Kilas Peristiwa Jelang Kemerdekaan RI: 15 Agustus 1945

(Business Lounge – Jelang Kemerdekaan RI ke-70) Pada 15 Agustus 1945, walaupun golongan muda telah mendesak golongan tua, namun belum ada perkembangan yang berarti.

Pembacaan Proklamasi di Cirebon
Sementara Sjahrir dan kaum muda Cirebon bergerak lebih cepat dengan membacakan proklamasi kemerdekaan di dekat tugu berwarna putih dengan ujung lancip menyerupai pensil yang berdiri tegak di tengah jalan di dekat alun-alun Kejaksan, Cirebon.. Di tugu itu, pada 15 Agustus 1945, dokter Soedarsono membacakan teks proklamasi namun hanya segelintir orang yang mengetahuinya.

Kegerakan di Jakarta

Sementara di Jakarta, telegram pun segera dikirim kepada pernuda-pemuda Jakarta agar mereka mendesak pemimpin-pemimpin bangsa untuk mengumumkan kemerdekaan Indonesia. Jika kemerdekaan tidak segera diumumkan, Indonesia akan kehilangan momentum yang mungkin tidak akan ada lagi. Berhubung jawaban tidak diterima, tanggal 15 Agustus 1945 dikirim lagi telegram ke Jakarta disertai desakan yang lebih keras, yaitu jika Jakarta tidak mau mengambil keputusan penting itu maka Bandung akan bertindak.

Sementara Jepang yang telah menyerah kepada sekutu, tidak lagi memerintah Indonesia tetapi hanya berfungsi sebagai penjaga “status quo” yakni menjaga situasi dan kondisi seperti pada masa perang dan melarang adanya perubahan-perubahan di Indonesia. Kemerdekaan tidak mungkin bisa didapat dari Jepang. Oleh karena itu pada tanggal 15 Agustus 1945 itu juga para pemuda dipimpin Chaerul Saleh mengadakan rapat di ruang Laboratorium Mikrologi di Pegangsaan Timur untuk membicarakan pelaksanaan proklamasi kemerdekaan tanpa bantuan Jepang.

Dalam rapat tersebut menhasilkan keputusan bahwa :
* Mendesak Bung Karno dan Bung Hatta agar melepaskan ikatannya dengan Jepang dan harus bermusyawarah dengan pemuda.
* Mendesak Bung Karno dan Bung Hatta agar dengan atas nama bangsa Indonesia memproklamirkan kemerdekaan Indonesia malam itu juga atau paling lambat 16 Agustus 1945.

Keputusan rapat pemuda tersebut disampaikan oleh Darwis dan Wikana kepada Bung Karno dan Bung Hatta di rumah kediamannya masing-masing. Akan tetapi Bung Karno dan Bung Hatta menolak dengan alasan bahwa beliau tidak akan memproklamirkan kemerdekaan tanpa perantara PPKI, sebab PPKI merupakan wakil-wakil bangsa Indonesia dari Sabang hingga Merauke, sedang golongan pemuda beranggapan bahwa PPKI merupakan butan Jepang.

Karena tidak ada kata sepakat, hari itu juga (15 Agustus 1945) dini hari di asrama Baperpi (Kebun Binatang Cikini) golongan pemuda mengadakan rapat kembali dan mereka sepakat untuk menjauhkan Bung Karno dan Bung Hatta dari pengaruh Jepang ke luar kota.

Pernyataan Kekalahan Jepang

Kaisar Hirohito menyampaikan pidato radio di hadapan rakyat pada 15 Agustus 1945. Dalam pidato radio yang disebut Gyokuon-hōsō (Siaran Suara Kaisar), Hirohito membacakan Perintah Kekaisaran tentang kapitulasi, sekaligus mengumumkan kepada rakyat bahwa Jepang telah menyerah kepada Sekutu.

Tepat pukul 12.00 tengah hari Waktu Standar Jepang tanggal 15 Agustus diudarakanlah rekaman pidato Kaisar Jepang kepada rakyat yang berisi Perintah Kekaisaran mengenai Penghentian Perang. Sebagian di antara isinya:

… Walaupun selama empat tahun semua telah menunjukkan yang terbaik–kekuatan angkatan laut dan angkatan darat yang telah bertempur dengan gagah berani, ketekunan, dan kegigihan banyak pegawai negeri kami, dan pengabdian setia seratus rakyat kami–situasi perang berkembang tidak selalu ke arah keuntungan Jepang, sementara situasi umum dunia tidak menguntungkan kepentingan kita.

Musuh kita telah mulai memakai sebuah bom baru yang kejam, membunuh dan melukai banyak orang tidak berdosa, kekuatannya dalam menimbulkan kerusakan, sungguh, tak terkira. Selain itu, bila kita terus berperang, tidak hanya akan berakhir dengan kemusnahan bangsa Jepang namun juga akan membawa kepunahan total peradaban manusia.

Bila memang sudah demikian, bagaimana kita akan menyelamatkan berpuluh-puluh juta rakyat kami, atau menebusnya di depan arwah suci para leluhur kaisar? Ini adalah alasan mengapa kami telah menerima syarat-syarat Deklarasi Bersama.

Bila dipikirkan, selanjutnya penderitaan yang akan dialami kekaisaran, pastinya akan sangat luar biasa. Kami mengetahui ketulusan hati Anda, rakyat sekalian. Namun, ke mana pun tuntutan waktu dan nasib akan membawa kami, dengan menahan apa yang tak tertahankan, dan menderita penderitaan yang tak terperikan, kami menginginkan kedamaian abadi.

Kualitas rekaman yang rendah, ditambah dialek bahasa Jepang kuno yang dipakai Kaisar dalam naskah, membuat rekaman ini sangat sulit dimengerti oleh sebagian besar pendengar waktu itu.

Pada tengah hari 15 Agustus, siaran radio Jepang yang mengumumkan penyerahan Jepang juga diterima di Jakarta. Pidato radio tersebut sangat mengagetkan tidak saja terhadap para pembesar pemerintah pendudukan Jepang, tapi juga terhadap semua tokoh Indonesia yang terkait dengan kemerdekaan yang akan datang. Tidak lama setelah pidato radio itu, Soekarno, Mohammad Hatta, dan Achmad Soebardjo mendapat kepastian tentang berita penyerahan itu dari Laksamana Muda Maeda Tadashi.

citra/VMN/BL/Journalist
Editor: Ruth Berliana

0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x