ada. Organisasi Anda perlu menyesuaikannya secara berkala untuk memenuhi perubahan kebutuhan tenaga kerja saat ini dan calon tenaga kerja. Bagian SDM dapat mendorong dan mendukung inklusi dengan mengenali dan melawan bias yang tidak disadari.