(Business Lounge – Business Insight)-Harga minyak yang terus turun. Di satu sisi membuat guncang perekonomian negara-negara. Tapi di satu sisi memberi dampak positif bagi bisnis penyimpanan minyak. Supertanker TI Oceania dibangun untuk mengangkut minyak dalam jumlah besar ke sejumlah benua. Namun, tahun 2016, kapal itu diharapkan terus bersandar di lepas pantai Singapura dengan simpanan jutaan barel minyak Vitol SA.
Adapun pihak internal berpendapat kapal berkapasitas 3 juta barel yang merupakan salah satu kapal yang terbesar di dunia dapat menjadi salah satu contoh upaya dari para pedagang untuk mengambil untung dari turunnya harga minyak dunia. Lalu bagaimana bentuk strateginya? Ternyata sederhana saja. Beginilah aturannya, aksi beli dan simpan dilakukan di tengah murahnya harga minyak dunia, dan menjualnya kembali saat harga kontrak berjangka kembali naik nanti.
Beberapa contoh dari aksi yang dilakukan para pedagang besar adalah Vitol SA, Gunvor SA, Trafigura Beheer BV, dan Koch Supply & Trading dikabarkan telah menyewa supertanker dengan kapasitas penyimpanan mencapai lebih dari 30 juta barel.
Datang dari manakah ide ini? Singkat cerita ide usaha menyimpan minyak dengan kuantitas besar ini mencuat ke permukaan di tengah pergeseran pasar komoditas yang terjadi dalam beberapa bulan belakangan. Seperti yang kita ketahui, sejak bulan Juni, harga minyak anjlok hingga lebih dari 50% di tengah melonjaknya produksi dari AS dan negara-negara pengekspor minyak, OPEC, kala pertumbuhan ekonomi dunia melambat.
Berlebihnya pasokan minyak ini telah meningkatkan situasi contango di pasar: saat ketika harga komoditas saat ini lebih rendah dari harga pengiriman mendatang. Hal ini telah memicu para pembeli untuk mengambil minyak saat harga rendah, menyimpan, dan menandatangani kesepakatan pembelian saat harga melambung.
Sejauh ini, selisih harga minyak Brent untuk kontrak Maret hingga Agustus saat ini mencapai $6–tertinggi sejak 2008 dan 2009.
Selama bertahun-tahun, para pedagang dihadapkan dengan harga tinggi dan volatilitas rendah, yang akhirnya menekan marjin keuntungan. Banyak perusahaan memilih untuk berinvestasi pada infrastruktur seperti tangki penyimpanan, terminal, dan kilang minyak guna menjadi fleksibel dalam melakukan perdagangan.
Bersama akses perusahaan kepada pasar fisik minyak, investasi tersebut telah membuat perusahaan dagang memiliki posisi unik dalam memanfaatkan pergeseran di pasar dan menyimpan minyak untuk menangguk laba.
Glencore, raksasa perdagangan komoditas Swiss, dan Trafigura Beheer, salah satu pedagang minyak independen terbesar dunia, sebelumnya telah menyinggung para investor bahwa penurunan harga minyak akan mendongkrak laba mereka.
Tangki penyimpanan di darat terisi dengan cepat. Menurut Citigroup, fasilitas penyimpanan Cina tidak lagi mencukupi. Simpanan minyak di pusat penyimpanan AS meningkat sebesar lebih dari 20% sejak bulan Desember.
Namun, praktik penumpukan minyak itu tidak terbebas dari risiko. Dibutuhkan pengetahuan terperinci mengenai bagaimana minyak berpindah dari satu tempat ke tempat lain yang tidak disesaki pedagang. Perolehan laba bergantung kepada sejumlah faktor seperti tarif kargo dan penyimpanan, dan apakah pembeli minyak mentah berhasil didapatkan.
Seperti yang dikutip oleh The Wall Street Journal, “Jika situasi contango ini dipandang sebagai cara ajaib mendapatkan untung, maka itu adalah pandangan salah,” ujar Benoit Lioud, analis senior riset Mercuria Energy Group, perusahaan dagang Swiss. “Menyimpan minyak mentah dalam skala besar tidaklah mudah.”
Dengan demikian, pilihan penyimpanan tidak hanya bergantung pada kapal. Situasi terakhir yang serupa dengan kondisi sekarang terjadi pada tahun 2009. Saat itu, lebih dari 70 juta barel minyak disimpan di kapal tanker.
Untuk saat ini, level terkini memang belum menyamai kondisi saat itu. Hal ini dikarenakan disparitas harga saat ini dan mendatang tidak begitu tajam. Bank of America Merril Lynch memperkirakan bahwa volume minyak yang disimpan di kapal tanker dapat mencapai 55 juta barel pada akhir triwulan kedua.
Febe/Journalist/VMN/BL
Editor: Tania Tobing