Gaya “Simon Says”, Tak Lagi Populer di Kalangan Entrepreneur Masa Kini

(Business Lounge – Lead & Follow) – Di Indonesia, mungkin tidak banyak yang mengetahui permainan “Simon Says”. Ya, permainan itu bisa jadi memang populer di dunia barat, tetapi belum tentu semua orang mengetahuinya. Saya masih ingat, ketika saya bermain “Simon Says” dengan guru di kelas yang berasal dari luar negeri. Cara bermain “Simon Says” adalah seperti ini :  Jika pemimpin mengatakan “Simon Says, touch your nose”, berarti orang yang diberikan perintah harus menyentuh hidungnya. Dan kalau dia mengubah instruksinya menjadi “Simon Says, jump in the air”, maka semua yang diberikan perintah harus melompat. Dan, apabila yang tidak mengikuti perintah dengan benar, pasti akan menjadi sorotan.

Sekilas mengenai permainan “Simon Says”, permainan itu sendiri berasal dari kisah sejarah pada tahun 1264, dimana ketika dalam Battle of Lewes, King Henry III dan calon penerusnya, Edward I ditangkap oleh Simon The Montford. Tahun berikutnya, setiap kali King Henry III memberikan perintah, maka Simon The Montford berhak untuk membatalkan perintah tersebut, sampai akhirnya ia dikalahkan saat Battle of Evesham. Karena Simon The Montford pernah memberikan pengaruh yang cukup besar, hal tersebut sepertinya menjadi inspirasi untuk permainan yang disebut “Simon Says”, yang juga populer di seluruh dunia dalam berbagai versi yang berbeda. Misalnya, dalam bahasa Belanda permainan tersebut dikenal dengan “Simon siger”, dalam bahasa Polandia dikenal dengan”Szymon mówi”, dalam bahasa Spanyol dikenal dengan “Simón dice”, dan berbagai versi lainnya.

“Simon Says” dalam gaya kepemimpinan

Namun, sebenarnya “Simon Says” bukan hanya terkenal dalam permainan, melainkan bisa juga menjadi seperti gaya kepemimpinan yang biasa dilakukan seorang entrepreneur dalam membina karyawannya. Gaya kepemimpinan seperti “Simon Says”, adalah ketika sang entrepreneur atau pemilik bisnis, menjadi pemimpin tunggal yang mengambil semua keputusan dalam bisnis. Semua karyawannya, hanya cukup patuh saja pada atasan, lakukan semua yang pekerjaan sesuai target yang ditetapkan, maka semuanya pasti beres.

Salahkah gaya kepemimpinan “Simon Says”? Tentu tidak! Sebenarnya, sisi positif dari gaya kepemimpinan “Simon Says” adalah entrepreneur yang merupakan pemimpin bisnis tersebut, sanggup mengarahkan semua karyawannya dalam mengerjakan hal yang diperintahkannya, dan juga memeriksa dengan detil semua pekerjaan yang sudah dilakukan karyawannya. Bisa dikatakan, seorang entrepreneur dengan gaya kepemimpinan “Simon Says” bisa bertanggung jawab dari awal sampai akhir dalam proses bisnisnya serta sanggup mengarahkan karyawannya sesuai perintahnya.  Gaya kepemimpinan seperti itu, tentunya memang tidak salah, tetapi memang  bisa dikatakan bukan merupakan gaya kepemimpinan yang populer di kalangan entrepreneur masa kini.

Entrepreneur masa kini, terutama dari industri kreatif yang merupakan Generation Y, jarang sekali mengadopsi gaya kepemimpinan “Simon Says”. Mereka lebih memilih untuk mengadopsi gaya kepemimpinan “Transformational Leadership” dimana pemimpin yang adalah entrepreneur itu sendiri, sudah terbiasa untuk memberikan inspirasi terus-menerus kepada orang yang bekerja bersamanya. Transformational Leadership sendiri, merupakan gaya kepemimpinan yang populer masa kini, karena itu akan menjembatani semua pemikiran, budaya, serta menyamakan pola pikir. Gaya kepemimpinan “Transformational Leadership”, sering kita lihat dari pebisnis dari Generation Y, yang sering mengerjakan bisnisnya bersama dengan tim dibandingkan menjadi pemimpin tunggal.

Kaitan antara gaya kepemimpinan “Simon Says” dan pilihan Generation Y menjadi pebisnis

Gaya kepemimpinan “Simon Says” sebenarnya juga merupakan gaya kepemimpinan yang baik. Sama sekali tidak ada yang salah dari gaya kepemimpinan tersebut. Tetapi, apakah kaitan antara gaya kepemimpinan “Simon Says” dan pilihan Generation Y menjadi pebisnis?

Menurut analisa dari Business Lounge Journal, saat ini banyak pebisnis yang berasal dari industri kreatif, ingin mengeksplorasi pemikiran kreatif yang ada dalam pikirannya. Hal itu senada dengan riset yang dilakukan Deloitte, yang mengatakan bahwa “92% dari Millenials atau Generation Y percaya bahwa kesuksesan itu harus diukur dari sekedar profit”. Maksudnya berarti, bukan hanya bicara uang, tetapi proses pengerjaannya, dimana pemikiran kreatif terus dikembangkan, dan juga terus-menerus mengeksplorasi diri. Berangkat dari hal itulah, maka Generation Y lebih memilih untuk menjadi pebisnis, dimana mereka bisa mengeksplorasi dan memetik kesuksesan dari ide kreatif, dibandingkan hanya bekerja tetapi tidak bisa menyalurkan ide kreatif mereka.

“Simon Says” dan “Transformational Leadership”, Manakah Yang Lebih Baik?

Baik gaya kepemimpinan “Simon Says”, maupun “Transformational Leadership”, keduanya tidak ada yang salah. Namun, kedua gaya kepemimpinan tersebut, harus dikombinasikan.

Memang, di dalam bisnis yang saat ini banyak dipegang kaum muda atau Generation Y, “Transformational Leadership” sangat dibutuhkan, karena sangat penting menginspirasi tim dan juga bawahan, serta menyamakan pendapat dengan cara berdiskusi dan memberikan inspirasi. Namun, kedisiplinan gaya “Simon Says” tetap harus dilakukan dalam ukuran yang tepat. Karena tetap, nilai dalam bisnis, tetap harus berjalan sesuai visi dan misi yang telah disepakati. Sebesar apapun kreativitas, meskipun diterima, tetap harus disesuaikan agar sejalan dengan visi dan misi dari bisnis yang telah ditetapkan.

Zefanya Zefanya Jodie/Head of Vibiz Learning Centre Vibiz Consulting/VMN/BL

 

0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x