(Business Lounge Journal – Human Resources)
McKinsey melakukan sebuah survei mengenai seberapa penting lingkungan kerja yang inklusif. Maka sebesar berdasarkan survei tersebut sebanyak 39% responden mejawa bahwa mereka akan memutuskan untuk menolak pekerjaan bilamana mereka beranggapan perusahaan pemberi kerja kurang memiliki lingkungan yang inklusif.
Hal ini menunjukkan bagaimana para pencari kerja memiliki prioritas untuk menemukan pemberi kerja yang menghargai inklusi. Bahkan ada semakin banyak orang – terutama generasi Milenial – yang ingin bekerja di lingkungan yang inklusif.
Hal ini bukan semata-mata bahwa mereka memiliki kekhawatiran bahwa mereka mungkin saja tidak cocok dengan lingkungan kerja yang tidak inklusif, tetapi juga karena mereka tidak ingin menjadi bagian dari tempat kerja yang memiliki budaya kerja yang tidak sehat. Yaiut, ketika sebuah keadaan ketika rekan kerja mereka merasa dikucilkan.
Apa itu Lingkungan Kerja Inklusif?
Secara sederhana lingkungan kerja yang inklusif dapat digambarkan sebagai lingkungan kerja yang memberikan kesempatan bagi semua pihak tanpa memandang perbedaan apa pun juga. Sehingga semua orang – tanpa memandang identitas pribadi – dapat memberikan kontribusi serta memperoleh kesempatan yang sama pada pasar tenaga kerja sesuai dengan kapasitas mereka tanpa mengalami diskriminasi.
Karena itu adalah lebih bijaksana bagi manajemen bila benar-benar dapat memahami apa dan bagaimana lingkungan yang dikategorikan sebagai lingkungan yang inklusif. Selain itu, manajemen juga penting untuk memiliki pengetahuan tentang keterampilan yang harus dimiliki oleh tenaga kerja yang sedang diperlukan. Apa hubungannya? Sangat berhubungan! Pada satu sisi, pihak management akan membangun lingkungan kerja yang inklusif. Pada sisi yang lain, pihak management akan memilih tenaga kerja yang sesuai dengan kebutuhan. Dengan demikian, tidak ada yang benar-benar terpinggirkan, sebab mereka semua direkrut karena memang dibutuhkan.
Pada prakteknya, dalam menciptakan lingkungan kerja yang inklusif, dibutuhkan kepemimpina tim SDM. Sebab mereka dapat memimpin untuk memberikan pemahaman kepada pihak manajemen guna menunjukkan cara bagaimana menciptakan lingkungan kerja yang inklusif.
Jika pihak SDM dapat memotivasi tim manajemen untuk melihat bahwa tidak hanya sekadar menempatkan kebijakan non-diskriminasi tetapi lebih dari itu, adalah penting untuk mempromosikan inklusi sebagai nilai pokok perusahaan. Hal ini jelas akan berdampak untuk memajukan misi organisasi.
Dibutuhkan Komitmen para Pemimpin
Sebuah survei yang dilakukan oleh Harvard Business Review menemukan bahwa 75% responden tidak merasakan dampak dari kebijakan keragaman tanpa komitmen dari pimpinan untuk melakukan perubahan.
Ya, para pemimpin memang berperan penting dalam menciptakan lingkungan kerja yang influsif. Sehingga dapat diaktakan, kepemimpinan dianggap inklusif ketika manajer dapat mendengarkan dengan empati dan mengadvokasi karyawan mereka. Para pemimpin yang inklusif akan melihat tim mereka sebagai individu yang berharga, bukan hanya sekedar karyawan. Mereka tidak memfavoritkan salah seorang melainkan memperlakukan semua orang dengan sopan santun yang sama, dan mereka berkomitmen untuk menganut praktik non-diskriminatif.
Dengan demikian, suasana tempat kerja yang inklusif akan memungkinkan setiap orang merasa bahwa mereka dihormati, didengarkan, aman, dan diterima. Setiap karyawan merasakan bahwa mereka diterima dan didukung, terlepas dari karakteristik yang mereka miliki.
Dengan demikian, para karyawan yang merasa dilibatkan dengan bebas untuk menyuarakan pendapat dan keprihatinan mereka, tidak akan merasa takut untuk diasingkan atau dijadikan korban. Mereka yakin bahwa mereka tidak hanya akan didengarkan tetapi sudut pandang mereka akan diterima dan dipertimbangkan.
Contoh Lingkungan Inklusif
Berikut adalah contoh lingkungan inklusif dari perilaku sederhana yang dapat ditunjukkan oleh para pemimpin untuk menunjukkan sebuah ketulusan:
Menunjukkan minat yang tulus. Para pemimpin hendaknya dapat menyapa orang lain dengan kontak mata yang mengekspresikan sebuah keinginan untuk bercakap-cakap dan mendengarkan. Ada banyak hal yang dapat dipelajari bagaimana dapat terlibat dengan orang-orang yang mungkin Anda pikir tidak memiliki banyak kesamaan dengan Anda.
Meminta bantuan. Adanya perspektif yang lain dapat memberi penerangan baru tentang cara memecahkan masalah. Karena itu berupaya untuk untuk mendapatkan masukan atau keterampilan dari karyawan lain guna menyelesaikan sebuah proyek, akan membuat karyawan tersebut merasa bahwa mereka memiliki sesuatu untuk dikontribusikan dan menjadi bagian dari solusi.
Mencari umpan balik. Pastikanlah bagaimana setiap orang akan mendapat informasi serta terlibat dalam isu-isu penting. Meminta masukan dan pendapat dari seseorang akan membuat mereka merasa didengarkan dan dihargai.
Mengakui kontribusi. Karyawan senang merasa dihargai secara terus-menerus, tidak hanya setahun sekali selama penilaian kinerja. Secara berkala menunjukkan secara spesifik apa yang mereka lakukan dengan baik dan bagaimana hal itu bermanfaat bagi organisasi akan membuat seseorang merasa didukung dan dihargai atas apa yang mereka tawarkan kepada tim.
Keragaman dan inklusi adalah konsep yang terpisah
Perusahaan sering kali memiliki kebijakan untuk menggabungkan antara keragaman dan inklusi. Tetapi sebenarnya, kedua hal tersbut adalah dua topik yang berbeda. Keanekaragaman adalah jumlah karyawan atau representasi dalam angkatan kerja, dan inklusi adalah tentang bagaimana perasaan karyawan di tempat kerja.
Keanekaragaman adalah tentang menyatukan orang-orang yang berbeda, dan inklusi adalah mengambil tindakan yang disengaja untuk merangkul perbedaan dalam lingkungan yang saling menghormati dan menerima. Kelompok orang yang beragam tidak hanya perlu diwakili tetapi juga memiliki suara.
Cara SDM dapat menumbuhkan lingkungan yang inklusif
Seperti sudah kita bahas di atas bahwa departmen SDM memiliki peranan besar untuk memimpin pembentukan lingkungan kerja yang inklusif. Karena itu, praktik SDM haruslah transparan, dan haruslah memiliki komitmen yang aktif untuk mencari bias yang tidak disadari dalam sistem Anda dan melakukan aktivitas untuk menata ulangnya.